Gunakan Tiongkok sebagai Alasan, NATO Sulit Wujudkan “Impian Asia Pasifiknya”

2024-07-10 11:03:15  

KTT NATO dijadwalkan dibuka di Washington AS pada tanggal 9 Juli waktu setempat. Tahun ini adalah tahun ke-75 sejak NATO berdiri. Pihak AS mengklaim bahwa “ini adalah KTT NATO yang paling ambisius sejak berakhirnya Perang Dingin”. Namun, mirip dengan KTT dalam tiga tahun terakhir ini, agenda konferensi kali ini tidak memiliki sesuatu yang baru, masih tetap sama dengan yang sebelumnya, termasuk peningkatan kekuatan militer, bantuan terhadap Ukraina, dan rencana kemitraan global. Dalam jumpa pers sebelum KTT kali ini, Sekjen NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa pihaknya perlu bekerja sama erat dengan mitranya di kawasan Indo-Pasifik untuk menghadapi berbagai negara termasuk Tiongkok. Berbagai media menganggap, NATO sebenarnya ingin mencampuri urusan Asia Pasifik dan memelihara hegemoni ala AS dengan menggunakan Tiongkok sebagai alasan.

Sebagai peninggalan Perang Dingin dan kelompok militer terbesar di dunia, sejak berdirinya, NATO telah menjadi alat AS untuk melawan, mengontrol dan menyisihkan negara lain. Selama Perang Dingin, dengan dominasi AS, NATO menghambat bekas Uni Soviet dengan mengontrol negara-negara Eropa Barat. Setelah Perang Dingin berakhir, NATO mulai mengesampingkan Rusia dengan mengontrol negara-negara Eropa. Dalam belasan tahun terakhir ini, AS mengalihkan fokus strategi globalnya ke Asia Pasifik, dan menganggap Tiongkok sebagai pesaing strategisnya. NATO mengikuti jejak AS, bermaksud menerobos batas-batas pertahanan Eropa dan memperluas tentakelnya ke Asia Pasifik. Ini adalah kecenderungan yang sangat berbahaya.

Dunia luar mencatat, di bawah tongkat perintah AS, pernyataan KTT NATO dalam beberapa tahun terakhir ini yang menggembar-gemborkan “ancaman Tiongkok”, berupaya menjadikan Tiongkok sebagai “musuh imajiner”, dan memaksa negara-negara di Asia Pasifik untuk memihak. Pemimpin Jepang, Korea Selatan dan Australia telah berpartisipasi dalam KTT NATO secara reguler. AS juga bersama dengan beberapa negara NATO menggembar-gemborkan masalah Laut Tiongkok Selatan (LTS), masalah Selat Taiwan, dan apa yang disebut sebagai “kebebasan pelayaran”, serta menghasut konfrontasi antar negara-negara Asia Pasifik. Semua ini adalah persiapan untuk mempercepat proses intervensi terhadap urusan Asia Pasifik dengan menggunakan metode militer.

 AS tampaknya terus beraksi untuk menciptakan “NATO versi Asia Pasifik”. Namun sebenarnya, “peninggalan Perang Dingin” ini sulit berjalan dengan baik di dalam maupun di luarnya, dan sulit membentuk “pengepungan” di Asia yang ditujukan kepada Tiongkok, mereka tak mungkin dapat membentuk kerangka keamanan yang baru di kawasan Asia Pasifik. Yang pertama, mayoritas negara Asia Pasifik tidak menerima juga tak menyambut mereka. Yang kedua, anggota NATO yang menentang pembentukan “NATO versi Asia Pasifik” juga tidak sedikit.

Roda sejarah terus bergulir. Bagaimana pun NATO berupaya, sulit menutupi fakta bahwa NATO adalah organisasi yang ketinggalan zaman dan menjijikkan, sulit menutupi fakta bahwa NATO sulit berjalan baik di dalam maupun di luarnya, sulit menutupi fakta bahwa NATO sendiri adalah sumber ancaman bagi kestabilan global. Strategi NATO yang bermaksud mencampuri urusan Asia Pasifik adalah sebuah rancangan yang memicu perpecahan, konflik bahkan peperangan, dan hanya melayani hegemoni AS. Tindakan NATO berlawanan dengan arus sejarah dan pasti akan gagal pada akhirnya.