Proliferasi Nuklir AUKUS Sangat Berbahaya

2022-09-19 10:37:08  


 Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) secara khusus membahas kerja sama AS-Inggris–Australia yakni AUKUS dalam pembuatan kapal tenaga nuklir. Pertemuan tersebut merupakan diskusi keempat IAEA dalam format konsensus bulat. Dalam pertemuan tersebut Tiongkok membeberkan ‘tujuh masalah besar’ AUKUS dalam kerja sama pembuatan kapal nuklir, dan dengan bukti kuat memaparkan kejahatannya dalam melakukan proliferasi nuklir. Upaya Tiongkok tersebut telah menggagalkan intrik AUKUS yang bersekongkol untuk memaksakan  ‘penerimaan baik kontrak AUKUS dalam pertemuan IAEA’ , dan mendapat dukungan merata dari negara-negara anggota IAEA.

Sebagai informasi, AS, Inggris dan Australia adalah negara penandatangan Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir (NPT), seharusnya melaksanakan kewajibannya dalam pencegahan proliferasi nuklir, dan harus memperoleh mandat negara-negara anggota IAEA sebelum terlibat dalam kerja sama kapal nuklir. Walaupun dikecam dan ditentang oleh masyarakat internasional, namun ketiga negara tersebut tetap bersikap nekat dan secara paksa untuk melanjutkan kerja samanya. Dari ‘tujuh masalah’ yang dibeberkan oleh wakil Tiongkok dalam diskusi khusus IAEA terungkaplah hakikat jahat AUKUS dalam melakukan proliferasi senjata nuklir.

Secara keseluruhan tujuh masalah itu dapat dibagi dalam dua kategori, yakni pertama mengaburkan opini umum untuk menutup-nutupi dosanya dalam melakukan proliferasi nuklir; kedua adalah melakukan penyanderaan politik , yakni membujuk Sekretariat IAEA beserta Sekjen IAEA untuk melakukan ‘pencucian’ atau pengelabuan terhadap kejahatannya.

Mari kita ulas dari kategori pertama. Dalam sidang diskusi ke-10 IAEA pada Agustus lalu, AS, Inggris dan Australia menyerahkan apa yang disebut ‘dokumen kerja sama dalam kerangka kemitraan AUKUS’. Naskah dokumen tersebut bersifat menutupi sifat proliferasi nuklir dengan konsep ‘reaktor propulsi angkatan laut’, maksudnya adalah secara ilegal mentransfer bahan nuklir tingkat senjata dalam wujud kemasan material yang tidak berbahaya untuk menyesatkan opini masyarakat internasional.

Dari masalah-masalah kategori kedua yang diajukan Tiongkok ternyata AUKUS telah secara tersendiri melakukan perundingan dengan Sekretariat IAEA tanpa kehadiran semua anggota lembaga tersebut. Hal itu dilakukannya untuk memaksakan ‘penerimaan baik kontrak AUKUS’ dengan membujuk Sekjen IAEA untuk mengajukan opsi penjaminan dan pengawasan yang bersifat pengecualian terhadap kerja sama kapal nuklir AUKUS, dan kemudian memaksakan penerimaan opsi tersebut dalam pertemuan Dewan Pengurus di mana pihaknya memiliki keunggulan mutlak jika dilakukan pemungutan suara. Sementara itu, ketiga negara masih membujuk Sekjen IAEA untuk merilis laporan berisi disinformasi untuk membela aksi proliferasi nuklir AUKUS.

Menurut regulasi terkait IAEA, Sekretariat dan Sekjen IAEA harus melakukan tugasnya atas mandat dari negara-negara anggota. Adapun kerja sama kapal nuklir AUKUS, hanyalah negara-negara yang berdaulat barulah berhak mengambil keputusan. Wakil Tetap Tiongkok untuk Wina Wang Qun baru-baru ini menerima wawancara media terkait hal itu. Ia mengatakan, sama seperti bank tidak boleh mencuci uang gelap yang ilegal karena memang bank tidak diberikan mandat, maka AS, Inggris dan Australia juga tidak berhak bermain sendirian dalam lembaga IAEA, karena aksinya itu sama dengan melakukan pemecah belahan dalam internal IAEA.

Dunia kini terus bergejolak dan tengah menghadapi risiko yang kian meningkat dalam hal proliferasi nuklir. Sekjen PBB Antonio Guterres  memperingatkan, antara manusia dan senjata nuklir yang memusnahkan dunia hanya terpisah ‘satu kesalahpahaman’ atau ‘salah perhitungan’. Memelihara keamanan nuklir adalah tanggung jawab bersama bagi semua negara. AS, Inggris dan Australia yang bersekongkol dalam lingkaran kecilnya justru ingin mengimpor ‘pembagian bersama senjata nuklir’ ke kawasan Asia Pasifik. Masyarakat internasional mutlak tidak akan berpangku tangan terhadap konspirasinya tersebut.