Ambisi AS dan Jepang Terapkan Penangkalan Nuklir di Asia, Ancaman bagi Asia

2024-08-05 16:08:22  

Pada tanggal 6 Agustus setiap tahunnya, Jepang mengadakan peringatan tragedi bom atom di Hiroshima untuk menunjukkan luka mendalam yang tak terhapuskan akibat senjata nuklir. Pada hari ini di tahun 1945, pesawat Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima, Jepang. Alasan Amerika Serikat menjatuhkan bom atom ke Jepang tercatat dalam sejarah dengan sangat jelas, yaitu perang agresi yang dilancarkan oleh Jepang.

 

Namun, saat ini, Jepang sepertinya telah melupakan alasan pemboman tersebut dan tidak pernah menyebutkan pelaku pemboman tersebut. Jepang juga mengabaikan kerugian brutal yang menimpa Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya selama Perang Dunia II, sebaliknya, Jepang yang selama ini memproklamirkan diri sebagai negara korban bom atom, malah berkomplot dengan Amerika Serikat, si pelaku pengeboman. 79 tahun setelah peristiwa bom atom Hiroshima, Jepang dan Amerika malah berniat membawa kembali bayang-bayang kelam bom atom ke Asia. Hal ini beresiko akan membawa ancaman perang nuklir di kawasan Asia.

 

Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa dan Menteri Pertahanan  Jepang Minoru Kihara di Tokyo, Jepang. Pada pertemuan "2+2" ini, Amerika Serikat semakin memperkuat "payung nuklir" untuk Jepang. Pada saat yang sama, kedua belah pihak mengadakan pertemuan tingkat menteri pertama mengenai "perluasan kemampuan penangkalan nuklir".

Menhan AS Lloyd Austin menekankan bahwa "perluasan kemampuan penangkalan nuklir" adalah intisari dari aliansi AS-Jepang. Amerika Serikat dan Jepang menggunakan rangkaian pertemuan ini untuk membesar-besarkan "ancaman Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara" dan memicu konfrontasi antar kubu. Ini menjadi gangguan serius terhadap perdamaian dan stabilitas di Asia, sekaligus menyingkap mentalitas perang dingin dan tatanan "Perang Dingin baru" di baliknya.

 

Tiongkok menyebutkan pihaknya selalu menempuh jalan pembangunan damai, dengan tegas menerapkan kebijakan pertahanan nasional yang defensif, dan selalu mempertahankan kekuatan nuklirnya pada tingkat minimum yang diperlukan untuk keamanan nasional dan tidak menimbulkan ancaman bagi negara mana pun. Selama negara mana pun tidak menggunakan atau mengancam akan menggunakan senjata nuklir terhadap Tiongkok, maka negara tersebut juga tidak akan terancam oleh senjata nuklir Tiongkok.

 

Perlu dicatat, Tiongkok selama ini terus mempromosikan kebijakan No First Use (NFU) yakni kebijakan oleh sebuah negara untuk tidak menggunakan senjata nuklir sebagai alat perang jika tidak diserang lebih dulu dengan senjata nuklir. Kementerian Luar Negeri Tiongkok baru-baru ini menerbitkan "Dokumen Kerja Tiongkok mengenai Inisiatif Larangan Penggunaan Senjata Nuklir". Dokumen ini tidak hanya menegaskan kembali risiko dan bahaya perang nuklir, namun juga menekankan perlunya perlucutan senjata nuklir dan pengendalian senjata. Poin paling penting adalah Tiongkok menyerukan lima negara pemilik senjata nuklir untuk menandatangani Perjanjian NFS, demi mengurangi risiko perang nuklir dan menunjukkan tanggung jawab Tiongkok terhadap perdamaian dan keamanan global.

 

Sebaliknya, dalam beberapa tahun terakhir , Amerika Serikat dan Jepang terus menerus mencoba mengembangkan tatanan "Perang Dingin Baru", dan menciptakan jebakan keamanan di Asia-Pasifik dengan bertamengkan alasan menjaga keamanan regional. Menurut data terbaru yang diumumkan Amerika Serikat, per September 2023, Amerika Serikat memiliki total 3.748 hulu ledak nuklir, jumlah yang jauh melebihi negara lain. Tujuan Amerika Serikat sangat jelas, yakni menunjukkan kemampuan penangkalan nuklirnya kepada negara lain. Jepang seolah-olah menganjurkan pembentukan dunia tanpa senjata nuklir, namun kenyataannya Jepang malah menikmati  "payung nuklir" Amerika Serikat. Terlihat jelas bahwa Amerika Serikat dan Jepang sama sekali mengabaikan keamanan dan perdamaian regional demi kepentingan dan ego mereka sendiri.

 

Pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-57 yang diadakan belum lama ini, para menteri luar negeri negara-negara ASEAN dengan suara bulat menyatakan komitmen mereka terhadap perlucutan senjata nuklir. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mendesak ASEAN untuk meningkatkan upaya global dalam perlucutan senjata nuklir. Ia menekankan bahwa apapun tantangan yang dihadapi, negara-negara ASEAN harus tetap berkomitmen untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai zona bebas senjata nuklir.