Kali ini, Jubah “Kebebasan Pers” ala AS Rombang-Rambing

2024-01-06 10:57:07  

Pada tahun-tahun belakangan ini, Tiongkok selalu aktif dan inisiatif untuk memberitakan perkembangan dan kemajuan yang terjadi di negerinya sendiri, membuka pintunya lebar-lebar untuk menyambut kedatangan para sahabat mancanegara. Justru karena itulah, pengaruh dan reputasi Tiongkok terus meningkat secara global.

Sebaliknya, dalam waktu lima tahun yang lalu, Amerika Serikat telah menggelontorkan uang dalam jumlah sangat besar untuk merangkul para jurnalis Barat agar menjadi “kaki tangan” yang merekayasa informasi palsu untuk memfitnah Tiongkok. Seorang sarjana Eropa bernama Jan Oberg baru-baru ini mengungkapkan, pada lima tahun yang lalu, Kongres AS meratifikasi sebuah rancangan undang-undang yang mengesahkan belanja sebesar 1,5 miliar dolar AS untuk melatih wartawan dan para redaktur Barat untuk merekayasa informasi negatif terkait Tiongkok.

Jan Oberg saat diwawancarai wartawan mengatakan, orang Barat seperti dia yang pernah berkunjung ke Tiongkok atau pernah hidup di sana sudah melihat kompleksitas dan keluasan Tiongkok. Mereka dapat memahami Tiongkok dengan berdiri di sisi Tiongkok. Mereka memiliki pandangan yang berbeda terhadap peliputan media Barat tentang Tiongkok. Apa yang dilihat mereka bukanlah “ancaman” Tiongkok terhadap AS, melainkan AS yang sengaja mencari berbagai dalih untuk mengancam Tiongkok.

Jan Oberg menegaskan, sekarang seluruh masyarakat di dunia telah menyaksikan bahwa kapal perang Tiongkok tidak berlayar ke perairan lepas pantai AS ataupun negara mana pun di Eropa. Sebaliknya adalah kapal-kapal perang Barat yang mengepung Tiongkok. Meski ini adalah kenyataan yang sungguh-sungguh, namun tiada politisi AS yang mau melepaskan permusuhannya. Sebabnya sederhana sekali, yakni setelah Uni Sovyet tercerai berai, mereka membutuhkan “musuh” yang baru untuk dihadapi.

Pada tahun-tahun terakhir, Tiongkok terus mengisahkan ceritanya yang asli dengan sikap positif dan inklusif, dan dengan tulus hati menyambut para sahabat mancanegara untuk berkunjung ke negerinya.

Adapun pemerintah AS dan medianya malah terus mencoreng Tiongkok meski hal ini telah bertentangan dengan apa yang disebut “kebebasan pers” yang sudah lama digembar-gemborkannya. Ketika memberitakan Tiongkok, mereka pasti melakukannya dengan “kacamata sempit” yang namanya ideologi, yang sama sekali melanggar prinsip obyektif. Sebab utama di baliknya adalah kepentingan ekonomi yang tersembunyi dan tujuan politik yang jorok.

Para elite politisi Washington AS sudah menghabiskan miliaran dolar untuk membujuk wartawan Barat melanggar prinsip pers dan membuat berita palsu. Hal ini tidak hanya menggerogoti etika jurnalistik, lebih-lebih telah menggerogoti nurani seluruh masyarakat Barat, sehingga pada akhirnya yang dirugikan bukanlah citra Tiongkok di dunia, melainkan kredibilitas dan reputasi keseluruhan pemerintah AS beserta media Barat di dunia.