Jepang yang Bersikeras Membuang Air Limbah Nuklir ke Laut Telah Kehilangan Kredibilitasnya

2023-02-28 15:48:47  

“Apakah kepercayaan masyarakat yang sudah hilang dapat kembali dalam waktu 12 tahun?” Inilah pertanyaan yang diajukan oleh sebuah laporan yang dirilis Fuji News Network baru-baru ini. Berbagai fakta membuktikan, pemerintah Jepang tidak berupaya menarik kembali dukungan rakyat, malah bersikeras melangkah di jalan yang akan menyebabkannya kehilangan kepercayaan. 


Pada bulan April dua tahun yang lalu, pemerintah Jepang mengumumkan, pihaknya berencana membuang air limbah nuklir Fukushima ke laut mulai musim semi tahun 2023. Pengumuman ini mengundang keraguan dan pertentangan luas dari dalam dan luar negeri. Jepang terus mempercepat pembangunan fasilitas terkait dengan tujuan membuat ‘fait accompli’ dalam hal ini. Tindakan tersebut tidak hanya merugikan otoritas organisasi internasional terkait, juga tidak bertanggung jawab terhadap rakyat Jepang dan masyarakat internasional. 


Hasil penelitian terbaru yang diumumkan Institut Sains dan Teknologi Kelautan Korea dan Institut Tenaga Nuklir Korea menunjukkan, apabila air limbah nuklir dibuang di perairan Pulau Fukushima yang terletak di sebelah timur Jepang, maka zat radioaktif Tritium dalam air akan mengalir ke arah timur seiring gelombang hangat Jepang, dan akhirnya akan tersebar ke seluruh perairan Pasifik Utara pada 10 tahun kemudian. Pakar nuklir senior Greenpeace untuk kantor Jepang, Shaun Burnie menunjukkan, selain Tritium, dalam air limbah nuklir Fukushima masih terdapat banyak zat radioaktif yang tidak dapat disaring melalui teknologi yang dimiliki PLTN Fukushima, misalnya Carbon-14 dengan waktu paruh melewati 5.000 tahun. Oleh karena itu, pernyataan pemerintah Jepang terkait keamanan pembuangan air limbah nuklir tidak dapat dipercaya. Laporan asesmen yang dirilis tim kerja teknik Badan Tenaga Atom Internasional juga menunjukkan, rancangan pembuangan air limbah Jepang ada yang tidak sesuai dengan standar keamanan pihaknya. 

Sementara itu, di depan Konferensi Informal Pemimpin Istimewa Forum Negara Kepulauan Pasifik yang diadakan baru-baru ini, para pemimpin sekali lagi menyatakan pertentangan keras mereka atas rencana Jepang terkait pembuangan air limbah ke laut. Mereka berpendapat, rencana tersebut bukan masalah pribadi Jepang, melainkan hal penting yang dapat mempengaruhi seluruh dunia termasuk negara-negara Kepulauan Pasifik, Jepang harus menyusun rencananya berdasarkan sains dan data terkait. Selain itu, di depan rapat Dewan Keamanan PBB yang digelar pada tanggal 14 Februari lalu, Tiongkok dan Rusia menyatakan keprihatinannya atas masalah pembuangan air limbah Jepang, dan menunjukkan bahwa keputusan Jepang tersebut akan merugikan lingkungan laut, ekosistem, serta kehidupan dan kesehatan rakyat berbagai negara, tetapi Jepang tetap mengambil keputusan tersebut tanpa berkonsultasi dengan negara tetangga. 


Menghadapi keraguan dan pertentangan dari dalam dan luar negeri, pemerintah Jepang tidak mau mengoreksi kesalahannya, malah ingin menarik dukungan negara lain. Menurut laporan Kyodo News pada tanggal 22 Februari lalu, pemerintah Jepang sedang mendorong suatu rancangan, mencantumkan isi ‘Air limbah nuklir Fukushima yang dibuang ke laut tidak akan berpengaruh pada tubuh manusia dan lingkungan, cara penanganannya transparan dan patut disambut’ ke dalam Pernyataan Bersama Pertemuan KTT G7 yang dijadwalkan akan digelar pada bulan Mei mendatang. Hal ini bahkan tidak dapat meyakinkan media arus utama Jepang. Kyodo News mengakui, rencana pembuangan air limbah ke laut telah mengundang pertentangan keras Tiongkok dan Korea serta masyarakat dalam negeri Jepang sendiri, bahkan sulit mencapai kesepahaman dalam intern G7, karena pernyataan tersebut ‘sulit dicantumkan pada akhirnya.’

Laut adalah dasar kehidupan dan pembangunan berbagai negara di dunia. Jepang sebagai penandatangan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, bertanggung jawab dan wajib melestarikan lingkungan laut. Faktanya, sejak tahun 2013, pemerintah Jepang total telah mengajukan lima rancangan mengenai cara penanganan air limbah nuklir, mengapa keputusan terakhir malah membuang air ke laut, alasannya karena biayanya paling rendah. Tentang apakah tindakan itu melanggar hukum internasional serta merugikan ekosistem laut dan kesehatan manusia, hal ini tidak dipertimbangkan oleh mereka. Tindakan yang hanya ingin mencari keuntungan telah mengungkapkan egoisme pemerintah Jepang. Apabila Jepang bersikeras membuang air limbah ke laut, masyarakat internasional harus mengambil tindakan bersama, melindungi kepentingan bersama melalui cara hukum. Jepang sudah kehilangan kredibilitasnya dan menjadi pihak yang berdosa dalam sejarah.