“Daya Penjera yang Diperluas” Menyeret Jepang ke Jalan Sesat

2024-08-01 14:11:00  

Memperkuat "daya penjera yang diperluas", meningkatkan aliansi militer Jepang-AS, menyerang dan mencoreng  Tiongkok... Selama pertemuan "2+2" diplomasi dan keamanan Jepang-AS dan pertemuan menteri “daya penjera yang diperluas” yang digelar baru-baru ini, serangkaian perbuatgan Jepang sempat mengundang kewaspadaan tinggi negara-negara di kawasannya. Banyak warga Jepang memprotes tindakan pemerintah Jepang yang menimbulkan ketegangan dan semakin jauh menempuh jalan salah yang "menuju perang".

Di antara perbuatan berbahaya yang dilakukan Jepang, yang paling disangsikan adalah peningkatan “daya penjera yang diperluas” dengan AS. Apa yang disebut sebagai “daya penjera yang diperluas” adalah produk dari Perang Dingin, dengan maksud AS berkomitmen untuk menggunakan kekuatan militer termasuk senjata nuklir untuk melindungi negara sekutunya. Sejak tahun 2010, lembaga hubungan luar negeri dan pertahanan Jepang dan AS telah melakukan konsultasi mengenai masalah ini, dan tahun ini membentuk kerangka kerja independen tingkat menteri. Pada pertemuan tingkat menteri pertama mengenai “daya penjera yang diperluas” yang diadakan baru-baru ini, Jepang dan AS menegaskan pentingnya berbagi “payung nuklir” AS. Menurut opini dunia luar, tindakan Jepang itu telah melanggar kewajiban negara-negara non-nuklir berdasarkan Konvensi Non-Proliferasi Senjata Nuklir, akan meningkatkan risiko perluasan senjata nuklir dan konflik nuklir,  dan lebih lanju merangsang ketegangan regional.

Ironisnya, Jepang sudah lama menganggap dirinya sebagai "korban ledakan bom nuklir" dan menganjurkan pembentukan "dunia bebas nuklir", namun kenyataannya Jepang terus meningkatkan ketergantungan nuklirnya pada AS, lain ucapan lain perbuatan. Namun, apakah AS benar-benar dapat diandalkan? Para analis menunjukkan bahwa bagi AS, apa yang disebut dengan “daya penjera yang diperluas” bertujuan untuk memperkuat hegemoni militer globalnya dan meningkatkan  bobotnya dalam konfrontasi dengan negara lain, dan hal ini pasti akan sangat meningkatkan risiko keterlibatan Jepang  dalam perang bahkan perang nuklir. Dengan kata lain, “payung nuklir” AS akan membawakan  bahaya bukan keamanan kepada Jepang.

Akan tetapi, sejumlah politisi Jepang dengan otak yang penuh militerisme tidak dapat mendengarkan suara rasional dan bersikeras memperkuat tentara dan memperluas persenjataannya. Langkah ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan sistem komando aliansi, Jepang mencoba lebih banyak mengandalkan kekuatan militer AS untuk meningkatkan status keamanannya di kawasan dan bahkan dunia, dan ambisi perluasan militernya telah diungkapkan jelas.

Pasal 9 “Konstitusi Perdamaian” Jepang dengan jelas menentukan Jepang wajib melepaskan hak berperang dan mengupayakan jalan pembangunan damai. Sebagai negara yang kalah dalam Perang Dunia II, Jepang harus menarik pelajaran sejarah secara mendalam, tidak mengupayakan senjata nuklir dalam bentuk apa pun, dan tidak melangkah lebih jauh di jalan   memperkuat tentara dan memperluas senjatanya, jika tidak demikian, nasib Jepang akan sekali lagi dikorbankan..