AS Hendaknya Belajar dari Kekalahan Perang Tarifnya dengan Tiongkok

2022-10-14 13:42:35  

“Upaya pengenaan tarif terhadap produk Tiongkok telah gagal total di bidang ekonomi, politik dan hukum”. Demikian kata Harian The Hill, AS belakangan ini. Padahal, ini adalah hasil yang sudah pasti dari awalnya, dan selama lebih dari 4 tahun ini, ada banyak bukti yang menunjukkan kegagalan tersebut.

Data ekonomi adalah perwujudan yang paling langsung. Penelitian perusahaan Moody's menunjukkan, dalam perang dagang AS dengan Tiongkok, lebih dari 90% biaya tarif ditanggung oleh AS. Bloomberg News menunjukkan, pengenaan tarif terhadap produk Tiongkok menambah biaya para konsumen dan perusahaan AS, dan juga gagal merevitalisasi industri manufaktur AS.

Tidak hanya itu saja, menurut data Departemen Perdagangan AS, defisit perdagangan AS terhadap Tiongkok pada tahun 2021 meningkat 14,5%, yaitu mencapai 355,3 miliar dolar AS, dan ini juga merupakan rekor tertinggi sejak tahun 2018. Penelitian terkait pun menunjukkan, perang dagang dengan Tiongkok membuat perusahaan AS mengalami kerugian nilai pasar sebanyak 1,7 triliyun dolar AS, dan 250 ribu lowongan kerja hilang, sedangkan pengeluaran setiap keluarga setiap tahunnya meningkat sekitar 1.300 dolar AS.

Sementara itu, perhitungan AS di bidang politik pun gagal. Menurut rencana Trump, ia ingin melancarkan persaingan strategis dengan Tiongkok dengan mengenakan tarif, untuk menjaga hegomoni mutlak AS di bidang politik, ekonomi, militer dan iptek. Hasil membuktikan, cara ini sama sekali tidak berguna terhadap Tiongkok. Selama lebih dari 4 tahun ini, Tiongkok telah berkembang sesuai ritme yang ditetapkan, berusaha membangun pola pembangunan baru dengan siklus domestik sebagai badan utama dan siklus ganda domestik dan internasional yang saling mendorong, dalam perjuangannya menjaga martabat dan kepentingan inti negara, dengan erat menguasai inisiatif pembangunan dan keamanan.


Di bidang hukum, AS juga mengundang kesangsian. penambahan tarif terhadap Tiongkok tercantum dalam pasal 301 Undang-undang Perdagangan 1974. Pasal ini memberikan hak kepada wakil perdagangan AS untuk melakukan penyelidikan terhadap negara lain, dan bisa mengusulkan pada Presiden AS untuk melaksanakan sanksi sepihak. Hal ini dengan serius merugikan landasan multilateral WTO sehingga mendapat kritikan dari komunitas internasional.

Tak diragukan lagi, pelajaran dari kekalahan perang tarif AS dengan Tiongkok sangat mendalam. Namun bagaimana mengambil pelajaran dari kekalahan tersebut adalah ujian bagi para politikus Washington.

Pertama, mereka hendaknya menyadari bahwa aksi sewenang-wenang yang melanggar ilmu ekonomi dan aturan pasar tak dapat berjalan.

Kedua, menggunakan ‘ketepatan politik’ untuk membimbing politik terhadap Tiongkok sulit memecahkan masalahnya sendiri.

Selain itu, perang tarif dengan Tiongkok yang telah berlangsung selama 4 tahun ini menunjukkan, melakukan penindasan dalam hubungan internasional adalah jalan buntu.

Yang lebih penting adalah, pihak AS hendaknya memandang pembangunan Tiongkok dengan tepat.

Kerja sama antara Tiongkok dan AS dapat menguntungkan kedua pihak, sedangkan pertarungan akan merugikan kedua pihak. Hal ini adalah kebenaran yang telah berkali-kali dibuktikan. Saat ini, Kantor Wakil Perdagangan AS sedang mengadakan penyelidikan selanjutnya mengenai penambahan tarif terhadap Tiongkok. Apapun keputusan yang diambil AS, sikap Tiongkok tetap sama, pintu akan selalu terbuka terhadap perundingan, dan pertarungan akan dibalas hingga akhir. AS diharapkan dapat menarik pelajaran dari kegagalannya, memperbaiki kesalahannya dan jangan melakukan kesalahan lagi. Sejarah telah dan akan terus membuktikan, orang yang membangun tembok tinggi akan membuat dirinya sendiri terperangkap, hanya dengan membuka pintu gerbang, masa depan kerja sama yang menang bersama baru dapat terwujud.