Pada hari Rabu kemarin (20/11), Amerika Serikat kembali memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB terkait gencatan senjata di Jalur Gaza Palestina.
Pada hari itu, DK PBB melakukan pemungutan suara terhadap rancangan resolusi yang diusulkan oleh 10 negara anggota tidak tetap, rancangan resolusi tersebut meminta untuk segera mewujudkan gencatan senjata permanen tanpa syarat di Jalur Gaza, dan segera melepaskan semua tahanan. Sejumlah 14 anggota dari 15 anggota DK telah memberikan suara mendukung, namun anggota tetap DK, AS, menggunakan hak vetonya, sehingga rancangan tersebut tidak lulus.
Duta Besar Tiongkok untuk PBB Fu Cong, dalam pidato penjelasan pasca pemungutan suara DK mengatakan bahwa pihak Tiongkok sangat kecewa dengan hasil pemungutan suara tersebut. Kesepuluh negara anggota tidak tetap termasuk Guyana dan Aljazair telah menunjukkan ketulusan dan sikap konstruktifnya dalam proses konsultasi rancangan resolusi. AS yang telah menggunakan hak vetonya sendiri telah menghancurkan secercah harapan warga Gaza untuk hidup, serta mendorong mereka ke dalam kegelapan dan keputusasaan.
Fu Cong menyatakan bahwa AS yang berulang kali melakukan veto telah menurunkan otoritas DK dan hukum internasional ke titik terendah dalam sejarah. Pihak Tiongkok mengimbau AS untuk secara serius memandang tanggung jawabnya sebagai negara tetap DK, tidak lagi menghindarinya, tidak sengaja menunda, dengan sikap yang bertanggung jawab terhadap sejarah, mendukung segala tindakan yang diperlukan untuk segera melakukan gencatan senjata, serta menyelamatkan nyawa dan memulihkan perdamaian.
Sejak konflik Israel dan Palestina putaran baru pada bulan Oktober tahun lalu terjadi, aksi militer Israel di Jalur Gaza telah mengakibatkan lebih dari 40.000 orang Palestina tewas. Masyarakat internasional mengeluarkan suara yang luar biasa untuk menuntut segera melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza, tapi rancangan resolusi DK untuk menuntut gencatan senjata berkali-kali dihalangi oleh AS.