Upaya AS yang Ingin Bentuk “NATO Mini di Asia Pasifik” Pasti akan Sia-sia Belaka

2023-08-21 14:34:10  



Di bawah kabut asap kebakaran Hawaii, KTT perdana Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan ditutup di Camp David pada tanggal 19 Agustus yang lalu. Menurut informasi yang dirilis di situs web Gedung Putih, hanya di depan jumpa pers saja, ketiga pemimpin negara tersebut sudah 17 kali menyebut “Tiongkok”. Tiga dokumen pernyataan yang dirilis KTT tersebut menggembar-gemborkan masalah Selat Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan, secara terang-terangan mengintervensi urusan dalam negeri Tiongkok.

Camp David adalah tempat penting “diplomasi perkebunan” AS. Kali ini, AS mengajak Jepang dan Korea Selatan, dua “kaki tangannya” di Asia untuk datang ke sini, tujuan AS tak sulit ditebak, karena tidak dapat secara langsung membentuk “NATO versi Asia”, maka pihaknya ingin memenangkan hati Jepang dan Korsel melalui keramahtamahan diplomatik istimewa, terlebih dahulu membentuk “NATO mini” dan mendorong apa yang disebut sebagai “strategi Indo-Pasifik”.

Apakah KTT tersebut benar-benar membantu AS mewujudkan target pembentukan “NATO Mini di Asia Pasifik”?

Ditinjau dari hasil dokumen yang dicapainya, berdasarkan informasi situs web Gedung Putih, kurang lebih termasuk mendirikan mekanisme negosiasi, meningkatkan kerja sama keamanan, memperdalam kerja sama ekonomi dan teknologi, memperluas kerja sama kesehatan global dan kerja sama antar masyarakat. Meskipun nampaknya idenya banyak, tetapi kurang jalur dan perancangan konkret.

Ditinjau dari hubungannya dengan negara partisipan, Jepang dan Korsel sebagai sekutu AS, sebenarnya mempunyai rencananya sendiri, bahkan di antara tiga negara tersebut terdapat kontradiksi yang sulit diselesaikan.

Jauh sebelum KTT Camp David dibuka, AS dan Jepang sudah berpendapat lain mengenai pasal penangkapan ikan paus dalam “Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik”. Pejabat Jepang bahkan mengancam ingin mengundurkan diri dari kerangka tersebut. Selain itu, dewasa ini Tiongkok adalah mitra dagang pertama Jepang, jika selalu bertentangan dengan Tiongkok, tidak sesuai dengan kepentingan Jepang.

Dari sisi Korea Selatan, negara ini berharap dapat melalui persekutuan tiga negara menjadi “global pivotal state”, tetapi hubungan Korsel-Jepang tetap menjadi “kesenjangan” dalam hubungan trilateral. Pemerintah Korsel sekarang tidak mempedulikan martabat negaranya dan rela merusak perasaan warga negaranya untuk memperbaiki hubungannya dengan Jepang, namun di antara masyarakat dua negara masih terdapat perasaan berlawanan yang serius. Dalam keadaan ini, apakah kedua negara memiliki kemungkinan untuk melakukan kerja sama substansif?

Di antara AS dan Korsel pun terdapat perselisihan. Sebelumnya, AS meluluskan Undang-Undang Chip dan Sains serta Undang-Undang Pengurangan Inflasi, hal itu telah memberikan dampak kepada sektor semikonduktor dan otomotif energi baru Korsel, sektor-sektor tersebut adalah dasar ekonomi Korsel, terdorong oleh kepentingannya sendiri, bagaimana AS, Jepang dan Korsel melepaskan kontradiksi dan melakukan kerja sama adalah sebuah tanda tanya yang besar.

Yang lebih penting lagi adalah, di satu sisi, KTT Camp David melakukan kerja sama, namun di sisi lain pihaknya ingin menciptakan krisis di Asia Pasifik, maka upayanya tersebut pasti ditentang keras oleh negara-negara kawasan. Menurut Profesor Kazuteru Saionji dari Universitas Internasional Higashi Nippon, AS mendorong pembentukan “persekutuan Asia Timur Laut” dengan tujuan menciptakan perlawanan di antara negara-negara Asia, untuk meraih keuntungan.

Upaya AS yang ingin membentuk “NATO Mini di Asia Pasifik” pasti akan sia-sia belaka. Karena hal ini berbalikan dengan tuntutan dasar rakyat di kawasan ini, yang menginginkan perdamaian dan pembangunan. “Persekutuan” apapun yang mendatangkan perselisihan dan perlawanan akan ditentang tegas oleh negara yang cinta damai dan rakyat di kawasan ini.