Jajak Pendapat CGTN: “Demokrasi Amerika” Membawa Kekacauan ke Dunia

2024-03-17 17:07:28  

Amerika Serikat mengekspor “standar demokrasi” dan mengupayakan “transformasi demokrasi” di seluruh dunia, yang menyebabkan ketidakstabilan, konflik, dan bencana. Menurut jajak pendapat global yang diluncurkan oleh CGTN dan Renmin University of China melalui New Era Institute of International Communication, responden global sangat tidak puas dengan terus menerusnya Amerika Serikat memanfaatkan isu demokrasi untuk menekan negara lain demi keuntungan mereka sendiri, serta untuk memperburuk perpecahan dunia dan konflik antar kubu.

Ekspor demokrasi AS menyoroti sifat hegemoninya

Demokrasi adalah nilai bersama yang dianut oleh seluruh umat manusia yang tidak boleh digunakan untuk memajukan kepentingan geopolitik dan menghambat pembangunan manusia. Amerika Serikat telah lama memprivatisasi konsep “demokrasi” untuk mempertahankan hegemoninya. Di bawah panji "demokrasi", AS menghasut pemisahan diri dan konfrontasi serta melemahkan sistem yang berpusat pada PBB dan tatanan yang berdasarkan hukum internasional.

Menurut survei tersebut, 71 persen responden global mengkritik AS karena mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan menindas negara lain dengan kedok “demokrasi”. Sebanyak 62,3 persen responden menyatakan sangat tidak puas terhadap perilaku hegemoni Amerika Serikat yang menyalahgunakan sanksi dan paksaan ekonomi.

Selain itu, untuk mempertahankan hegemoninya, AS telah menghasut “revolusi warna” selama beberapa dekade terakhir, menciptakan perpecahan dan konfrontasi serta menyebabkan pergantian rezim di beberapa negara, yang telah terjerumus ke dalam kekacauan politik, kemerosotan ekonomi, dan kesulitan hidup. penghidupan masyarakat.

Dalam survei tersebut, hampir 70 persen (68%) responden global sangat khawatir dengan sejarah panjang AS yang menghasut “revolusi warna” dan mengobarkan “perang proksi” di seluruh dunia. 65,8 persen responden sangat menentang upaya memaksa negara lain mengubah sistem politiknya melalui revolusi dan agresi.

"Suar Demokrasi" Menarik Kritik Global

Meskipun Amerika Serikat mengklaim sebagai "mercusuar demokrasi", semakin banyak orang di seluruh dunia yang percaya bahwa demokrasi harus mempunyai bentuk yang berbeda-beda tergantung pada pola politik, ekonomi, dan budaya masing-masing negara. Amerika Serikat sudah lama tidak lagi menjadi “model” demokrasi. Apakah suatu negara demokratis atau tidak, dan bagaimana mewujudkan demokrasi dengan lebih baik, harus ditentukan oleh rakyatnya, bukan oleh negara lain.

Berdasarkan jajak pendapat tersebut, 84,3 persen responden global percaya bahwa demokrasi hadir dalam berbagai cara di berbagai negara dan budaya. Tidak ada model demokrasi yang unggul atau sistem politik yang universal. Sebanyak 84,8 persen responden berpendapat bahwa dalam menentukan suatu sistem politik, suatu negara harus mempertimbangkan sejarah, budaya, dan kondisi nasionalnya. Sebanyak 80,3 persen responden meyakini keberadaan berbagai peradaban di dunia berdampak positif terhadap perkembangan dunia. 79,5 persen responden menyatakan penolakan keras terhadap upaya Amerika Serikat untuk mencapai hegemoni dalam skala global di bawah bendera “demokrasi”. Sebanyak 86,8 persen responden mendesak Amerika Serikat untuk mengakhiri praktik hegemoniknya sesegera mungkin. Ketika berhadapan dengan negara lain, harus didasarkan pada konsep saling menghormati dan mencari titik temu dengan tetap menjaga perbedaan.

Data yang disajikan di atas mencakup tiga jajak pendapat global, termasuk jajak pendapat “Impressions of America”, dengan total responden 39.315 dari 32 negara di seluruh dunia, mulai dari negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, Spanyol, dan Jepang hingga negara-negara berkembang seperti Brazil, Argentina, Afrika Selatan, Malaysia, Peru, dan Pakistan.