Hari Jumat kemarin waktu setempat (26/7), wakil Tiongkok menyampaikan pidato seputar topik non proliferasi nuklir dalam sesi kedua Komite Persiapan Konferensi Peninjauan ke-11 Perjanjian Non Proliferasi Senjata Nuklir (NPT). Wakil Tiongkok menyatakan, meningkatkan sistem non proliferasi nuklir internasional, dan menghapus risiko proliferasi senjata nuklir merupakan asas dari Perjanjian Non Proliferasi Senjata Nuklir. Dewasa ini, beberapa negara pemilik senjata nuklir berpegang pada mentalitas Perang Dingin, dan terobsesi dengan persaingan antar negara besar, melakukan standar ganda dan pragmatisme pada masalah pencegahan proliferasi nuklir, serta mementingkan kepentingan pribadi geopolitiknya di atas sistem non proliferasi nuklir internasional, hal tersebut dengan serius melanggar tujuan awal pencegahan proliferasi nuklir, merusak kesepahaman dan otoritas pencegahan proliferasi nuklir, serta meningkatkan risiko proliferasi nuklir.
Menghadapi situasi dewasa ini, masyarakat internasional hendaknya berpegang teguh pada konsep keamanan bersama, dengan proses peninjauan NPT putaran baru sebagai peluang, menjaga otoritas dan efektivitas sistem non proliferasi nuklir internasional. Untuk itu, Tiongkok menekankan tiga anjuran sebagai berikut:
Pertama, menghentikan aksi yang dapat memperlemah sistem non proliferasi nuklir internasional. “program berbagi nuklir” melanggar asas dan prinsip “Perjanjian”, dan beberapa tahun terakhir ini, muncul tanda-tanda penyebarannya ke kawasan Asia Pasifik. Amerika Serikat meningkatkan “Extended Deterrence (pencegahan yang diperluas)” di kawasan Asia Pasifik, hal tersebut mengintensifkan ketegangan kawasan, serta memancing perlombaan militer dan risiko proliferasi nuklir. Negara-negara yang berpartisipasi dalam “program berbagi nuklir” dan “Extended Deterrence” hendaknya segera mengambil tindakan yang serius, menurunkan peranan senjata nuklir dalam kebijakan keamanan kolektif dan nasional, segera membatalkan penempatan senjata nuklirnya di luar negeri, dan tidak meniru aksi “Program berbagi nuklir” dalam bentuk apa pun di kawasan lainnya. Penempatan rudal jarak menengah AS di Filipina telah dengan serius melawan arus sejarah, mengancam keamanan negara-negara di kawasan, dan meningkatkan risiko kesalahpahaman, Tiongkok mendesak pihak AS untuk mengurangi risiko strategis dengan aksi riil. Kerja sama kapal selam nuklir AS, Inggris dan Australia telah memicu risiko proliferasi nuklir yang serius, serta melanggar tujuan dan asas NPT. Jika kerja sama serupa tidak ditangani dengan baik, pasti akan membuka “Kotak Pandora” proliferasi nuklir, dan mengakibatkan dampak negatif jangka panjang. Semua negara anggota lembaga hendaknya bersama--sama mendorong proses diskusi antar pemerintah yang terbuka, inklusif, transparan dan berkelanjutan, serta mengambil keputusan sesuai kesepakatan, dengan tegas mempertahankan sistem non proliferasi nuklir internasional.
Kedua, menyelesaikan masalah utama regional melalui pendekatan politik dan diplomatik. Ketegangan situasi Semenanjung Korea berakar dari pengaruh perang dingin Semenanjung Korea yang masih berlanjut, mekanisme perdamaian yang masih belum terbentuk, dan kurangnya rasa saling percaya antar berbagai pihak. Pikiran “pendekatan jalur ganda” serta prinsip “bertahap dan sinkron” tetap menjadi solusi praktis untuk mendorong proses penyelesaian masalah Semenanjung Korea melalui politik. AS hendaknya melepaskan mentalitas “intimidasi dan penindasannya”, serta menunjukkan ketulusannya untuk “berdialog tanpa syarat” dengan tindakan nyata. Perjanjian Komprehensif mengenai Masalah Nuklir Iran (Joint Comprehensive Plan of Action /JCPOA) merupakan pendukung utama untuk mempertahankan sistem non proliferasi nuklir internasional serta mendorong perdamaian dan kestabilan kawasan Timur Tengah, dan sejauh ini belum ada solusi yang dapat menggantikannya. AS yang secara sepihak mundur dari perjanjian tersebut hendaknya mengoreksi kebijakannya yang salah secara tuntas, aktif menanggapi kekhawatiran rasional dan sah Iran, membatalkan sanksi dan penindasannya terhadap Iran, serta kembali ke rel tepat untuk melakukan perundingan nuklir dengan Iran dan memisahkan masalah-masalah lainnya, mendorong pemulihan perundingan implementasi perjanjian komprehensif tersebut.
Ketiga, mempertahankan dan meningkatkan sistem non proliferasi nuklir internasional. Negara-negara yang masih belum bergabung dalam NPT hendaknya segera bergabung sebagai negara tanpa senjata nuklir, dan semua fasilitas nuklir harus berada di bawah pengawasan dan perlindungan komprehensif IAEA. Masyarakat internasional seharusnya mendukung IAEA untuk melakukan berbagai tugas perlindungan dan pengawasan berdasarkan prinsip yang objektif, adil dan netral, terus mendorong universalitas perjanjian perlindungan dan pengawasan komprehensif serta protokol tambahan. Sementara itu, tindakan pencegahan proliferasi nuklir tidak boleh menghalangi hak sah berbagai negara untuk menggunakan tenaga nuklir demi tujuan damai. Tiongkok menentang beberapa negara yang mengatasnamakan pencegahan proliferasi nuklir, mendefinisikannya dengan ideologi, menggeneralisasi konsep keamanan nasional, dan menjadikan pembatasan ekspor sebagai alat politik untuk melakukan “pelepasan keterkaitan”. Negara-negara yang memiliki senjata nuklir seharusnya segera menandatangani dan meratifikasi semua protokol terkait Perjanjian Zona Bebas Senjata Nuklir termasuk kawasan Asia Tengah yang bebas dari senjata nuklir, serta mendukung upaya pembentukan kawasan Timur Tengah yang bebas dari senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya, Tiongkok juga bersedia untuk terlebih dahulu menandatangani protokol Perjanjian Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara.