Novel Perjalanan ke Barat terdiri dari seratus lebih cerita. Setiap cerita bisa saja berdiri sendiri, tapi juga saling berkaitan. Dalam novel ini ia melukiskan alam mitos yang penuh dengan cerita ajaib. Di dunia fiksi itu bayangan manusia terlihat di mana-mana. Kaisar Khayangan yang memiliki kekuasaan tertinggi justru sama bodohnya dengan kaisar dalam kehidupan realistis, sedang pejabat di "pemerintah bawah tanah" atau istana neraka bobrok seperti pemerintahan dinasti feodal. Di sana gejala KKN pun terjadi sehingga orang tak berdosa dan tak bersalah selalu dirongrong. Di pihak lain, kera sakti Sun Wukong mewakili pihak yang adil yang berani berjuang melawan segala ketidakadilan. Biarpun di hadapan Kaisar Kayangan kera sakti ini menganugerahkan dirinya gelar "Qitiandasheng" yang artinya sama hebat dan sama pangkat dengan Kaisar Kayangan. Kepada Figur kera sakti ini, si pengarang Wu Cheng'en menaruh harapan untuk memberantas segala gejala buruk dan kekuatan iblis. Dalam perjalanan berziarah ke Barat, Sun Wukong sering mengalami perlakukan yang tidak adil baik dari Tabib Tang Seng maupun rekannya Zhu Baijie yaitu si Babi. Nasibnya yang berliku-liku justru seperti apa yang dialami orang berbakat dalam kehidupan nyata.
Wu Cheng'en yang berbakat menulis novel juga menulis sajak yang dengan aneka ragam gaya. Kesemua karyanya dikumpulkan dalam satu buku kumpulan, namun ia diingat oleh generasi-generasi mendatang justru karena novel Perjalanan ke Barat. Selama ratusan tahun sejak lahirnya novel itu, Perjalanan ke Barat selalu menjadi inspirasi bagi karya sastra anak-anak, film dan sinetron. Figur Sun Wukong sebagai kera sakti juga menjadi terkenal di seluruh dunia. 1 2
|