NATO Tolak Bertanggung Jawab atas Krisis Ukraina dan Berangan Mengalihkan Kesalahannya pada Tiongkok

2024-07-12 15:10:46  


 

KTT Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) merilis deklarasinya di Washington, AS pada hari Kamis (10/7) waktu setempat. Dengan latar belakang strategi AS untuk menghambat Tiongkok, Deklarasi NATO tersebut melancarkan serangan yang berniat buruk terhadap Tiongkok. Deklarasi tersebut menyebut Tiongkok menimbulkan tantangan terhadap kepentingan, keamanan dan nilai NATO, memfitnah Tiongkok sebagai “pendukung definitif” bentrokan Rusia-Ukraina, serta telah menimbulkan tantangan sistematis terhadap keamanan transatlantik. Sebagai biang kerok bentrokan Rusia-Ukraina, NATO tidak melakukan introspeksi atas kesalahannya, malah melimpahkan tanggung jawabnya kepada Tiongkok yang sejak awal menganjurkan perundingan damai. Dengan demikian terungkaplah sekali lagi hakikat NATO sebagai “momok peninggalan Perang Dingin”.

Hingga saat ini, bentrokan Rusia-Ukraina telah berlarut-larut selama hampir dua setengah tahun. Mengenai sebab terjadinya tragedi tersebut, introspeksi diri masyarakat internasional semakin tenang dan bijaksana, semakin banyak orang menyadadari bahwa NATO yang terus melakukan ekspansi ke Timur pasca Perang Dingin dengan dominasi AS adalah biang kerok bentrokan Rusia-Ukraina. Dilihat dari sesi geopolitik, AS “menimbulkan” bentrokan tersebut untuk memperlemah Rusia sekaligus menguasai Eropa. Setelah bentrokan Rusia-Ukraina meletus, negara-negara Barat, terutama AS, dengan giat menghasut dan mengobarkan api perang seraya tak henti-hentinya memberikan bantuan militer kepada Ukraina dan menjatuhkan beragam sanksi terhadap Rusia. Akan tetapi, Rusia tidak mau menyerah, malah menjerumuskan Ukraina ke dalam jurang perang, sehingga mengakibatkan Eropa menanggung akibat dalam bidang politik, ekonomi dan keamanan.

Pada akhir Mei lalu, NATO berkomitmen untuk setiap tahun menyediakan dukungan militer jangka panjang minimal 40 miliar Euro kepada Ukraina untuk melawan invasi Rusia. Dalam KTT di Washington kali ini, NATO mengumumkan, dalam beberapa bulan ke depan, pihaknya akan memberikan bantuan tambahan kepada Ukraina, termasuk 5 unit sistem pertahanan udara Patriot beserta puluhan unit sistem pertahanan udara taktis. Nyata sekali, NATO sudah siap mendorong berlangsungnya bentrokan Rusia-Ukraina dalam jangka panjang untuk memperlemah Rusia.

Untuk menutupi tanggung jawabnya dalam bentrokan Rusia-Ukraina, NATO terus memutar otaknya dan menemukan sebuah akal yang jahat, yakni dengan merekayasa informasi palsu dan merilis narasi fiktif untuk melimpahkan kesalahannya kepada Tiongkok sebagai “kambing hitam”. Menjelang pembukaan KTT NATO di Washington, NATO berulang kali menuding dan mengancam Tiongkok, mencoreng kerja sama ekonomi dan perdagangan Tiongkok dan Rusia, serta memfitnah Tiongkok telah memberikan dukungan militer kepada Rusia. Sejumlah politikus Barat bahkan berkoar bahwa kunci penyelesaian bentrokan Rusia-Ukraina berada di tangan Tiongkok. Namun faktanya ialah, Barat terutama AS sampai sekarang masih belum menunjukkan bukti substansial apa pun untuk mendukung argumentasinya. Bahkan penanggung jawab militer AS pun mengakui bahwa Tiongkok belum memberikan bantuan militer kepada Rusia yang terlibat dalam bentrokan.

Ada analis berpendapat, AS dan negara-negara Barat lainnya memandang Rusia sebagai ancaman terbesar dan riil, dan melalui dikoneksikannya Tiongkok dengan Rusia, maka mereka bisa mencoreng citra Tiongkok dalam opini umum internasional, dan melimpahkan tanggung jawabnya kepada negara lain, bahkan dapat memprovokasi hubungan Tiongkok-Eropa dan merusak kerja sama Tiongkok dan Eropa.

Akan tetapi, modus “mengalihkan kesalahan” kepada Tiongkok tidak akan pernah membebaskan NATO dari tanggung jawabnya. Seperti apa yang diketahui umum, Tiongkok bukanlah pemicu krisis Ukraina, juga bukan pihak yang terlibat dalam krisis tersebut. Tiongkok selalu berposisi untuk menganjurkan perdamaian dan perundingan damai dalam masalah Ukraina, agar dapat diselesaikan secara politik. Posisi Tiongkok tersebut telah mendapat pengakuan dan apresiasi merata masyarakat internasional. Setelah Rusia dan Ukraina terlibat dalam bentrokan, Tiongkok tidak pernah memberikan senjata mematikan kepada pihak mana pun yang terlibat dalam bentrokan, dan selalu dengan ketat mengontrol ekspor barang-barang yang dapat digunakan untuk tujuan militer dan sipil sekaligus. Tiongkok selalu berpendapat, kedaulatan dan keutuhan wilayah setiap negara harus dihormati, asas tujuan Piagam PBB dan prinsipnya harus dipatuhi, keprihatinan keamanan rasional dari setiap negara harus dipandang penting, dan segala upaya yang menguntungkan penyelesaian krisis secara damai harus didukung.

Sejak tahun lalu, pemerintah Tiongkok sudah tiga kali mengirim utusan khususnya untuk urusan Eurasia melakukan diplomasi timbal balik demi mendorong perundingan damai. Pada Mei lalu, Tiongkok dan Brasil bersama mengumumkan enam poin kesepahaman tentang pendorongan penyelesaian politik krisis Ukraina. Dalam enam poin kesepahaman tersebut ditegaskan tiga prinsip pokok “medan perang tidak meluas, perang tidak meningkat dan tiada pihak yang mengobarkan api perang”. Kini enam poin kesepahaman tersebut telah mendapat respons positif dari seratus lebih negara. Tiongkok mendukung segala upaya yang menguntungkan penyelesaian damai krisis, siap berperan konstruktif dan bertanggung jawab demi penyelesaian krisis sedini mungkin.

Bentrokan Rusia-Ukraina sudah berlangsung lama hingga sekarang. Siapa yang memprovokasi dan mengobarkan api perang, siapa yang berusaha meraup keuntungan dari krisis ini, jawabannya sudah sangat jelas bagi masyarakat internasional. Seperti apa yang diumumkan Tiongkok, hanya apabila semua negara besar menunjukkan energi positif daripada energi negatif, bentrokan Rusia-Ukraina barulah dapat berakhir sedini mungkin.