Tiongkok Bantah Tudingan Menlu AS terkait Xinjiang

2023-02-04 10:31:34  

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning dalam jumpa pers hari Jumat kemarin (3/2) menunjukkan, ujaran yang dilontarkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken seputar Xinjiang Tiongkok sama sekali tidak berdasar, telah mendiskreditkan kebijakan agama Tiongkok, sarat akan muatan prasangka ideologis, dan telah secara serius mengintervensi urusan intern Tiongkok. Untuk itu, Tiongkok menyatakan penentangan tegas.

Diberitakan, Menlu AS Antony Blinken dalam pidatonya di sebuah pertemuan kebebasan agama internasional November tahun lalu menuduh belasan negara telah secara serius melanggar kebebasan beragama termasuk Tiongkok, yang menurut dia “telah melakukan genosida kontinu terhadap orang Uighur yang mayoritasnya beragama Islam”.

Mao Ning menandaskan, pemerintah Tiongkok selalu melindungi kebebasan beragama yang dimiliki warga negara menurut undang-undang yang berlaku. Rakyat berbagai etnis Tiongkok sepenuhnya menikmati kebebasan beragama yang dilindungi hukum.

Mao Ning menunjukkan, apa yang disebut “genosida ras” semata-mata adalah kebohongan yang direkayasa oleh AS. Saat ini Xinjiang mengalami situasi sosial yang stabil di mana ekonominya berkembang, berbagai etnis bersatu, antar sesama penganut agama terjalin hubungan yang rukun, dan kehidupan rakyat telah sangat diperbaiki. Selama 60 tahun lebih sejak berdirinya, agregat ekonomi Daerah Otonom Uighur Xinjiang telah meningkat 160 kali lipat, jumlah penduduk etnis Uighur tumbuh dari 2,2 juta menjadi 12 juta jiwa, dengan rata-rata usia harapan hidup naik dari 30 tahun menjadi 74,7 tahun.

Mao Ning menyatakan, fakta-fakta tersebut selalu diabaikan oleh pihak AS, yang selamanya berulang kali menyebarluaskan kebohongan yang absurd terkait Xinjiang Tiongkok, tujuannya adalah untuk mencari alasan yang dapat digunakannya untuk membendung dan menindas perkembangan Tiongkok. Masyarakat internasional sudah menyadari hal tersebut. Kami mendesak AS menghormati fakta, menghentikan intervensi terhadap urusan intern Tiongkok dan menghentikan penindasannya terhadap perkembangan Tiongkok dengan kedok apa yang disebut hak asasi manusia, agama dan isu-isu antar etnis.