Tahun 2024 telah setengah jalan, namun situasi internasional menjadi semakin tidak stabil. Di tengah gejolak dunia, situasi di Asia Tenggara kelihatannya tenang-tenang saja, namun kenyataannya banyak hal yang sudah di luar kendali.
Pada bulan Agustus, provokasi berulang-kali yang dilakukan Filipina membuat situasi di Laut Tiongkok Selatan mendadak tegang. Tidak lama setelah Tiongkok dan Filipina mencapai kesepakatan sementara mengenai akses pasokan logistik, Filipina sekali lagi merusak kesepakatan tersebut.
Pada tanggal 19, 25, dan 26 Agustus, kapal Penjaga Pantai Filipina berulang-kali secara ilegal memasuki perairan yang berdekatan dengan Terumbu Karang Xianbin dan Terumbu Ren'ai di Kepulauan Nansha Tiongkok.
Kapal tersebut berulang kali mengabaikan peringatan dari Tiongkok dan dengan sengaja menabrak kapal penjaga pantai Tiongkok yang sedang bertugas di lokasi kejadian dengan cara yang berbahaya, sehingga menyebabkan terjadinya tabrakan antara kedua kapal.
Tindakan Filipina ini telah secara serius melanggar kedaulatan Tiongkok, melanggar Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan, dan merusak perdamaian dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan.
Yang harus dicatat adalah tepat setelah kapal penjaga pantai Filipina dicegat untuk menyusup secara ilegal ke pulau-pulau dan terumbu karang di Laut Tiongkok Selatan pada tanggal 19 Agustus, pihak otoritas Amerika Serikat dengan cepat mengambil langkah untuk mendukung Filipina, dan mengajukan kembali apa yang disebut sebagai "Perjanjian Pertahanan Bersama antara Amerika Serikat dan Filipina". AS juga menyatakan akan berdiri di Pihak Filipina.
Pada saat yang sama, Myanmar juga memasuki babak baru konflik bersenjata. Pasukan pemerintah dan angkatan bersenjata lokal dari etnis minoritas terlibat baku tembak sengit di Negara Bagian Shan bagian utara. Pada tanggal 3 Agustus, Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar merebut Lashio, sebuah kota penting di Negara Bagian Shan bagian utara.
Pada tanggal 16 Agustus, dua pejabat senior AS mengadakan pembicaraan secara online dengan pejabat pemerintahan pemberontak yang dibentuk oleh oposisi Myanmar dan secara terbuka mendukung oposisi untuk menggulingkan pemerintahan Min Aung Hlaing.
Perdamaian dan stabilitas merupakan prasyarat penting bagi pembangunan ekonomi dan sosial nasional maupun global. Pembangunan hanya dapat dilakukan dalam situasi yang damai dan stabil. Sebagai kawasan dengan potensi pertumbuhan paling dinamis di dunia, kemakmuran Asia didapatkan dari perdamaian dan stabilitas yang telah dipertahankan dalem jangka panjang.
Namun, akhir-akhir ini, Amerika Serikat kerap-kali melancarkan aksinya di kawasan Asia-Pasifik, khususnya Asia Tenggara, terus-menerus mempertegang situasi regional, tujuannya tidak lain adalah memaksa negara-negara Asia Tenggara untuk mengisolasi Tiongkok, atau menjadikan negara Asia Tenggara sebagai pion untuk menghadapi Tiongkok. Semua ini dilakukan AS untuk mempertahankan hegemoninya sendiri dan menghambat perkembangan Tiongkok.
Menghadapi situasi internasional yang kompleks dan selalu berubah, negara-negara Asia Tenggara sebenarnya lebih menghargai situasi damai dan stabilitas yang telah dicapai dengan susah payah.
Kita semua tahu bahwa stabilitas jangka panjang dan kemakmuran negara hanya dapat dicapai dalam situasi damai. Oleh karena itu, baik masalah Laut Tiongkok Selatan maupun masalah Myanmar, negara-negara Asia Tenggara cenderung ingin menyelesaikannya melalui konsultasi dan negosiasi damai antara negara atau pihak yang berkepentingan langsung, dan dengan tegas menentang campur tangan kekuatan eksternal.
Pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-57, semua pihak mengeluarkan komunike bersama yang menegaskan kembali bahwa permasalahan Laut Tiongkok Selatan perlu diselesaikan secara damai sesuai dengan hukum internasional, dan menekankan pentingnya implementasi Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan yang komprehensif, efektif dan menyeluruh.
Terkait permasalahan Myanmar, ASEAN mengeluarkan "Lima Poin Konsensus" yaitu pengiriman bantuan kemanusiaan, penghentian aksi kekerasan, diselenggarakannya dialog inklusif, pembentukan utusan khusus, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar. Rencana ini telah mendapat dukungan dari PBB dan pengakuan luas dari dunia internasional.
Tiongkok dan negara-negara Asia Tenggara selama ini merupakan tetangga dan sahabat yang mempunyai tujuan bersama. Terkait permasalahan Laut Tiongkok Selatan, Tiongkok sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dalam permasalahan Laut Tiongkok Selatan selalu mengusulkan penyelesaian sengketa melalui jalur perundingan damai.
Tiongkok menandatangani Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan dengan negara-negara ASEAN dan secara konsisten menerapkan Deklarasi tersebut secara efektif dan menyeluruh.
Pada saat yang sama, Tiongkok bersikeras untuk menangani perselisihan melalui dialog dan konsultasi langsung dengan negara-negara bersangkutan. Mengenai masalah Myanmar, Tiongkok adalah negara tetangga terbesar Myanmar.
Tiongkok mendukung ASEAN dan berharap bahwa "konsensus lima poin" dapat dilaksanakan secara efektif. Ketika Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi mengunjungi Myanmar pada 14 Agustus lalu, ia menegaskan bahwa Tiongkok menentang kekacauan dan perang di Myanmar serta menentang campur tangan kekuatan eksternal dalam urusan dalam negeri Myanmar.
Perdamaian dan stabilitas adalah aspirasi bersama masyarakat Asia Tenggara dan Tiongkok dan landasan bagi pembangunan kawasan. Menghadapi campur tangan dari kekuatan eksternal, negara-negara Asia Tenggara harus lebih bersatu dan berpegang pada prinsip perdamaian dan stabilitas.
Tiongkok telah menyatakan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara dalem rangka menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan, mendorong kesejahteraan dan pembangunan bersama di kawasan, serta memberikan kontribusi positif bagi perdamaian dan pembangunan dunia.