24 Tahun Perayaan Imlek Secara Terbuka di Indonesia, Menandai Hubungan Tiongkok-Indonesia yang Semakin Erat

2024-03-04 09:39:28  

Bulan Februari ini, lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh dunia merayakan Tahun Baru China.

Migrasi manusia tahunan terbesar di dunia juga terjadi pada saat yang sama, karena jutaan orang melakukan perjalanan jarak jauh untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman mereka sebelum tahun baru.

Di Vietnam, Tahun Baru China disebut Tet Nguyen Dan, atau disingkat sebagai Tet, yang artinya Festival Pagi Pertama pada Hari Pertama. Di Korea Utara dan Korea Selatan, warganya merayakan Seollal, sementara di Mongolia, disebut Tsagaan sar. Di Indonesia, orang-orang biasa menyebut Tahun Baru China sebagai Imlek.

Biasanya, pada hari-hari menjelang tahun baru, keluarga Tionghoa membersihkan rumah mereka secara menyeluruh untuk membuang nasib buruk dan menyambut keberuntungan. Keluarga dan teman-teman berkumpul untuk menikmati makanan khas seperti mi, hot pot, pangsit, nian gao (kue beras manis Tahun Baru), ikan, dan jeruk, yang dipercaya membawa keberuntungan di tahun yang akan datang.

Orang-orang juga menikmati kembang api, mengenakan pakaian khusus, dan menggantungkan lentera merah untuk menandai festival ini. Selama Tahun Baru Imlek, ada tradisi memberikan amplop merah terang berisi uang (dikenal dengan nama angpao) kepada teman dan keluarga, yang melambangkan harapan dan keberuntungan di tahun yang baru.

Tahun Baru Imlek di Indonesia dirayakan di berbagai daerah. Di Jakarta, terutama di daerah yang dihuni oleh komunitas Tionghoa, jalanan menjadi semarak dengan dekorasi Imlek. Mencerminkan tema naga kayu, kantor-kantor, mal, dan pasar menampilkan simbol-simbol naga, dengan beberapa di antaranya menggunakan teknologi digital modern.

Daerah-daerah seperti Glodok di Jakarta Barat dan Pasar Lama di Tangerang, yang merupakan pusat budaya komunitas Tionghoa, dihiasi dengan berbagai dekorasi Imlek. Makanan khas Imlek, seperti jeruk mandarin, kue beras, kue lapis, dan banyak lagi, dapat ditemukan di pasar-pasar seperti Pasar Petak Sembilan, di Glodok, Tamansari, Jakarta Barat.

Para pengrajin yang membuat kue tradisional Tahun Baru Imlek (dodol Cina) semakin terlihat saat perayaan semakin dekat. Pakaian dan aksesoris cheongsam tradisional Tiongkok tidak hanya dapat ditemukan di pasar, tetapi juga dipajang di pusat perbelanjaan modern.

Di Solo, Panitia Imlek Bersama Kota Solo 2024 menyiapkan 5.000 lampion yang akan menjadi hiasan warna-warni menghiasi sepanjang Gladag – Pasar Gede. Tidak hanya lampion, panitia juga menyiapkan pesta kembang api yang meriah pada malam Tahun Baru Imlek.

Di Bali, Tourism Confucius Institute (TCI) di bawah Fakultas Pariwisata Universitas Udayana (Unud), menggelar kegiatan tahunan perayaan Tahun Baru Imlek. Mengambil tema Spring Festival 2024, kegiatan yang diisi dengan berbagai atraksi budaya Bali dan China ini, digelar di Gedung Fakultas Pariwisata Unud, Jimbaran, Rabu 7 Februari 2024.

Kegiatan tahunan ini, dihadiri Wakil Konjen Tiongkok di Denpasar, Zheng Min, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Informasi Unud, Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes., Dekan Fakultas Pariwisata, Direktur TCI Fakultas Pariwisata Unud, Direktur TCI Tiongkok, Masyarakat Tiongkok di Denpasar, dan undangan lainnya.

Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Informasi Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes., mengatakan, TCI Unud di bawah koordinasi Fakultas Pariwisata, turut merayakan tahun baru Imlek 2024.

Ia menyebutkan bahwa perayaan ini dalam rangka memperingati kolaborasi antara Indonesia dan China, khususnya Unud dengan berbagai Universitas yang ada di China. “Kita berharap melalui semangat tahun Naga Kayu tahun ini, akan memberikan kekuatan, kesejahteraan, kemakmuran untuk kita semua, dan untuk memperkuat kerjasama dengan berbagai institusi yang ada di China,” katanya seperti dikutip dari Baliprawara.com.

