Mengapa Perlindungan HAM di Tiongkok Mendapat Tepuk Tangan Meriah di PBB

2024-07-06 11:35:02  

Pada 4 Juli 2024 waktu setempat, Dewan HAM PBB secara bulat mengadopsi laporan yang disampaikan oleh Tiongkok dalam Ulasan Periodik Universal (UPR) putaran ke-4 di markas besar PBB di Jenewa, Swiss. Tepuk tangan meriah memenuhi ruangan. Banyak perwakilan menyatakan ucapan selamat kepada delegasi Tiongkok. Sebenarnya, jauh pada UPR putaran ke-4 yang berlangsung pada Januari lalu, di ruang pertemuan kerap kali terdengar ucapan seperti “antusias menyambut” atau “berterima kasih atas laporan yang disampaikan oleh Tiongkok”. Sebanyak 120 negara sepenuhnya menyatakan penghargaan atas upaya Tiongkok dalam memberdaya dan melindungi hak asasi manusia. Mayoritas negara yang berpidato dalam peninjauan tersebut segera memberikan penilaian “terbuka, tulus dan sangat efisien” terhadap hasil yang dicapai Tiongkok dalam perlindungan HAM.

Dari mana kebulatan pendapat tersebut? Fakta telah memberikan jawabannya. Selama bertahun-tahun terakhir, Tiongkok selalu menyoroti hak kelangsungan hidup dan hak pembangunan sebagai hak asasi manusia pokok dan utama, dengan kreatif mengajukan “kelangsungan hidup adalah dasar dari segala HAM, dan kebahagiaan rakyat adalah HAM terbesar”. Kemajuan yang dicapai Tiongkok dalam perlindungan HAM, dari penyelesaian kemiskinan absolut secara historis hingga pembangunan masyarakat sejahtera, sampai pembentukan sistem pendidikan, jaminan sosial dan jaminan kesehatan yang berskala paling besar di dunia serta pembentukan jaringan 5G, telah mendapat pengakuan merata seluruh dunia.

HAM bukanlah hak istimewa yang dimiliki sejumlah orang tertentu, melainkan hak yang dimiliki semua orang secara setara. Di Tiongkok yang multi etnis, hal itu tercermin dengan nyata. Warga etnis minoritas di Tiongkok tidak hanya memiliki kebebasan beragama, juga sepenuhnya memiliki hak untuk menggunakan dan mengembangkan bahasa dan aksaranya sendiri. Di Lhasa, warga bisa melakukan perjanjian medis dengan bahasa Tibet. Di sebuah kuil di Shigatse, sejumlah kitab bersejarah lama telah dilindungi dengan teknologi digitalisasi. Dengan menggunakan teknologi informasi, aksara Tibet yang kuno telah memasuki zaman kecerdasan dan digitalisasi bersama dunia.



Sementara itu, semakin banyak sahabat internasional yang berkunjung ke Tiongkok untuk mengetahui Tiongkok. Mereka tidak lagi tertipu oleh “narasi HAM” Barat. Baru-baru ini, seorang warganet dalam komentarnya di sebuah platform medsos menulis, “Sini sangat bersih, bebas dari senjata, setiap orang terlihat relaks dan tenang, dan inilah hal yang wajar yang semestinya terlihat di setiap negara.” Baru-baru ini, sejalan dengan diberlakukannya kebijakan yang memfasilitasi kunjungan WNA ke Tiongkok, di platform medsos luar negeri telah muncul demam “berkunjung ke Tiongkok”. Rasa aman yang tinggi beserta kereta cepat, drone pengiriman dan mobil listrik, kesemua itu sangat dikagumi para wisman yang berkunjung ke Tiongkok. “Lho apa yang kita dengar dulu semuanya bohong dan hoaks!”. Justru di latar belakang itulah, tepuk tangan meriah bergemuruh di ruang pertemuan Dewan HAM PBB saat berlangsungnya Peninjauan Periodik Universal (UPR). Suara tepuk tangan meriah tersebut merupakan pukulan telak terhadap pencorengan yang selama ini dilakukan Barat terhadap HAM Tiongkok.

Dalam perlindungan HAM tiada batas selain kemajuan. Kini Tiongkok tengah mendorong pembangunan modernisasi ala Tiongkok. Ini tidak hanya akan memberikan manfaat terhadap rakyat Tiongkok dan rakyat sedunia, tapi juga telah memperkaya pola perkembangan HAM. Peninjauan Berkala Universal atau UPR hanyalah salah satu ruas dari jalan pembangunan HAM Tiongkok. Lebih banyak kisah menarik terkait perlindungan HAM di Tiongkok masih berlanjut. Bersamaan dengan itu, upaya yang dilakukan Tiongkok dan negara-negara lain untuk mendorong usaha HAM dunia akan terus berlanjut.