Pihak Inggris Diharapkan Tangani Masalah Kepulauan Malvinas Setelah Selesaikan Isu Kedaulatan Kepulauan Chagos

2023-01-04 11:11:59  

Pihak Inggris Diharapkan Tangani Masalah Kepulauan Malvinas Setelah Selesaikan Isu Kedaulatan Kepulauan Chagos

Pada hari pertama tahun 2023, penduduk Kepulauan Chagos yang terletak di Samudra India bagian tengah menyambut sebuah kabar baik, Perdana Menteri Mauritius Pravind Kumar Jugnauth mengumumkan, pihaknya sudah memulai perundingan dengan Inggris terkait sengketa Kedaulatan Kepulauan Chagos. Hal ini berarti, proses pengembalian kepulauan Chagos kepada Mauritius telah resmi dimulai. Masyarakat internasional berharap, setelah menyelesaikan masalah kedaulatan Kepulauan Chagos, pihak Inggris dapat bersungguh-sungguh menangani masalah Kepulauan Malvinas dan selekasnya memulihkan perundingan dengan Argentina.

Pada bulan Februari 2019, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kependudukan Inggris terhadap Kepulauan Chagos adalah tindakan ilegal. Pada bulan Mei di tahun yang sama, Sidang Majelis Umum PBB meluluskan resolusi dengan mayoritas suara setuju menuntut Inggris mengembalikan Kepulauan Chagos kepada Mauritius dalam waktu 6 bulan. Pada bulan Januari 2021, Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut memutuskan Inggris tidak memiliki kedaulatan atas Kepulauan Chagos, dan mengecam tindakan Inggris yang menolak untuk mengembalikan kepulauan tersebut. Tetapi pihak Inggris tidak memberikan tanggapan apapun terkait hal tersebut.

Sampai bulan November 2022, dengan tekanan dari masyarakat internasional dan kelompok anti kolonialisme dalam negeri, Inggris menyatakan akan mengadakan perundingan dengan Mauritius mengenai kedaulatan Kepulauan Chagos, dan berharap dapat mencapai persetujuan pada tahun ini. Meskipun sudah terlambat tiga tahun dari ‘batas waktu’ yang ditetapkan oleh PBB, tetapi kabar itu tetap menggembirakan. Akademisi Inggris Phillipe Sands mengatakan, “tak lama lagi, bendera Inggris akan diturunkan dari tempat penjajahan di Afrika. Hal ini membuat kita mengenang kembali dengan tulus, dan memandang masa depan dengan penuh harapan dan martabat.”

Namun, apabila Inggris ingin menyambut masa depan dengan penuh ‘martabat’, mereka masih harus melakukan banyak hal, dan bukan hanya mengembalikan Kepulauan Chagos saja. Misalnya, pada masalah Kepulauan Malvinas, sikap Inggris kurang ‘bermartabat’. Pada bulan November 2022, Putri Anne Inggris tiba-tiba mengunjungi Kepulauan Malvinas. Selanjutnya Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak yang menyampaikan pidato terkait Kepulauan Malvinas, dia menegaskan kembali kebijakan penjajahan dan memutarbalikkan fakta sejarah, hal ini mengundang kritik dari opini luar. Pejabat Kementerian Luar Negeri Argentina untuk urusan Kepulauan Malvinas Guillermo Ramon Carmona berpendapat, PM Inggris memanfaatkan peluang perayaan Hari Natal untuk secara terang-terangan melanggar hukum internasional.

Tentang masalah Kepulauan Malvinas, dalam resolusi terkait PBB terdapat catatan yang sangat jelas, Inggris tidak memiliki alasan untuk menolaknya. Sidang Majelis Umum PBB meluluskan resolusi No. 2065 pada tahun 1965, mencantumkan masalah Kepulauan Malvinas dalam kategori “dekolonisasi”, serta mendesak Inggris dan Argentina untuk menyelesaikan konflik melalui perundingan. Pada tahun 2016, ‘Komite PBB Batas Landas Kontinen’ memutuskan, Kepulauan Malvinas terletak dalam wilayah perairan Argentina. Komite Khusus PBB untuk Dekolonisasi pernah 30 kali mengeluarkan resolusi untuk mendesak pemerintah Inggris mengadakan perundingan dengan Argentina.

Sebenarnya, masyarakat internasional tidak pernah berhenti mendukung Argentina. Di daerah Amerika Latin dan Karibia, hampir semua negara mendukung pendirian Argentina terkait masalah Malvinas. Organisasi di negara-negara Amerika berkali-kali meluluskan resolusi yang dengan tegas mendukung Argentina mengambil kembali kedaulatan atas Kepulauan Malvinas melalui dialog damai. Tiongkok dan Rusia juga secara terbuka mendukung tuntutan adil Argentina atas Kepulauan Malvinas, hal ini mencerminkan suara bersama masyarakat internasional yang menentang kolonialisme dan mempertahankan keadilan.