Mau Tawar-menawar dengan Tiongkok, Blinken Mulai Kunjungan Kedua Kalinya ke Tiongkok

2024-04-24 11:21:09  

Menteri Luar Negeri Tiongkok Antony Blinken melakukan kunjungannya yang kedua kali ke Tiongkok pada hari Rabu (24/4). Menjelang keberangkatannya, pihak AS berupaya mendorong tokoh-tokoh yang mengetahui serta para awak media untuk menggembar-gemborkan sebuah topik untuk menambah poinnya dalam perundingan dengan Tiongkok nanti.

Namun masyarakat sangat meragukan apakah modulnya itu dapat berhasil.

Menurut laporan media asing, Antony Blinken kali ini akan mengemban misi yang sama seperti Menteri Keuangan AS Janet Yellen untuk membicarakan “kelebihan kapasitas produksi” Tiongkok.

Terkait topik tersebut, Janet Yellen dalam kunjungannya ke Tiongkok belum lama yang lalu telah memberikan alasannya, yakni kapasitas produksi Tiongkok sudah jauh melebihi permintaan domestik Tiongkok, juga melampaui daya tampung pasar global. Menurut Yellen, kelebihan kapasitas akan mengakibatkan ekspor masif dengan harga rendah, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian terhadap perusahaan dan buruh AS dan negara lain.

Argumentasi Yellen tersebut dinyatakan sejumlah analis ekonomi AS sulit dimengerti. Mereka berpendapat bahwa wacana Yellen tersebut bertentangan dengan teori pokok ilmu ekonomi yang dibanggakan Barat selama 200-an tahun yang lalu. Adapun laporan media AS yang menyoroti “ kelebihan kapasitas” Tiongkok terfokus pada sektor semi konduktor pada 2022. Akan tetapi, dari 2023 sampai sekarang, sorotan media AS terhadap apa yang disebut sebagai “kelebihan kapasitas” Tiongkok bergeser ke “produk energi baru” buatan Tiongkok, dengan mobil energi baru (EV) menjadi sasaran utamanya.

Pada 4 April lalu, Perwakilan Dagang AS Katherine Tai menyatakan, AS dan Uni Eropa hendaknya bersama “mengoreksi langkah-langkah yang tidak menguntungkan pasar dinamisnya”.

Sebab pemerintah Biden memilih tahun 2024 untuk memulai “investigasi” terhadap Intelligent Connected Vehicle (ICV) buatan Tiongkok justru karena daya saing para produsen AS sudah jauh ketinggalan untuk memenuhi permintaan pasar. Dengan “taktik” ini, mereka ingin membendung dan menindas perkembangan Tiongkok yang unggul di sejumlah sektor industri.

Tujuannya adalah untuk berupaya menjelma keunggulan Tiongkok di sektor tertentu menjadi “kelemahan” dengan menjeleknya sebagai “ancaman”. Maksudnya bersifat sangat jahat karena ingin merusak titik tolak yang menjadi tumpuan pembangunan Tiongkok.

AS mengira dengan tawar-menawar melalui “taktik” tersebut maka Tiongkok akan surut keyakinan dirinya. Akan tetapi, dengan tingkah lakunya seperti itu, bukankah sudah terbukti bahwa Tiongkok tengah menempuh di jalan yang tepat?