Yang Disebut-sebut sebagai “HAM ala AS” Sebenarnya adalah Hak Istimewa dan Hegemoni

2024-05-30 16:30:02  

Data yang dipublikasikan oleh Pusat Studi Kesehatan Universitas Rutgers Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menunjukkan bahwa sekitar 60% warga AS keturunan Afrika menghadapi berbagai bentuk kekerasan senjata. Para peneliti menunjukkan, hasil survei tersebut telah membuktikan bahwa kelompok warga AS keturunan Afrika sedang mengalami penderitaan yang tak berujung.

Sebenarnya, hal tersebut hanya merupakan sebagian kecil dari kekacauan HAM AS yang sesungguhnya. Rasisme yang mengakar mendalam, kesenjangan antar kelompok kaya dan miskin semakin besar, perselisihan dan pertarungan antar parpol terus berlangsung, xenofobia dan diskriminasi terhadap kaum migran pun semakin serius. Laporan Pelanggaran HAM AS tahun 2023 yang dipublikasikan oleh pihak resmi Tiongkok pada hari Rabu kemarin (29/5) telah mengungkap fakta dan kenyataan pelanggaran HAM AS kepada dunia dengan sejumlah besar data dan kasus nyata.

Dengan kekerasan senjata sebagai contoh. Berdasarkan statistik “Arsip Kekerasan Senjata”, setidaknya telah terjadi 654 insiden penembakan berskala besar di AS pada tahun 2023. Sekitar 43 ribu orang tewas dalam kekerasan senjata, rata-rata per hari terdapat 117 orang tewas. Laporan tersebut menunjukkan, para politikus hanya memedulikan uang dan kepentingan politiknya, sulit mencapai kesepahaman seputar pengendalian senjata, akhirnya rakyat sipil yang menjadi korban.

Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh mekanisme pakar independen internasional di bawah Dewan HAM PBB menunjukkan, rasisme sistemik yang secara khusus menargetkan keturunan Afrika sudah merambah ke dalam kepolisian dan sistem peradilan pidana AS. Kemungkinan tewasnya warga keturunan Afrika oleh polisi 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit putih, sementara kemungkinan penahanannya 4,5 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit putih.

Tidak hanya itu, kesenjangan antar kelompok kaya dan miskin di AS telah mencapai keadaan paling serius sejak Depresi Besar tahun 1929. Data telah menunjukkan bahwa pada kuartal ketiga tahun 2023, sebesar 66,6% total kekayaan AS dikantongi oleh 10% kelompok berpendapatan tertinggi. Sementara itu, sebesar 50% kelompok berpendapatan terendah hanya memiliki 2,6% dari total kekayaan AS. Pada tahun 2023, di AS terjadi aksi mogok kerja dengan dampak terluas sejak abad ke-21, di sejumlah besar industri sepeti perfilman, manufaktur, medis dan media pun muncul aksi mogok kerja.

Hasil survei Gallup telah menunjukkan, dari bulan Januari hingga Desember tahun 2023, terdapat 76% hingga 81% warga AS tidak puas terhadap keadaan pembangunan negara, sebesar 76% warga AS berpendapat bahwa negaranya sedang berada pada arah pembangunan yang salah.

Dari perspektif mendalam, penyebab menurunnya keyakinan masyarakat AS terutama diakibatkan oleh politik uang dan perselisihan parpol yang sudah lama ada di AS. Dewasa ini, demokrasi ala AS semakin berongga dan berubah menjadi permainan peralihan kepentingan.

Selain itu, fenomena polarisasi politik yang semakin serius justru mengintensifkan perpecahan masyarakat AS, dan lebih lanjut menggoyahkan keyakinan masyarakat AS. Salah satu peristiwa penting tahun 2023 adalah, ketua dewan perwakilan AS yang baru terpilih setelah melalui 15 kali pemungutan suara.

Hak istimewa internal, dan mengekspor hegemoni ke luar. Mulai dari secara konsisten menyediakan amunisi tandan kepada Ukraina dan menyediakan sejumlah besar bantuan militer kepada Israel, sampai mengenakan sanksi sepihak secara semena-mena kepada sejumlah negara seperti Kuba, Iran dan Suriah dalam jangka panjang, pemerintah AS menggunakan HAM sebagai alasan untuk mengintervensi urusan dalam negeri negara lain, dan menjadikan HAM sebagai senjata untuk mempertahankan hegemoni ala AS, sehingga mengakibatkan krisis kemanusiaan yang serius dan merusak usaha HAM global. Jubir Majelis Umum PBB ke-78 pada tanggal 1 November tahun 2023 menunjukkan bahwa blokade ekonomi, bisnis dan keuangan yang dilakukan oleh AS kepada Kuba telah melanggar Piagam PBB, dan telah mengakibatkan pengaruh destruktif kepada rakyat Kuba.

Masyarakat sudah menyadari, bahwa apa yang disebut sebagai “HAM ala AS” tersebut hanyalah hak istimewa yang dinikmati oleh segelintir orang AS, dan tindakan hegemoni yang mereka lakukan dengan semena-mena. Bertolak dari tindakan-tindakan buruk mereka, “HAM” yang sering digembar-gemborkan oleh sejumlah politikus AS justru sangat ironis, yan