Fenomena “Flash Mob Burglary” Kian Marak di AS

2023-09-19 13:12:03  

 

Belakangan ini, para netizen sosmed di AS beramai-ramai menyatakan kemarahannya terhadap ‘Flash Mob Burglary’ atau perampasan kilat yang semakin merajalela di negeri Pam Sam. “Perampasan semacam itu adalah kejahatan terorganisasi,” demikian ujar sejumlah netizen. Fenomena tersebut merujuk pada modus kriminal yang sangat tipikal, di mana sejumlah penjahat berkenalan dan bersatu melalui sosmed untuk “menyerbu barang dagangan” di toko dan melarikan diri dengan membawa pergi apa saja yang dirampasnya secepat mungkin tanpa membayar. Penjarahan terang-terangan serupa disindir masyarakat lokal sebagai ‘Zero-Dollar Shopping ’ atau pembelian dengan nol dolar. Istilah sebenarnya adalah ‘gimmick’ untuk mempromosikan penjualan dagangan, namun di luar dugaan, kini ”Zero-Dollar Shopping” benar-benar melukai para pedagang ritel AS. Federasi Ritel Nasional AS dalam sebuah laporannya menunjukkan, kejahatan terorganisasi terhadap usaha ritel di seluruh AS pada 2022 meningkat 26,5 persen dibanding tahun sebelumnya. Kerugian yang dialami sektor ritel AS sepanjang 2021 tercatat 94,5 miliar dolar AS, lebih tinggi daripada 2020 tahun yang mencapai 90,8 miliar dolar AS.

Menghadapi penjarahan yang kian menggila tersebut, pihak kepolisian AS sudah seharusnya meningkatkan intensitas penegakan hukum. Akan tetapi, faktanya, pihak kepolisian AS tengah mengalami kelangkaan karyawan. Diberitakan, mengingat semakin membubungnya tingkat kriminalitas serta terus bertambahnya beban kerja dan meruncingnya kontradiksi dengan masyarakat, maka profesi menjadi polisi semakin tidak diminati di AS. Hasil survei menunjukkan bahwa karyawan yang meletakkan jabatan di badan kepolisian AS pada 2022 meningkat 47 persen dibanding pada tahun 2019. Dengan berkurangnya jumlah polisi, tentunya penegakan hukum menjadi semakin sulit.

Menurut hasil pencarian dalam laporan terkait, “Flash Mob Burglary” di media AS telah mencapai puncaknya pada Agustus lalu. Menurut data yang dirilis Departemen Perburuhan AS, tingkat pengangguran AS pada Agustus lalu naik 0,3 persen dibanding bulan Juli lalu, telah mencapai taraf tertinggi sejak bulan Februari 2022. Menghadapi inflasi dan biaya hidup yang tinggi, sejumlah orang miskin di AS bahkan tidak mampu membayar setangki bensin, dan tidak ada uang untuk membeli makanan. Fenomena tersebut sangat kontras dengan “kinerja baik” ekonomi AS baru-baru ini. Menurut data Departemen Perdagangan AS, pada paruh pertama tahun ini, produk domestik bruto AS naik lebih dari 2 persen, yang dipuji masyarakat telah melampaui prediksi. Akan tetapi, keadaan nyata semakin membingungkan. Menurut statistik Administrasi Informasi Energi (EIA) AS, pada Januari hingga Mei lalu, konsumsi tenaga listrik untuk tujuan bisnis, industri dan kehidupan sipil anjlok tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni masing-masing menurun 3 persen, 2 persen dan 7 persen. Umumnya, jika ekonomi terus membaik, maka kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat relevan seharusnya menjadi lebih dinamis, namun mengapa data ekonomi AS tersebut saling berkontradiksi? Untuk sementara waktu, topik mengenai fenomena aneh ekonomi AS tersebut terus menjadi topik perbincangan di masyarakat AS.

Selain itu, ada analis yang menunjukkan bahwa “Flash Mob Burglary” justru mencerminkan kesenjangan besar antara yang kaya dengan yang miskin dalam masyarakat AS. Kini, masih ada 37 juta warga di AS yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagai negara kapitalis nomor satu di dunia, AS tetap memiliki penampilan yang berkilau, namun di baliknya kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin semakin melebar. Fenomena “Flash Mob Burglary” dan “Zero-Dollar Shopping” bukanlah kebetulan, melainkan akibat langsung dari ketimpangan struktural ekonomi AS, serta tata kelola sosialnya yang tidak memadai. Seiring dengan berjalannya waktu, kemungkinan AS akan terjerumus dalam sirkulasi buruk antara ketidakseimbangan ekonomi dan kekacauan sosial.