“Masyarakat di seluruh dunia menginginkan masa depan yang damai, bermartabat dan sejahtera. Mereka menyerukan untuk mengambil aksi global guna mengatasi krisis iklim, mengatasi masalah ketidaksetaraan, dan mengatasi risiko baru yang mengancam setiap orang.” Demikian seruan Sekretaris Jenderal PBB Guterres baru-baru ini dalam Pertemuan Puncak Masa Depan PBB. Ia berharap, semua negara meningkatkan persatuan dan bersama-sama menanggapi tantangan krisis yang semakin parah.
Pertemuan puncak ini merupakan salah satu konferensi PBB terpenting tahun ini. Mengapa “Masa Depan” dijadikan tema? Alasan langsungnya adalah gejolak dunia yang terus meningkat, dan umat manusia menghadapi risiko yang belum pernah ada sebelumnya, seperti konflik Rusia-Ukraina, konflik Palestina-Israel, dan konfrontasi Lebanon-Israel yang semakin meningkat. Sementara itu, tantangan-tantangan seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, krisis pengungsi, dan penerapan teknologi baru terus bermunculan. Masa depan seperti apa yang dibutuhkan umat manusia? Bagaimana cara membangun masa depan yang lebih baik? Seluruh dunia sedang berpikir dan bertanya.
Di latar belakang inilah, sekitar 130 kepala negara dan pemimpin pemerintah berkumpul di Markas Besar PBB untuk menjajaki arah maju masa depan. Yang menarik perhatian adalah, pada hari pertama pertemuan puncak, semua pihak membahas dan meluluskan "Kontrak Masa Depan" bersama lampirannya, "Kontrak Digital Global" dan "Deklarasi Generasi Mendatang". Kontrak ini akhirnya tercapai melalui perundingan yang intensif selama dua tahun. Hal ini mencerminkan tekad dan keinginan semua pihak untuk mereformasi mekanisme tata kelola internasional, menghidupkan kembali multilateralisme, dan menanggapi tantangan dengan lebih baik.
Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Tiongkok telah memberikan dukungan teguh terhadap penyelenggaraan pertemuan puncak masa depan. Pada pertemuan puncak tersebut, utusan khusus Presiden Tiongkok Xi Jinping yang juga Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi, mengemukakan empat butir inisiatif yang berfokus pada pembangunan masa depan yang damai dan tenteram, berkembang dan makmur, adil dan lebih indah, ia menekankan bahwa semua pihak harus menjaga sistem internasional dengan PBB sebagai intinya, serta melindungi hak dan kepentingan sah negara-negara berkembang, mendorong globalisasi ekonomi yang inklusif dan lain sebagainya. Pendirian-pendirian ini tidak hanya menjadi jaminan penting untuk merealisasi Kontrak Masa Depan, tetapi juga menjadi visi dan tujuan yang ingin dicapai dalam kontrak tersebut, dan telah memperoleh tanggapan luas semua pihak.
Selama satu dekade terakhir, konsep Tiongkok tentang komunitas senasib sepenanggungan manusia menjadi semakin disambut dan telah dimasukkan dalam dokumen PBB. Sekretaris Jenderal PBB Guterres berkomentar, "Tiongkok kini telah menjadi pilar penting multilateralisme, sedangkan tujuan kita mempraktikkan multilateralisme adalah untuk membangun komunitas senasib sepenanggungan umat manusia."
“Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan tidak membiarkan siapa pun tertinggal saat ini dan selamanya selalu menjadi tujuan utama multilateralisme.” Ini adalah komitmen dalam Kontrak Masa Depan, dan hal ini menunjukkan, komunitas internasional mengharapkan dunia berkembang ke arah yang lebih baik. Namun, kontrak tersebut tidak bersifat wajib, jadi bagaimana kita bisa membuat negara-negara anggota PBB berpikir searah dan bekerja keras untuk mewujudkan visi tersebut? Orang Tionghoa sering berkata, "Perjalanan yang panjang harus ditempuh selangkah demi selangkah baru dapat sampai tujuan”. Asalkan semua pihak memegang teguh semangat kontrak, memikirkan masalah dan mengambil keputusan dengan pikiran senasib sepenanggungan, menggantikan perpecahan dengan persatuan, menggantikan konfrontasi dengan persatuan dan kerja sama, serta menggantikan eksklusivitas dengan toleransi, maka dunia yang lebih baik bukanlah sebuah mimpi dan pasti dapat terwujud.