Konfesi Seorang Prajurit Veteran Jepang Hendaknya Menjadi Kesepahaman Kalangan Politik Jepang

2024-08-16 15:04:53  


Pada tanggal 15 Agustus, 79 tahun yang lalu, Jepang menyerah tanpa syarat. Rakyat Tiongkok akhirnya mencapai kemenangan jaya dalam Perang Melawan Agresi Jepang selama 14 tahun dengan pengorbanan bangsa yang luar biasa.

Akan tetapi, pada hari Kamis kemarin pagi (15/8), Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, atas nama Ketua Partai Demokratik Liberal (LDP) telah menyerahkan persembahan Tamagushi kepada Kuil Yasukuni, tempat memuja penjahat perang kelas A Perang Dunia II, sejumlah politikus seperti menteri pertahanan Jepang pun berziarah ke kuil Yasukuni. Sementara itu, seorang prajurit veteran yang berusia 94 tahun dari “Unit 731” Tentara Agresor Jepang, Hideo Shimizu telah datang ke kota Harbin Tiongkok untuk menyampaikan penyesalan dan permintaan maafnya.

Tindakan “berziarah ke Kuil Yasukuni” yang dilakukan oleh politikus Jepang tersebut dengan seorang prajurit veteran Jepang yang melakukan introspeksi atas kejahatannya telah menunjukkan kontras yang sangat tajam. Hal tersebut membuat dunia luar merasa sangat khawatir dan waspada terhadap aksi bahaya Jepang yang berniat untuk memulihkan Militerisme.

Selama kunjungan Hideo Shimizu ke Tiongkok kali ini, dia telah menyampaikan permintaan maafnya di depan "Monumen Permintaan Maaf dan Perdamaian Tanpa Perang", serta mengunjungi Aula Museum Bukti Kejahatan Perang Unit 731 Tentara Agresor Jepang, bekas lokasi Unit 731, bekas lokasi laboratorium bakteri, laboratorium radang dingin dan lokasi-lokasi lainnya. Pasukan “Unit 731” tentara agresor Jepang waktu itu merupakan pangkalan utama Jepang yang merencanakan, mengorganisasi dan melakukan perang bakteri selama Perang Dunia II, mereka membudidayakan bakteri, melakukan pembedahan pada makhluk hidup dan uji coba terhadap makhluk hidup, kejahatannya sangat kejam. Selama 70 tahun lebih berlalu, Hideo Shimizu selalu dibayang-bayangi oleh perilaku-perilaku kejam tersebut. Makna dari kunjungannya kali ini adalah secara langsung membuktikan dan mengungkap kejahatan misterius pasukan “Unit 731”, lebih lanjut menguak niat jahat pihak Jepang untuk menyembunyikan kejahatan “Unit 731”. Hal tersebut tidak hanya telah menunjukkan kebaikan dan keberaniannya, tapi juga memperingatkan sejumlah orang Jepang bahwa kebenaran tidak bisa ditutupi, dan kesalahan tidak boleh disangkal.

Dengan bercermin pada sejarah, kita baru bisa maju ke depan. Akan tetapi, masyarakat internasional telah menyaksikan bahwa setiap tanggal 15 Agustus dan momen peringatan penting, selalu terdapat sejumlah politikus sayap kanan Jepang yang secara terang-terangan berziarah ke Kuil Yasukuni, dan memberikan penghormatan kepada Militerisme; di bawah dorongan kekuatan sayap kanan Jepang, buku pelajaran sejarah Jepang dengan sengaja menghapus sejarah perang agresi terhadap Tiongkok, dan sengaja meremehkan perang agresi terhadap Tiongkok serta peristiwa pembantaian Nanjing sebagai “Perang Jepang-Tiongkok” dan “Insiden Nanjing”. Sementara itu, mereka juga secara fokus menjelaskan bahwa Jepang dibombardir bom atom, dan mendandani Jepang dari “pencetus perang” menjadi “korban perang”. Mengenai hal tersebut, Hideo Shimizu mengkritik bahwa perang sangat keji, sementara sikap pihak berkuasa Jepang sangat membuat orang emosi, karena mereka tidak hanya sekuat tenaga menyangkal adanya pasukan “Unit 731”, sejumlah politikus Jepang tidak menghormati kebenaran sejarah dan tidak berniat introspeksi atas tanggung jawab perangnya.

Selain itu, pemerintah Jepang dalam beberapa tahun lalu selalu menggembar-gemborkan “ancaman Tiongkok”, yang dianggap sebagai alasan untuk terus menerobos ikatan “Konstitusi Damai” dan komitmennya untuk “fokus pada pertahanan”, serta berencana untuk meningkatkan anggaran belanja pertahanannya hingga 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2027. Selain itu, Jepang pun aktif mendorong proses “NATO versi Asia Pasifik”, dan berniat untuk “menarik kekuatan eksternal ke dalam kawasan”. Dalam KTT AS-Jepang yang diadakan di Washington pada bulan April lalu, pihak AS dan Jepang telah melakukan “eskalasi berskala terbesar selama 60 tahun lebih” terhadap “Perjanjian Keamanan AS-Jepang”. Sejumlah bukti tersebut turut menunjukkan bahwa Jepang sedang mencoba kembali ke rute negara militer besarnya, dan membawa ancaman baru kepada perdamaian dan kestabilan kawasan Asia.

Dewasa ini, dunia penuh dengan ketidakstabilan, berbagai negara Asia sama-sama menantikan perdamaian dan kestabilan. Sejumlah politikus Jepang seharusnya menyadari bahwa hanya dengan bercermin pada sejarah dan melakukan introspeksi mendalam atas sejarah agresi Militerismenya, serta mempertahankan “Konstitusi Damai”, Jepang baru dapat membersihkan noda sejarahnya; berbagai bentuk pengindahan dan penutupan terhadap kejahatan agresinya, tidak akan bisa bertahan di hadapan kenyataan dan fakta, dan pasti akan ditentang tegas oleh kekuatan adil.

Permintaan maaf dan penyesalan yang dilakukan oleh Hideo Shimizu hendaknya menjadi kesepahaman kalangan politik Jepang. Jika sejumlah orang Jepang berniat untuk sekali lagi melancarkan perang agresi, pasti akan dibalas dan dihukum oleh sejarah, dan Jepang akan kembali terseret ke dalam jurang.