Di Surabaya, bangkit bersamaan dengan Tahun Naga Kayu, pertunjukan 'The Beauty of China' kembali digelar pada perayaan Imlek tahun ini. Setelah tiga tahun vakum, pertunjukan tersebut dilangsungkan di The Westin Surabaya Convention Center pada malam Tahun Baru Imlek, 9 Februari 2024. Surabaya, kota dengan populasi etnis Tionghoa yang besar, terkenal dengan perayaan Tahun Baru China dengan kemeriahan yang beragam, dan salah satu pilihan megah adalah menonton pertunjukan 'The Beauty of China' sambil menikmati makan malam mewah bersama keluarga.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga menyiapkan dekorasi dan ornamen untuk menyambut perayaan Tahun Baru Imlek 2024. Dekorasi yang disiapkan pada perayaan Imlek kali ini, berbeda dengan tahun sebelumnya, yaitu berupa naga raksasa. Ukuran naga raksasa yang dipasang di Balai Kota itu tingginya mencapai 5 meter, dengan panjang 20 meter. Pada dekorasi naga tersebut juga disematkan tulisan ‘Selamat Tahun Baru Imlek’ di bagian ekornya. 

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, dekorasi-dekorasi itu sebagai wujud Surabaya sebagai kota yang menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. 

“Saya harap toleransi di Kota Surabaya tidak hanya diucapkan secara lisan, namun juga diwujudkan di setiap menjelang peringatan hari besar keyakinan tertentu,” ujarnya seperti dikutip dari situs web Pemerintah Kota Surabaya.


Perayaan Imlek Sempat Dilarang Selama 32 Tahun

Peringatan Imlek memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Pasang surut perayaan tahun baru Imlek terjadi dari masa ke masa.

Menilik sejarah, perayaan tahun baru Imlek sempat dilarang selama 32 tahun pada masa Orde Baru, di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Presiden yang menggantikan Sukarno tak lama setelah Peristiwa G30S itu mengeluarkan 21 peraturan perundangan terkait warga keturunan Tionghoa, tidak lama setelah ia memperoleh Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret.

Pada zaman pendudukan Jepang, imlek tahun 1943 dijadikan sebagai hari libur resmi. Penetapan itu termaktub dalam Keputusan Osamu Seirei No 26 tanggal 1 Agustus 1943. Pada saat itulah, pertama kali dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, di mana Imlek menjadi hari libur resmi.

Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah Republik Indonesia juga mengizinkan perayaan tahun baru China oleh masyarakat Tionghoa.

Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat boleh mengibarkan bendera kebangsaan China dalam setiap hari raya bangsa Tionghoa. Pada tahun ajaran 1946/1947, tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya nabi Konghucu, dan Tsing Bing) dijadikan hari libur resmi.

Dikutip dari Harian Kompas, 8 Februari 2005, pada era Orde Baru, Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China.

Berdasarkan Inpres tersebut, Soeharto menginstruksikan kepada Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China. Isi dari Inpres tersebut di antaranya adalah pelaksanaan Imlek yang harus dilakukan secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan.

Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat China dilakukan secara tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Saat itulah, aktivitas masyarakat Tionghoa, termasuk dalam perayaan tahun baru Imlek menjadi dibatasi. Selama berlakunya Instruksi Presiden tersebut, peringatan tahun baru Imlek terlarang dirayakan di depan publik.

Imbas dari aturan tersebut, seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa termasuk tahun baru Imlek dan Cap Go Meh dilarang dirayakan secara terbuka. Pertunjukan barongsai dan liang liong pun dilarang dimainkan di ruang-ruang publik.

Tak hanya itu, huruf-huruf atau lagu Mandarin juga tidak boleh diputar di radio. Selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto berkuasa, aktivitas perayaan sembunyi-sembunyi ini tetap berjalan.

Berdasarkan 21 peraturan perundangan yang berlaku saat itu, istilah "Tionghoa" lalu berganti menjadi "China". Alasannya, kebijakan-kebijakan ini disebut sebagai upaya dalam proses asimilasi etnis.

Pembatasan perayaan Imlek dan tradisi keagamaan etnis Tionghoa mulai surut setelah tumbangnya Orde Baru atau pasca-Reformasi. Presiden Habibie yang menggantikan Soeharto dalam masa jabatannya yang singkat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998.

Isi dari aturan tersebut membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa. Inpres tersebut salah satunya berisi tentang penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kemudian, pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Gus Dur yang menggantikan Habibie mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.

