Tiongkok Desak Inggris Hormati Fakta dan Lepaskan Standar Ganda

2022-11-30 11:07:24  

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian dalam jumpa pers hari Selasa kemarin (29/11) membantah pernyataan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak yang mengkritik kebijakan Tiongkok terkait penanganan  pandemi dan menuduh petugas polisi Tiongkok melakukan kekerasan terhadap seorang jurnalis BBC. Zhao Lijian mengatakan, perkataan pihak Inggris tersebut memutarbalikkan fakta dan telah secara kasar mengintervensi urusan internal Tiongkok. Tiongkok menentang tegas pernyataan tersebut.

Menurut keterangan Zhao Lijian, pada tanggal 27 November malam lalu, para petugas polisi Shanghai mendatangi sebuah persimpangan jalan dan mengimbau kerumunan masyarakat, termasuk seorang jurnalis BBC yang berada di lokasi agar segera bubar untuk menjaga ketertiban sosial.

Akan tetapi, setelah pihak kepolisian Shanghai memberi tahu jurnalis tersebut untuk meninggalkan lokasi, ia tetap menolak untuk pergi dan tidak menjelaskan identitasnya sebagai jurnalis kepada petugas polisi yang kemudian secara paksa membawanya meninggalkan lokasi. Setelah itu, sebelum dipersilakan meninggalkan tempat kejadian, jurnalis BBC tersebut diminta untuk menerima pemeriksaan identitas sesuai hukum. Semua prosedur dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku.

“Jurnalis BBC tersebut menolak untuk bekerja sama dengan petugas polisi dan malah bertindak seperti menjadi korban, sedangkan BBC segera melaporkannya dengan membelokkan fakta, memfitnah pihak Tiongkok dengan sengaja menggembar-gemborkan bahwa saat bertugas, jurnalis BBC tersebut ‘ditangkap dan dipukuli’ oleh petugas polisi. Hal ini sudah sangat jelas diwarisi dari sikap BBC yang terbiasa melakukan penindasan,” ujar Zhao Lijian.

Zhao Lijian menandaskan, jurnalis asing memiliki hak peliputan pers yang dilindungi oleh hukum di Tiongkok, namun harus menaati perundang-undangan Tiongkok. Sebelum melakukan peliputan, para jurnalis seharusnya menunjukkan kartu tanda pengenal jurnalisnya, dan tidak boleh melakukan hal yang tidak sesuai dengan identitasnya sebagai jurnalis. Hal ini berlaku tidak terkecuali untuk media mana pun, dan sama sekali tidak berkaitan dengan kebebasan pers. Zhao Lijian menambahkan, di Tiongkok terdapat banyak awak media asing, namun mengapa setiap kali hanya jurnalis BBC yang bermasalah di lokasi? Hal ini menjadi masalah yang harus dipertimbangkan dengan sungguh-sunguh.

Zhao Lijian lantas mengajukan tiga pertanyaan kepada pihak Inggris: pertama, bagaimana pemerintah Inggris memperlakukan para pengunjuk rasa di dalam negeri? Pada tahun 2020, masyarakat melakukan demonstrasi di London untuk memprotes blokade pemerintah demi penanggulangan pandemi COVID-19. Dalam peristiwa itu, pihak kepolisian Inggris menangkap lebih dari 150 demonstran. Pada tahun 2021, di Inggris terjadi demonstrasi besar-besaran yang memprotes pemerintah memangkas anggaran belanja publik, di mana lebih dari 200 pengunjuk rasa ditangkap oleh pihak kepolisian.

Kedua, dari video-video yang beredar, terlihat beberapa petugas polisi Inggris mengerumuni seorang demonstran dan memukulinya tanpa belas kasihan meskipun si korban itu terus minta ampun dengan tubuhnya yang telanjang.

Ketiga, bagaimana pemerintah Inggris memperlakukan para jurnalis? Zhao Lijian mengatakan, beberapa tahun yang lalu, seorang wartawan Tiongkok dikeroyok setelah mengajukan pertanyaan dan memberikan komentarnya dalam sebuah side event rapat tahunan Partai Konservatif Inggris, bahkan wartawan Tiongkok tersebut diputuskan ‘bersalah’ oleh pengadilan. Seorang jurnalis Inggris bernama Graham Phillips menjadi warga negara pertama Inggris yang dijatuhi sanksi hanya karena dia telah membuat konten laporan yang ‘tidak sesuai dengan selera Barat’.

Keempat, bagaimana BBC membuat laporan terkait Tiongkok? Zhao Lijian menunjukkan, dari ‘filter gelap’ hingga peliputan yang memutarbalikkan fakta terkait Xinjiang dan Hong Kong, BBC telah memberikan kesan yang mendalam kepada masyarakat dengan aksi jahatnya yang sengaja menyerang dan memfitnah Tiongkok. Sejak tahun 2019, BBC terus menuduh penegakan hukum pihak kepolisian Hong Kong sebagai ‘kekerasan’. Dalam peliputannya terkait Xinjiang, jurnalis BBC untuk Beijing membuat banyak laporan palsu untuk memfitnah Tiongkok dengan berbasis beberapa foto satelit dan keluhan sejumlah tokoh anti Tiongkok. Dalam liputannya terkait penanggulangan pandemi COVID-19, dia bahkan menyalahgunakan video tentang simulasi anti-teror di jalan raya sebagai ‘bukti’ bahwa Tiongkok melakukan ‘kekerasan’ dalam menangani lonjakan kasus pandemi.

Zhao Lijian mendesak Inggris agar menghormati fakta, tidak sembarangan berkomentar, dan melepaskan standar gandanya yang munafik.