Tanggal 7 Oktober bertepatan dengan peringatan satu tahun meletusnya konflik Palestina-Israel putaran baru. Menurut data yang dirilis oleh departemen kesehatan Jalur Gaza Palestina pada tanggal 5 Oktober, dalam konflik kali ini ini, operasi militer Israel di Jalur Gaza telah mengakibatkan lebih dari 41.000 orang Palestina tewas dan lebih dari 96.000 orang terluka. Saat ini, konflik regional tiba-tiba meningkat dan seluruh kawasan Timur Tengah terancam perang yang sulit diprediksi konsekuensinya.
Perdana Menteri Israel Netanyahu menyatakan dalam pidato video pada tanggal 5 Oktober waktu setempat bahwa Israel kini berperang di tujuh front. Selama setahun terakhir, Israel telah melakukan pembunuhan besar-besaran. Tentara Israel memasuki wilayah Gaza dan melakukan serangan dahsyat terhadap kelompok Hamas, dengan mengakibatkan banyak korban sipil. Seraya berperang dengan Hamas, Israel mengalihkan perhatiannya ke Hizbullah di Lebanon. Israel telah melakukan rangkaian serangan yang mengerikan di Lebanon, termasuk peledakan massal peralatan komunikasi yang menewaskan dan melukai anggota Hizbullah maupun warga sipil sekaligus di Lebanon. Pada tanggal 1 Oktober, Israel melancarkan operasi militer darat di Lebanon selatan. Pada pagi esok harinya, Iran melancarkan serangan rudal besar-besaran ke Israel. Sejak itu, militer Israel terus melancarkan serangan terhadap sasaran Hizbullah di Lebnon Selatan. Dalam beberapa hari terakhir, perang antara Hizbullah dan Israel terus meningkat. Sementara itu, kelompok Houthi di Yaman telah mengalami rangkaian serangan udara. Menandai genap satu tahun eskalasi dan meluasnya konflik di Gaza, situasi di kawasan ini menjadi semakin kacau balau.
Situasi di Timur Tengah semakin memburuk, komunitas internasional berturut-turut menyerukan semua pihak yang berkonflik untuk segera melakukan gencatan senjata. Namun, dengan dukungan Amerika Serikat di belakangnya, Israel menjadi semakin arogan dan sama sekali tidak menaruh perhatian pada komunitas internasional. Netanyahu menyampaikan pernyataan keras di Sidang Majelis Umum PBB, dengan mengancam bahwa seluruh Timur Tengah berada dalam lingkup serangan Israel. Setelah Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan gencatan senjata antara Lebanon dan Israel, Menteri Luar Negeri Israel justru memasukkan Guterres ke dalam daftar "orang yang tidak diinginkan" dan melarangnya memasuki Israel. Yang lebih serius lagi adalah Israel bahkan mengabaikan penolakan sekutunya, Amerika Serikat. Sebelum memutuskan untuk melakukan operasi terhadap pemimpin Hizbullah Lebanon Nasrallah, Menteri Pertahanan AS Austin pernah membujuk Israel dan memperingatkannya agar tidak bertindak gegabah untuk menghindari memicu serangkaian reaksi militer. Namun Israel tetap bertindak nekat dan akhirnya melakukan tindakan tersebut.
Tindakan radikal Israel memicu ketidakpuasan dan protes luas dari masyarakat internasional. Di depan Sidang Majelis Umum PBB, perwakilan dari banyak negara, termasuk Turki dan Indonesia, melakukan aksi “walk out” karena marah dan kecewa terhadap Israel. Negara-negara di seluruh dunia khawatir bahwa perilaku Israel yang mengabaikan peraturan internasional dan dengan seenaknya menantang tatanan internasional tidak hanya akan merusak citra Israel di mata internasional, namun juga akan memicu eskalasi konflik di Timur Tengah dan membawa bencana yang lebih besar ke seluruh kawasan.
Perang akan segera terjadi, namun kerumitan situasi di Timur Tengah masih jauh dari dapat diselesaikan dengan operasi militer sederhana. Meningkatnya konflik antara Lebanon-Israel, dan Iran-Israel sekali lagi menyoroti permasalahan yang sulit diselesaikan di kawasan Timur Tengah. Komunitas internasional harus menyadari bahwa kegagalan mencapai gencatan senjata di Gaza adalah sumber kekacauan di Timur Tengah. Semua pihak yang berkonflik harus tetap tenang, melakukan dialog yang tulus, menemukan akar masalahnya, dan mendorong terwujudnya gencatan senjata yang komprehensif dan permanen di Jalur Gaza. Untuk mencapai tujuan ini, Tiongkok mengajukan empat usulan di depan Sidang Majelis Umum PBB: Pertama, gencatan senjata komprehensif harus segera dicapai untuk mencegah perang terus menimbulkan lebih banyak korban sipil; Kedua, berpegang pada Prinsip “pemerintahan Palestina oleh rakyat Palestina" dan bekerja sama untuk memajukan pemerintahan pascaperang; Ketiga adalah mengaktifkan "solusi dua negara" sesegera mungkin untuk mewujudkan impian kenegaraan rakyat Palestina; yang keempat adalah memperkuat dukungan internasional dan memelihara perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.
Akan terjerumus ke dalam jurang perang, kapan Timur Tengah akan menyambut titik cerah perdamaian? Ini adalah masalah yang rumit dan sulit diselesaikan. Seperti yang dikatakan mantan Presiden dan Perdana Menteri Israel Shimon Peres, “Tidak mudah untuk mencapai perdamaian, tapi kita tidak punya pilihan selain kembali ke meja perundingan.” Perang menguji hati nurani dan keadilan manusia, sementara perdamaian membutuhkan kebijaksanaan semua negara. Tiongkok, Indonesia, dan negara-negara lainnya yang mencintai perdamaian dan mendukung keadilan bersedia bekerja sama untuk melakukan upaya tiada henti untuk memadamkan perang sesegera mungkin, mencegah meluasnya konflik, menerapkan “solusi dua negara” dan mendorong perdamaian di Timur Tengah.