Eropa Perlu Betulkan Pemahamannya terhadap Tiongkok untuk Tingkatkan Hubungan Tiongkok-UE

2023-12-08 15:07:17  


Pertemuan Pemimpin Tiongkok-UE ke-24 diadakan di Beijing pada tanggal 7 Desember kemarin. Presiden Tiongkok Xi Jinping, dalam pertemuannya dengan Ketua Dewan Eropa Charles Michel dan Ketua Komisi Eropa Ursula van der Leyen sempat menekankan bahwa kedua belah pihak hendaknya mempertahankan posisi tepat kemitraan strategis komprehensif, menetapkan pemahaman yang tepat, dan berfokus pada pengembangan hubungan kedua pihak. Pemimpin Eropa menyatakan tidak berharap melepaskan keterkaitan dengan Tiongkok, dan berpendapat bahwa perkembangan ekonomi Tiongkok yang mantap dalam jangka panjang sesuai dengan kepentingan Eropa. Menurut para analis, menghadapi pergolakan dunia yang terus meningkat, sinyal positif yang dikeluarkan Tiongkok dan Eropa untuk menangani tantangan melalui dialog dan kerja sama patut disambut baik.

Tahun ini adalah peringatan 20 tahun penjalinan Kemitraan Strategis Komprehensif Tiongkok dengan Uni Eropa, sekaligus peringatan 25 tahun pembentukan mekanisme pertemuan pemimpin Tiongkok-Eropa. Bertolak dari koordinat historis hubungan Tiongkok-UE, pertemuan pemimpin Tiongkok-UE kali ini bermakna penting untuk merintis masa depan.

Ada pepatah Tiongkok yang berbunyi, “Mempelajari yang lama akan mengetahui yang baru”. Memperlakukan satu sama lain dengan tepat, merupakan prasyarat dari kerja sama Tiongkok-UE. Selama 20 tahun ini, Tiongkok telah mengeluarkan tiga dokumen kebijakan terhadap UE, memandang UE sebagai salah satu bagian penting di dunia, dengan teguh mendukung proses pengintegrasian UE, dan mempertahankan keberlanjutan yang konsisten atas kebijakan terhadap UE. Sementara itu, kebijakan UE terhadap Tiongkok terkadang berubah-ubah. Khususnya beberapa tahun terakhir ini, UE mendefinisikan Tiongkok sebagai “mitra”, “kompetitor” dan “lawan sistematis” dari tingkat strategis, sejumlah orang pun menggembar-gemborkan “pengurangan risiko” atau “de-risking” dalam kerja sama ekonomi dengan Tiongkok. Para analis berpendapat bahwa ketiga definisi tersebut saling berlawanan, dan hal tersebut sempat mencerminkan bahwa UE telah terpengaruh oleh kebijakan Amerika Serikat yang ingin mengendalikan Tiongkok, sehingga memiliki pemahaman yang salah terhadap Tiongkok. Hal tersebut juga merupakan penyebab utama keguncangan hubungan Tiongkok-UE.

Sebenarnya bagaimana cara memandang Tiongkok? Jawaban ini sebenarnya sudah ada jauh pada 20 tahun yang lalu, yakni “Kemitraan Strategis Komprehensif”. Dalam pertemuan kali ini, Presiden Xi sekali lagi menekankan posisi tepat hubungan Tiongkok-UE, dan menunjukkan bahwa Tiongkok dan UE hendaknya mempertahankan perlakuan terhadap satu sama lain dari visi strategis, meningkatkan pengertian dan rasa saling percaya, menepati janji dan komitmen, “tidak boleh memandang satu sama lain sebagai lawan karena perbedaan sistem, tidak boleh mengurangi kerja sama karena adanya persaingan, dan tidak boleh melakukan perlawanan karena adanya perselisihan”, anjuran-anjuran tersebut memiliki makna yang mendasar bagi hubungan Tiongkok-UE untuk menghapus gangguan dan fokus pada kerja sama. Pihak UE menyatakan, UE mempertahankan kebijakan satu Tiongkok, dan bersedia bersama Tiongkok, dengan sikap saling menghormati, terbuka dan terus terang, meningkatkan komunikasi dan saling pengertian dalam masalah yang menjadi perselisihan. Diharapkan, pihak UE dapat bertindak nyata, membetulkan pemahamannya terhadap Tiongkok dari segi kemandirian strategis, dan kembali ke rasionalitas dan pragmatisme.

Dalam pertemuan kali ini, Tiongkok menyatakan bersedia memandang UE sebagai “tiga mitra”, yaitu mitra utama kerja sama ekonomi dan perdagangan, mitra prioritas kerja sama iptek, serta mitra terpercaya kerja sama rantai industri dan rantai pasokan. Pemimpin Eropa berpendapat bahwa kerja sama UE-Tiongkok adalah kerja sama yang saling menguntungkan dan setara, ia berharap kedua belah pihak dapat berupaya bersama untuk memelihara kestabilan dan keamanan rantai industri dan rantai pasokan. Sebenarnya, yang paling urgen bagi Eropa adalah mengurangi risiko pan-politisasi dan proteksionisme. Laporan yang dikeluarkan Institut Jacques Delors baru-baru ini menunjukkan, memanfaatkan peluang Tiongkok untuk mengembangkan diri merupakan pilihan yang wajib ditempuh bagi UE, pihak UE hendaknya melaksanakan kebijakan yang lebih rasional dan pragmatis terhadap Tiongkok, serta meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan di bidang energi, hijau dan iptek.

Pengalaman hubungan Tiongkok-UE selama 20 tahun ini menunjukkan bahwa dengan memperlakukan satu sama lain sebagai mitra kerja sama strategis komprehensif, hubungan kedua belah pihak dapat terus maju. Dua puluh tahun ke depan, Tiongkok dan UE perlu mempertahankan pemahaman yang tepat, menciptakan hubungan Tiongkok-UE versi baru dalam proses pendorongan modernisasi ala Tiongkok dan pengintegrasian Eropa. Hal tersebut tidak hanya akan menyejahterakan rakyat kedua pihak, tapi juga akan membawa lebih banyak kestabilan dan kepastian kepada dunia.