Empat Kesalahan dari Gembar-gembor “Kelebihan Kapasitas Produksi”

2024-04-25 14:57:55  

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken memulai kunjungannya ke Tiongkok pada hari Rabu kemarin. Menjelang keberangkatannya, pihak AS sengaja membocorkan tujuannya berkunjung ke Tiongkok, yakni untuk menyatakan keprihatinan AS terhadap “kelebihan kapasitas” Tiongkok di sektor energi baru. Untuk sementara waktu yang lalu, AS terus menggembar-gemborkan isu “kelebihan kapasitas” dan menjadikannya sebagai instrumen terbaru “perang kognitif ekonomi”. Sekarang, mari kita analisa hal tersebut.

Pertama, sebagian orang di AS menghubungkan kapasitas produksi dengan perdagangan internasional, dan berpendapat bahwa membludaknya ekspor berarti kelebihan kapasitas produksi. Kesalahan yang didapati dari kesimpulan itu ialah mereka telah salah menyamakan ekspor produk dengan “kelebihan kapasitas”, yang ternyata tidak sesuai dengan nalar sehat ekonomi, juga bertentangan dengan tren globalisasi.

Dalam sistem ekonomi dengan tingkat pembagian kerja yang tinggi di dunia, output dan permintaan tidak boleh terbatas di satu negara atau daerah tertentu. Dilihat dari praktik masing-masing negara, gejala seperti kapasitas produksi di sektor tertentu yang melebihi permintaan domestik banyak ditemukan dan lumrah saja, dan oleh karenanya, ekspor pun menjadi hal yang normal. Misalnya chip buatan AS dan mobil buatan Jerman, 80 persen di antaranya diekspor. Adapun jet penumpang keluaran Boeing dan Airbus juga diekspor dalam jumlah besar. Jika kita juga berpikir menurut logika sejumlah orang di AS, maka kita pun akan bertanya, apakah ekspor Barat ke Asia sama dengan kelebihan kapasitas? Andaikata produksi hanya bisa dilakukan untuk memenuhi permintaan sendiri atau hanya untuk satu negara, maka mana mungkin ada perdagangan antar negara?

Barangkali demi menutupi kesalahan logikanya, maka sebagian orang di AS sengaja mengalihkan sorotan ke kapasitas Tiongkok di bidang energi baru yang menurutnya juga terjadi kelebihan kapasitas. Apakah benar begitu? Biarkanlah data yang berbicara. Menurut perhitungan Badan Energi Internasional, untuk mewujudkan target netralitas karbon pada tahun 2030, diperlukan 45 juta unit mobil energi baru (NEV) dan 820 gigawatt kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya, yang masing-masing adalah 4,5 dan 4 kali lipat dari tahun 2022.

Nyata sekali, kapasitas produksi saat ini masih belum dapat memenuhi permintaan pasar. Sebagai pasar energi terbarukan terbesar di dunia dan negara utama manufaktur, kapasitas bermutu tinggi Tiongkok bukan kelebihan, melainkan sangat dibutuhkan oleh dunia.

Produk-produk energi baru Tiongkok dapat menciptakan keunggulan komparatif bukanlah karena mengandalkan subsidi pemerintah, melainkan hasil inovasinya sendiri, yang didukung oleh rantai produksi dan rantai pasokan yang lengkap, serta pasar super besar dan SDM yang melimpah.

Dilihat dari tatanan politik, tahun ini AS akan menggelar pemilihan presiden. Seorang pemimpin AS berkoar akan mengambil tindakan terhadap mobil listrik Tiongkok. Ia menyatakan hal itu di salah satu negara bagian yang menjadi basis industri otomotif. Ternyata, AS menggembar-gemborkan “kelebihan kapasitas” produksi untuk mencari alasan melakukan proteksionisme, sekaligus memperoleh lebih banyak suara dukungan dari para pemilih.

Jika dianalisa secara mendalam, maka di balik gembar-gembor “kelebihan kapasitas” tersebut tersembunyi mentalitas perang dingin serta logika hegemoni yang mengakar cukup kuat di AS. Sedangkan dari perspektif lain, bukankah hal itu mencerminkan kemerosotan hegemoni AS?