Belum lama yang lalu wartawan China Media Group mendatangi Perkebunan Perantau Tionghoa Xinglong di kota Wanning, Provinsi Hainan, atau tepatnya sebuah obyek wisata yang dijuluki “Desa Bali”. Sarat dengan nuansa budaya Indonesia, Desa Bali kini sudah semakin terkenal sebagai “jembatan persahabatan” Tiongkok-Indonesia.
Sejak tahun 1950-an, sebanyak 2000 perantau Tionghoa berturut-turut pulang ke tanah air dengan bertolak dari 21 negara dan daerah, terutama dari Indonesia, Malaysia dan Vietnam. Mereka ditampung dan direlokasi di kota Xinglong, Provinsi Hainan dan mendirikan Perkebunan Perantau Tionghoa Xinglong, yang penuh dengan nuansa eksotis dan budaya perantau Tionghoa, terutama kebudayaan yang dibawa pulang oleh para perantau Tionghoa dari Indonesia. Obyek wisata Desa Bali diresmikan pada 2018 dengan penanaman modal patungan yang dilakukan oleh Hainan Nanguo Group, Hainan United Airlines Travel Group dan Global Internasional Group (Indonesia). Pembukaan Desa Bali adalah untuk mendorong kerja sama pragmatis Tiongkok dan Indonesia di bidang sosbud.
Obyek wisata Desa Bali menempati areal seluas 14 hektar dan terdiri atas enam zona fungsional, yakni Koridor Budaya Perantau, Kampung Halaman Perantau, Zona Botani, Galeri Karya Ukiran Akar Kayu, Panggung Taiyanghe dan Gedung Jajal Nanguo.
Di pintu masuk taman Desa Bali terlihat sebuah batu berukuran besar dengan tulisan Desa Bali. Begitu masuk akan terpapas gapura yang identik di pulau Bali alias Candi Bentar yang sarat dengan kearifan tradisional Indonesia.
Setelah masuk dari Candi Bentar, rasanya seolah berada di pulau Bali yang indah permai. Nuansa eksotis sangat terasa di berbagai sudut Desa Bali, yang terpajang dengan aneka bangunan, ukiran dan mural khas agama Hindu yang misterius. (Sebagian terbesar warga Bali menganut agama Hindu.) Para tamu dan turis disambut hangat oleh petugas atau pemandu dengan pakaian tradisional Hindu.
Di Koridor Kebudayaan Perantau Tionghoa, wartawan menjumpai Pak Du Tianjiang yang pulang dari Indonesia. Pak Du yang berusia 81 tahun berujar kepada wartawan bahwa dari foto-foto dan literatur yang dipamerkan di koridor ini, dapat diketahui kronologi transmigrasi para perantau Tionghoa kembali ke Tiongkok dari Asia Tenggara dan kisah sejati yang terjadi dalam proses pembangunan Perkebunan Perantau Xinglong selama 60 tahun silam.
Du Tianjiang dilahirkan di Indonesia pada 1939. Beliau kembali ke tanah air pada 1960 ketika ia baru berusia 21 tahun. Ia telah hidup di Xinglong selama 60 tahun. Setelah pensiun beliau menjabat sebagai Ketua Asosiasi Perantau Tionghoa Indonesia dan penasihat Desa Bali. Ia sering kali mendampingi kunjungan delegasi-delegasi Indonesia. Ia masih bekerja di program kerja sama dengan Akademi Bahasa Asing Hainan dan memberikan sumbangan bagi pertukaran kebudayaan antar masyarakat Tiongkok dan Indonesia. Akademi Bahasa Asing Hainan telah menjalin hubungan kerja sama dengan Desa Bali yang berperan sebagai “basis praktek pelatihan bahasa Indonesia”, atau tepatnya berperan sebagai platform bagi anak PKL.
Kepala Desa Bali, Chen Shaohai memperkenalkan bahwa semua karya ukiran kayu, patung batu dan patung bas-relief di desanya adalah hasil jerih payah para perajin Indonesia yang dipekerjakannya. Hal ini dilakukan justru untuk menonjolkan budaya Indonesia yang asli kepada para turis. Selain itu, pihaknya juga mengundang mahasiswa akademi seni rupa Indonesia untuk memajang dan mendekorasi Desa Bali melalui karya lukisan dinding yang unik. Guru tari dan dendang beserta guru bahasa Indonesia juga diundang ke Desa Bali untuk memberikan kursus tari dan bahasa Indonesia yang diikuti oleh anak-anak para perantau Tionghoa.
Di panggung Taiyanghe di Desa Bali, para perantau dan anak-anaknya berdendang sembari menari dengan menggunakan pakaian tradisional yang warna-warni. Para turis juga diundang ikut serta untuk menari bersama dengan mereka. Selain itu, para turis juga dimanjakan dengan berbagai makanan dan kudapan kuliner Indonesia. Pak Chen mengatakan, sebelum pandemi COVID-19, tiap bulan sekitar 3000 hingga 6000 wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Desa Bali. “Mereka tertarik ke Desa Bali karena di sini mereka bisa mengenyam pengalaman seperti di rumahnya. Kami juga berharap obyek wisata ini dapat meningkatkan persahabatan antara Tiongkok dan Indonesia.”