Kebocoran Rahasia Intelijen AS Kembali Terulang

2023-04-13 12:36:04  

Sejak awal bulan Maret bahkan sebelumnya, di internet terus bermunculan dokumen rahasia intelijen tingkat tinggi AS. Jumlahnya cukup banyak, lebih dari 100 buah, isinya sangat menggemparkan, meliputi intervensi mendalam pemerintah AS dalam bentrokan Ukraina dan Rusia, serta pemantauan ketat AS terhadap pejabat senior Ukraina, Korea Selatan dan Israel. Melalui penyebaran selama satu bulan lebih, perisitiwa ‘kebocoran’ Pentagon ini telah diketahui umum dan menjadi peristiwa terkait paling serius sejak peristiwa kebocoran WikiLeaks tahun 2013.

Selama puluhan tahun ini, pemantauan AS terhadap sekutunya yang dilakukan tanpa pandang bulu menjadi sebuah rahasia yang terbuka, namun kabar terbaru ini telah menyakiti sekutu-sekutu AS secara mendalam. Misalnya, dalam dokumen tetrdapat banyak detail mengenai bentrokan Ukraina dan Rusia, termasuk rencana serangan musim semi tentara Ukraina, penempatan tentara Ukraina yang dibantu oleh negara Barat serta serah terima senjata dan keadaan pasukan. Selain itu, reformasi yudisial Israel, serta konsultasi rahasia pejabat Korea Selatan untuk menyediakan atau tidak senjata pemusnah kepada Ukraina semuanya dipantau oleh AS.

Dari informasi tersebut dapat dilihat, AS telah campur tangan dalam bentrokan Rusia dan Ukraina secara mendalam dan ingin mengendalikan perkembangan situasi, AS tidak percaya pada negara mana pun termasuk sekutunya. Tidak peduli pemimpin negara sekutu maupun evolusi perang, semuanya menjadi alat dalam permainan catur hegemoninya.

Mengapa AS sangat terobsesi terhadap pemantauan? Dilihat dari sisi sejarah, pikiran hegemonis AS tidak pernah mempunyai konsep sekutu yang sejati. Jauh pada Perang Dunia I dan II, AS mulai melakukan pemantauan dan pemeriksaan. Setelah Perang Dunia II berakhir, AS menyebut dapat menyediakan perlindungan yang aman dan bantuan ekonomi kepada sekutunya, namun seiring dengan berlalunya waktu, sifat suka berperang dan perbuatan hegemonis AS semakin tidak sesuai dengan kepentingan sekutunya sehingga gaya sentrifugal sekutunya semakin nyata.

Menghadapi sekutu yang tidak begitu patuh, dengan bertolak dari keegoisannya terhadap ‘keamanan mutlak’, solusi AS adalah meningkatkan pengontrolan terhadap sekutunya secara mendasar, sewaktu-waktunya mewaspadai tingkah laku mereka, bahkan mencari kesalahan mereka agar mereka dapat menjadi alat untuk memelihara hegemoninya. Pemantauan itu semakin menjadi suatu cara yang perlu dilakukan AS.

Selain itu, pemantauan juga menjadi cara AS untuk mencoba mencari keuntungan di seluruh dunia. Akan tetapi, perbuatan AS terhadap sekutunya selama beberapa tahun terakhir ini tidak hanya pemantauan saja. Fakta membuktikan, di hadapan realisme dan egoisme AS yang berlebihan, dan persahabatan dengan mudah berubah menjadi pengkhianatan, hal ini mengingatkan masyarakat pada perkataan mantan Menteri Luar Negeri AS Kissinger, “Menjadi musuh AS adalah hal yang sangat berbahaya, tapi menjadi sekutu AS lebih mematikan”.