Siapa Yang Bisa Menyelamatkan Anak-anak AS dari Kekerasan Senjata

2022-10-29 10:13:25  

Di AS saat ini, katanya, orang-orang tua sudah terbiasa berdoa agar anak-anaknya akan bebas dari kasus penembakan, baik dalam perjalanan pulang pergi maupun di kampus. Demikian dikatakan seorang Senator AS ketika menguraikan trauma psikis yang dialami orang AS akibat maraknya kasus penembakan massal.

Menurut data terbaru organisasi nirlaba AS ‘K-12 School Shooting Database”, saat masih dua bulan menjelang akhir tahun, di AS sudah tercatat 260 kasus penembakan kampus, yang merupakan rekor tahunan terbaru sepanjang masa.

Mengingat semakin banyaknya kasus-kasus penembakan massal, masyarakat pun bertanya, mengapa pemerintah AS selalu bersikap acuh tak acuh melihat satu per satu anak yang tewas dalam kekerasan senjata? Pada hal, pemerintah AS selalu melakukan pembalasan masif di medan perang hanya untuk membalas dendam seorang serdadu yang tewas. Untuk menguraikan fenomena tersebut, marilah mengulasnya dari ketimpangan sistem politik AS. Sebab sulit diselesaikannya kekerasan senjata yang cenderung hilang kontrol di AS saat ini di samping karena penetapan yang tercantum dalam Amandemen II UUD AS yang mendukung kepemilikan senjata, juga berkaitan erat dengan ‘politik saling veto’ yang terjadi antara Partai Republik dan Partai Demokrat yang berkuasa. Apalagi di AS masih terdapat sejumlah asosiasi senjata sebagai pemangku dentingan yang terus melobi para politikus. Di hadapan begitu banyak kendala tersebut, biarpun Presiden AS Joe Biden pada Juni lalu menandatangani RUU tentang pengontrolan kepemilikan senjata sebagai hasil kompromi bipartisan, hasilnya masih sangat tipis. Selama beberapa bulan terakhir, kasus-kasus penembakan yang terjadi di sana sini di seluruh Amerika sudah secara berbarengan membuktikan hal tersebut.

Bukannya tidak punya jalan keluar, tapi tiada pihak yang mau menginisiatifnya. Bagi para politikus AS, jika ingin menyelesaikan masalah kekerasan senjata, maka mereka haruslah memiliki tekad yang kuat untuk mengabdi kepada rakyat, dan setia memenuhi komitmennya untuk melayani masyarakat serta menyusun kebijakan yang bijaksana. Akan tetapi, mereka tiap hari sibuk melakukan manipulasi politiknya sehingga semua komitmennya tinggal di bibirnya. Apa yang dilakukannya hanyalah ‘penambalan’ atau perbaikan sedikit demi sedikit.