Menjamin ketahanan pangan nasional merupakan landasan dalam menjamin pembangunan ekonomi, stabilitas sosial, dan keamanan nasional. Presiden Prabowo Subianto telah menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu target utama pemerintahannya, dan bertekad untuk mencapai swasembada pangan sekitar tahun 2028 dan 2029.
Untuk mencapai target ini, pemerintah telah menyusun anggaran ketahanan pangan, dan diperkirakan akan menginvestasikan 139,4 triliun rupiah pada tahun 2025 untuk membantu mencapai misi ambisius ini.
Tiongkok dan Indonesia adalah negara dengan populasi besar, sehingga swasembada pangan merupakan prioritas utama dalam perekonomian nasional dan penghidupan masyarakat. Terkait hal ini, banyak sekali pembelajaran yang dapat diambil dari Tiongkok yang merupakan negara utama penghasil pangan di dunia.
Wakil Menteri Pertanian Indonesia Sudaryono sebelumnya memberi apresiasi atas pencapaian Tiongkok dalam menjamin ketahanan pangan bagi populasi lebih dari 1 miliar jiwa. Ia percaya Tiongkok telah berhasil membangun sistem pertanian yang mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dalam jumlah besar.
Menghadapi sejumlah tantangan seperti perubahan iklim dan terbatasnya sumber daya lahan, kerja sama dengan Tiongkok sangat penting bagi Indonesia, baik di sektor teknologi dan kebijakan pertanian.
Saat menghadiri upacara pelantikan Presiden Prabowo, Wakil Presiden Tiongkok Han Zheng yang merupakan atusan khusus Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan bahwa gagasan pemerintah baru Indonesia tentang kemandirian pangan dan pengentasan kemiskinan sangat sejalan dengan gagasan pembangunan yang berpusat pada masyarakat yang diusulkan oleh Presiden Xi Jinping.
Hal ini menandakan bahwa kerja sama di bidang ketahanan pangan akan menjadi highlight baru dalam kerja sama bilateral Tiongkok-Indonesia.
Produksi biji-bijian Tiongkok berada di atas 1,3 triliun kilogram selama sembilan tahun berturut-turut, yang telah menjamin kebutuhan hidup dasar bagi 1,4 miliar penduduk Tiongkok.
Pada tahun 2024, produksi biji-bijian Tiongkok diperkirakan akan melampaui 1,4 triliun kilogram untuk pertama kalinya. Hal ini tidak hanya merupakan pencapaian besar dalam pembangunan pertanian Tiongkok, namun juga memberikan kontribusi positif terhadap ketahanan pangan dunia.
Saat ini, tingkat swasembada beras dan gandum Tiongkok telah melebihi 100 persen, namun pasokan dan permintaan jagung masih saling kejar mengejar secara ketat, sedangkan pasokan kedelai Tiongkok sangat bergantung pada luar negeri, dimana impor biji-bijian tahunan mencapai lebih dari 100 juta ton.
Oleh karena itu, Tiongkok telah mengeluarkan rencana aksi babak baru antara tahun 2024-2030 untuk meningkatkan kapasitas produksi biji-bijian sebesar 50 miliar kilogram.
Rencana Aksi ini berfokus pada peningkatan kapasitas produksi jagung dan kedelai. Sedangkan biji-bijian varietas lain akan dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah, demi menjamin kestabilan produksi dan pasokan.
Heihe, sebuah kota di Provinsi Heilongjiang, adalah kota tingkat prefektur penghasil kedelai terkemuka di Tiongkok dan merupakan basis biji-bijian komersial yang sangat penting.
Produksi kedelainya menyumbang hampir sepertujuh dari total produksi kedelai di negara tersebut. Pada tahun 2024, luas area penanaman kedelai di Heihe akan melebihi 20 juta hektar, dan hasil produksi per satuan luas telah meningkat secara signifikan tahun ini, dengan perkiraan awal peningkatannya melebihi 5 persen.
Di balik pencapaian luar biasa ini, transformasi kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi memainkan peran penting. Setiap musim panen ketelai, peneliti ilmiah dari Akademi Ilmu Pengetahuan Pertanian Heilongjiang Cabang Heihe akan membawa kembali benih kedelai segar ke laboratorium untuk pengujian dan penyaringan protein.
Bagi varietas yang berkinerja baik, tim peneliti ilmiah akan memberikan perhatian khusus dan melakukan serangkaian penelitian seperti seleksi induk dan percobaan persilangan untuk menemukan varietas baru kedelai yang mempunyai efektivitas da kualitas tinggi.
Rencana aksi Tiongkok tidak hanya berfokus pada masa kini, tetapi juga berfokus pada masa depan, mengupayakan ketahanan pangan melalui implementasi strategi lumbung pangan di atas lahan dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan produksi pangan .
Presiden Prabowo Subianto direncanakan mengunjungi Tiongkok pada minggu ini, dan kerja sama antara Tiongkok dan Indonesia di bidang ketahanan pangan diyakini akan membuka peluang baru.
Indonesia dapat belajar dari keberhasilan Tiongkok dalam mencapai swasembada pangan, menghadapi berbagai risiko dan tantangan dengan tenang, sehingga memberikan rasa aman bagi rakyat dalam hal ketersediaan pangan.