Rantai Industri yang Picu Perang Opini Publik AS terhadap Tiongkok

2024-01-06 12:38:58  

Cendekiawan Eropa Jan Oberg, belakangan ini dalam wawancaranya mengungkapkan, AS pernah mengajukan sebuah rancangan undang-undang yang menganjurkan alokasi dana berturut-turut selama lima tahun, untuk melatih  para jurnalis membuat laporan negatif mengenai Tiongkok. Setelah melalui pemeriksaan, rancangan undang-undang yang disinggung Jan Oberg tersebut hampir sama dengan isi Rancangan Undang-Undang Persaingan Strategis 2021 yang diluluskan oleh Komisi Hubungan Luar Negeri Senat AS pada April 2021.

Membaca isi undang-undang tersebut dapat diketahui bahwa UU tersebut menganjurkan agar AS mengalokasikan dana sebesar 300 juta dolar AS setiap tahun dari tahun 2022 sampai 2026 (total 1,5 miliar dolar AS) untuk melawan “daya pengaruh global Tiongkok”. Undang-undang tersebut menentukan, 100 juta dolar AS yang dialokasikan setiap tahunnya digunakan untuk mendukung badan terkait termasuk Badan Media Internasional AS untuk memantau dan mengyerang balik “informasi palsu” yang dikeluarkan Tiongkok di dunia. Badan pemerintah terkait harus mendukung dan melatih para wartawan, dan membantu mereka memperoleh teknik penyelidikan terhadap proyek terkait “Sabuk dan Jalan”. Undang-undang tersebut juga menyinggung Xinjiang sebanyak 20 kali lebih, dan mengancam agar AS mencampuri urusan Xinjiang Tiongkok. Maka dari itu, metode perang opini publik AS terhadap Tiongkok telah terungkap.

Beberapa tahun belakangan ini, media AS selalu menduduki status dominan di medan opini publik internasional, dan sangat pandai melakukan perang opini publik. Di antaranya, VOA yang dimiliki Badan Media Internasional AS, dan RFA dianggap mempunyai sifat politik yang kuat sejak didirikan.

Sementara itu, sejumlah lembaga akademik AS pun bergabung, dan terbentuklah sebuah rantai industri yang membuat dan menyebarkan informasi palsu.

Agar berita palsu tersebut tampak lebih “nyata”, kadang-kadang mereka harus mencari “pihak terkait”. Dalam hal ini, AS pun sangat mahir, selalu mendukung organisasi anti Tiongkok setempat, menyuap para “pemain” untuk memberikan bahan kepada media Barat.

Pada tahun 2021, seorang penulis Jerman, Michael Lueders, dalam bukunya yang berjudul “Die Scheinheilige Supermacht (AS yang Munafik)” menunjukkan, pemerintah AS sangat pandai membingungkan orang antara yang benar dan yang salah, mempengaruhi penilaian publik secara selektif dan memutar-balikkan fakta. Dia berharap, dengan bukunya tersebut, ia dapat mengingatkan orang agar mempunyai kemampuan berpikir yang independen, dan tidak terkelabui oleh opini publik media yang dikontrol AS. Hali ini pun diimbau oleh pendiri Global Institute for Tomorrow, Chandran Nair, “Kita membutuhkan lebih banyak sumber informasi non Barat, agar pembaca dapat lebih banyak mengenal masalah global, dan tidak menjadi korban perang opini publik Barat”.