Sejak saat itu, Imlek dapat kembali diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa. Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional

Sejak saat itu perayaan Imlek mulai dirayakan secara terbuka di kota-kota di seluruh Indonesia. Pertunjukan Barongsai menjadi suatu yang biasa ditonton masyarakat Indonesia dari berbagai suku dan agama pada saat perayaan Tahun Baru Imlek.

Masyarakat Tionghoa di Indonesia biasanya merasakan tahun Baru Imlek dengan bersembahyang di kelenteng. Adanya hari libur Nasional semakin memudahkan mereka melakukan kunjungan ke rumah sanak saudara untuk saling merayakan tahun baru Imlek.


Berdekatan dengan Penyelenggaraan Pemilu

Perayaan Tahun Baru Imlek 2024 pada 10 Februari tahun ini berdekatan dengan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia pada tanggal 14 Februari. Walaupun perayaan Imlek dirayakan secara terbuka, perayaan tahun ini tidaklah semeriah tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Tan Tjong Boe, Pembina Vihara Tanda Bakti di Jawa Barat, Imlek adalah sebuah acara yang sangat tradisional dari negara China, dan sudah menyebar ke seluruh dunia. Hari luar biasa, atau bisa disebut dengan hari kemenangan.

Imlek sama seperti hari besar agama lain, dirayakan dengan berkumpul bersama keluarga, makan makanan khas hingga bagi-bagi angpao. 

"Menu Imlek itu oriental, ada mie, ikan, ayam, sayuran atau capcay itu pasti ada. Jadi setiap makanan itu ada maknanya, sehingga kami menyajikan ini sebagai salah satu syukur," ungkapnya. 

Namun di tahun ini, lanjut Tan berdekatan dengan pesta demokrasi sehingga ada pembatasan kegiatan untuk menjaga toleransi antar umat. 

"Menyambut Imlek, saya lebih cenderung ke Kampung Toleransi. Tahun sekarang ini dihadapi pesta demokrasi, saya utamakan saling menghargai toleransi untuk meminimalisir gesekan. Intinya kita tetap mengacu kepada demokrasi," tuturnya seperti dikutip dari PortalJabar.

Pada kesempatan ini, Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin mengucapkan selamat tahun baru Imlek 2575/2024 kepada segenap warga Tionghoa di seluruh tanah air.

“Selamat Tahun Baru Imlek ke-2575 Kongzili. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan inayah-Nya dan meridai setiap ikhtiar yang kita lakukan,” tuturnya.

Terkait adanya pesta demokrasi Pemilu 2024, Wapres mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan matang dalam berdemokrasi, dewasa dalam mengelola perbedaan, serta mampu bangkit dari keterpurukan.

“Kita harus berupaya dan saling mendukung untuk tumbuh lebih kuat, mandiri, sejahtera, dan berkelanjutan. Saya mengajak semua pihak turut menyukseskan agenda nasional yang penting ini,” ujar Wapres seperti dikutip dari situs web Kementerian PAN RB.

Hariyadi Sukamdani, mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Kerja Sama Ekonomi dan Sosial Budaya Indonesia-Tiongkok (LIT), menyebutkan bahwa datangnya Tahun Naga Kayu di tahun 2024 bertepatan dengan pelaksanaan pemilu di Indonesia. Hariyadi menyatakan selama proses dan hasil pemilu tidak menimbulkan gesekan, maka tidak akan berdampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi nasional.

Sebagai Wakil Ketua LIT, Hariyadi juga menjelaskan tentang perkembangan kerja sama ekonomi dan perdagangan antara Indonesia-Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir.

“Kita mengalami banyak kemajuan ya, terutama dari sisi ekonomi, dimana program hilirisasi dengan pihak China ini berjalan dengan baik walaupun tentu ada lah hal-hal yang menjadikan negative issue. Tetapi faktanya dari hubungan bilateral kita dengan China kan menunjukkan neraca perdagangan yang semakin baik,” ujarnya seperti dikutip dari MetroTV.

Hariyadi juga menyampaikan harapannya pada Tahun Baru Imlek ini. “Harapan kami bahwa kesejahteraan dari semua masyarakat menjadi lebih baik, tentunya juga penuh dengan keberkahan, agar semua yang kita lakukan dan semua yang kita upayakan mendapatkan kemudahan dari Yang Maha Kuasa.”


Teddy Trilaksono, seorang jurnalis yang tinggal di Jakarta, Indonesia, menulis tentang bisnis, ekonomi, dan kebijakan di kawasan Asia Timur. Teddy juga merupakan asisten profesor di Sekolah Bisnis dan Ekonomi, Universitas Prasetiya Mulya, Indonesia