Menggali Inspirasi dari Perkembangan Sektor Iptek di Tiongkok

2024-03-13 09:43:20  


Penulis: Christine Susanna Tjhin

Direktur Komunikasi dan Kajian Strategis Gentala Institute

 

 

Ada banyak diskusi menarik yang terpantik dari proses politik akbar di  Beijing beberapa hari ini , yang dikenal sebagai Dua Sesi . Meski ada sejumlah pengamat yang skeptis dengan angka 5% target pertumbuhan 2024 yang disebutkan PM Li Qiang dalam laporan kerjanya, ada beberapa aspek yang justru meniupkan angin optimisme dan menarik untuk kita pelajari:

 

Aspek pertama adalah  Kekuatan Visidan Misi para pemimpin di Tiongkok:

Konsep “Kekuatan Produktif Baru  ”, yaitu kekuatan yang lahir dari terobosan inovasi iptek yang berkelanjutan dan mampu mendorong industri-industri strategis yang baru di era informasi digital  dan  Kecerdasan  Buatan  (AI).  Tiga  karakteristik  utama  dari   KPB  ini  meliputi:  teknologi  tinggi, efisiensi tinggi, dan kualitas tinggi.

Turunan darikonsep KPB tersebut adalah yang disebut sebagai “Tiga Hal Baru”, yang meliputi: Industri  Baru,  Bentuk  Bisnis  Baru  (e-commerce,  platform  ekonomi  berbagi,  dan layanan  digital), serta Model Pertumbuhan Ekonomi Baru (yang berkelanjutan dan efisien).

 

Aspek kedua adalah evaluasi komprehensif terkait kinerja ekonomi dan diplomasi Tiongkok di periode sebelumnya.

 

Kita bisa memahami kekhawatiran banyak pihak terkait lesunya kinerja ekonomi Tiongkok terutama yang terkait  dengan  komplikasi  sektor  properti  domestik,  pengelolaan  hutang,  lemahnya  permintaan  luar negeri di masa pemulihan paska pandemi, tekanan geopolitik dari AS dan para sekutunya (Jepang, Uni Eropa, Australia, dll).

 

Namun  jika  kita  ingin  mendapat  evaluasi  yang  komprehensif,  kita  perlu  menengok  pada  sektor  lain, seperti turisme, energi hijau dan kendaraan listrik, ada banyak catatan positif yang bisa kita gali. Saya mengangkat   sektor   ini   karena    mereka   sangat    relevan   dengan   Indonesia.    Bukan   hanya   sekedar meneladani tapi juga layak dikembangkan untuk memperkuat hubungan Indonesia dengan Tiongkok.

 

Menurut  Kementerian  Budaya  dan  Pariwisata  Tiongkok, angka  kunjungan wisata domestik mengalami kenaikan 34,3 persen dibanding tahun sebelumnya dengan jumlah mencapai 474 juta perjalanan. Total pengeluaran  wisatawan  mengalami  kenaikan  sebesar  47,3  persen  dan  menembus  632,68  miliar  yuan (sekitar 1,4 kuadriliun rupiah). Wisatawan Tiongkok yang keluar negeri tercatat sekitar 3,6 juta perjalanan.

 

Berdasarkan studi Gentala Institute, pasar perjalanan wisata keluar Tiongkok diproyeksikan mencapai 1,17 triliun yuan  (sekitar  2,54  kuadriliun  rupiah)  di  tahun  2024.  Meski  kemungkinan  belum  akan memecah rekor  yang  pernah  dicapai  pra-pandemi,  namun  angka  tersebut  merupakan  dua  kali  lipat  dari  tahun sebelumnya.

 

Singapura  dan  Thailand  tahun  ini  akan  menjalankan  peraturan  bebas  visa  baru  dengan  Tiongkok. Sayangnya, Indonesia hingga saat ini masih dalam proses menyelaraskan aturan visa dengan Tiongkok. Selain itu, berdasarkan survei online Global Times, Indonesia belum masuk dalam 10 destinasi terkondang sepanjang Imlek 2024. Masih banyak PR yang harus kita selesaikan terkait dengan hubungan kita dengan Tiongkok ini.

 

Agar selaras dengan semangat Tiga  Hal  Baru yang  didengungkan dari ajang  Dua Sesi,  maka saya akan mengangkat Tiga Hal terkait perkembangan Iptek di Tiongkok yang bisa Indonesia pelajari.

 

Hal-halyangbisa dipelajari dari Tiongkok terkait dengan inovasidalam bidang iptek:

1. Transformasi Ekonomi Digital:

 

Transformasi   ekonomi   digital   Tiongkok   selama   dua   dekade   terakhir   merupakan   salah   satu   kisah pengentasan  kemiskinan  yang   paling  luar  biasa  di  dunia.   Indonesia  dapat  belajar  dari  pendekatan Tiongkok terhadap e-commerce, solusifintech, dan pasar digital Tiongkok.

Tiongkok berhasil membangun salah satu ekosistem investasi digital dan start-up paling aktif didunia.1 Kisah sukses yang paling menonkol meliputi, realitas virtual, kendaraan otonom, 3-D printing, robotika, drone, dan kecerdasan buatan (AI).

 

Saat ini, Tiongkok adalah pasar e-commerce terbesar didunia yang telah menyumbang lebih dari 40% nilai transaksi   global.    Pembayaran   mobile   juga    merupakan   arena    unggulan   Tiongkok,    di   mana    nilai transaksinya 11 kali lipat dari transaksi di AS. Dari 262 unicorn (perusahaan start-ups bernilai >$1 milliar), sepertiganya berasaldari Tiongkok dan menguasai 43% dari nilai keseluruhan 262 perusahaan tersebut.

Tiga jawara Internet Tiongkok - Baidu, Alibaba, dan Tencent - atau yang secara kolektif dikenal sebagai BAT - telah mengembangkan ekosistem digital multi-aspek dan multi-industri yang menyentuh hampir setiap aspekkehidupan konsumen yang bermuara di Tiongkok namun melibatkan konsumen global.

 

2. Pengarusutamaan Teknologi dan Inovasi:

 

Tiongkok    telah     berhasil     mengarusutamakan     teknologi     dan    inovasi     tidak     hanya     ke     dalam perekonomiannya, tetapi juga ke dalam kehidupan bermasyarakat secara meluas. Pendekatan inidapat membantu  Indonesia  keluar  dari  perangkap  pendapatan  menengah  dan  menciptakan  perekonomian berbasis inovasi yang inklusif.

 

Jika kita melihat data terakhir dari UNESCO, pengeluaran pemerintah Tiongkok untuk sektor pendidikan tercatat sebesar 3.3% dari  Produk  Domestik  Bruto  (PDB).  Ini  artinya, Tiongkok menghabiskan 3.3% dari pendapatan  nasionalnya  untuk  pendidikan.  Indonesia  mencatat  3%  dari   PDB.  Untuk  sektor  riset  dan pengembangan,   Tiongkok    mengeluarkan   2.5%    dari    PDB   sedangkan    Indonesia    hanya   0,28%    dari pendapatan nasionalnya. Tambahan lagi, pemerintah Tiongkok dengan giat mendorong sektor swasta untuk lebih mengerahkan sumberdaya nya untuk riset dan pengembangan. PM Li Qiang dalam kunjungan kerjanya ke pelbagai wilayah di Tiongkok sejak tahun lalu selalu menekankan hal inidi hadapan para aktor ekonomidi Tiongkok.

 

 

3. Kerangka Hukum untuk Inovasi menuju Sektor Manufaktur Maju:

Tiongkok  telah  merevisi  undang-undangnya  untuk  memajukan  inovasi  dalam  ilmu  pengetahuan  dan teknologi.   Indonesia  dapat   belajar  dari   pendekatan   ini  untuk  menciptakan  kerangka  hukum  yang mendukung inovasi.

 

Rencana  Tiongkok   untuk   mengembangkan   sektor   manufaktur   maju   adalah   tema   utama   strategi ekonominya.  Indonesia  dapat  belajar  dari  pendekatan  ini  untuk  meningkatkan  sektor  manufakturnya sendiri.

 

Apa relevansinya dengan Indonesia?

 

Selain kita perlu meneladani dan mencoba menerapkan pelajaran dari kemajuan positif di Tiongkok, kita juga harus menyelaraskan hubungan bilateral kita dengan kebutuhan strategis nasional Indonesia.

 

Selama lebih dari satu dekade terakhir, Indonesia berusaha untuk mengubah struktur ekonominya dari ekonomi berbasis konsumsi menjadi ekonomi berbasis ekspor dengan sektor industri manufaktur yang kuat.  Sejumlah  riset  dari  LPEM  UI,  INDEF,  misalnya,  justru   mengindikasikan  bahwa  ada  resiko  de- Industrialisasi (atau pelemahan sektor industri) di Indonesia.

 

Sedangkan  kita  melihat   ke  Tiongkok  dan  melihat  potensi   pasar  ekonomi   digital  yang   begitu  masif. Bagaimana kita mendorong kapasitas Indonesia untuk penetrasi pasar ekonomi digital Tiongkok?

 

Di saat yang sama, Tiongkok justru ingin mengubah struktur ekonominya dari ekonomi berbasis ekspor, menjadi berbasis konsumsi. Ada potensi sinergidi sana dengan Indonesia.

 

Investasi  dari  Tiongkok  harus  diarahkan  untuk  bisa  mentransfer  teknologi  dan  inovasi  mereka  untuk memperkuat sektor industri di Indonesia, agar bisa menciptakan produk berkualitas khas Indonesia yang nantinya akan dikonsumsi oleh masyarakat  Tiongkok.