Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-04-13 08:56:34    
Ang Lee, Sutradara Tionghoa

cri

Mengenai suksesnya beberapa film tadi, Ang Lee mengatakan: "Film-film berbahasa Tionghoa yang disutradarai saya juga bertopik internansional. Bagi saya, kehidupan orang Tionghoa tak terpisahkan dari dunia. Film-film itu pada pokoknya menceritakan karakter manusia yang rumit, dan mengisahkan perasaan dan keluarga. Film-film itu hampir semuanya merupakan film drama, yang mengutamakan penjajakan watak manusia."

Tahun 1995, Ang Lee secara resmi memasuki barisan sutradara elite Hollywood. Tahun itu, ia menyutradarai sebuah film berdasarkan novel Sense and Sensibility karya Jane Austen. Ang Lee dari sudut orang Timur berhasil menceritakan perasaan dan karakter orang Barat dengan cara yang unik dan realistis. Film itu dianugerahi Hadiah Beruang Emas di Festival Film Berlin, dan dinominasi untuk penghargaan Film Terbaik Oscar.

Setelah menyutradarai beberapa film bertopik Barat, Ang Lee kembali ke film bertopik timur. Tahun 2001, film Crouching Tiger, Hidden Dragon yang disutradarainya mengantongi penghargaan Film Berbahasa Asing Terbaik di ajang Oscar, sehingga menjadi film bahasa Tionghoa pertama yang diberi gelar tersebut. Dalam film itu Ang Lee mengisahkan cerita tragedis yang berliku-liku dengan paduan kebudayaan silat wushu Tiongkok. Dengan adegan yang indah sekali dan gerak-gerik silat wushu yang lincah, film itu merintis perkembangan film kungfu tipe baru.

Setelah film Crouching Tiger, Hidden Dragon mencapai sukses besar, para sutradara Tionghoa berturut-turut menjadikannya sebagai teladan. Sutradara terkenal Tiongkok, Zhang Yimou berturut-turut membuat dua film silat dengan penanaman modal mahabesar, yaitu Hero dan House of Flying Daggers, yang sempat meraih laba dalam jumlah besar dari penjualan tiket, namun gagal memperoleh penghargaan Oscar. Pada saat munculnya banyak film silat berbahasa Tionghoa, Lee malah mengalihkan sorotannya pada film bertopik Amerika Serikat, dan membuat film Brokeback Mountain yang mengisahkan hubungan cinta cowboy homoseksual.

Mengenai film Brokeback Mountain, Steven Spielberg dari Amerika menilainya sebagai film sangat menarik sehingga para penonton ibarat terhanyut oleh ilmu gaib untuk menjelajah dari satu jalur cerita ke jalur yang lain setapak demi setapak. Spielberg mengatakan, ia dan keluarganya berencana bertamasya ke lokasi film Brokeback Mountain dibuat musim panas tahun depan.

Aktris Lisa Lu adalah orang Tionghoa pertama yang terpilih sebagai anggota Dewan Juri Oscar. Mengenai film karya Ang Lee itu, Lisa Lu mengatakan: "Film Brokeback Mountain bagus sekali, setia pada kenyataan, tidak membuat-buat. Ceritanya sangat mengharukan, dan gayanya sederhana. Ang Lee benar-benar seorang master, dan film apa saja yang disutradarainya bagus sekali. Dari filmnya dapat kita ketahui dengan jelas latar belakang yang sebenarnya ketika cerita film itu terjadi."

Yang patut disebut ialah, homoseksualitas adalah topik yang peka untuk sementara waktu, dan bukan topik utama yang biasanya diambil film. Komentator Barat berpendapat, suksesnya film Brokeback Mountain di seluruh dunia memungkinkan film tentang kehidupan homoseksual melangkah dari sisi pinggir ke arus utama, dan ini berarti Ang Lee pandai menceritakan hubungan rumit antara manusia.

Ketika film Brokeback Mountain ditayangkan di Hong Kong, Ang Lee mengatakan kepada fans Hong Kong bahwa dalam bawah sadar setiap orang terdapat rahasia ibarat Taman Eden yang tak bisa terwujud. "Dari sudut itulah Brokeback Mountain terdapat di lubuk hati setiap orang."

Perkataan Ang Lee itu menunjukkan mengapa filmnya selalu mengharukan orang. Film-film karya Ang Lee tampaknya biasa dan santai, namun di belakang adegan-adegan sederhana itu, Lee selalu berusaha menggali aspek rumit dan kontradiktif dalam perasaan manusia, sehingga suara hati yang lemah, tak terbantu dan naif atau indah dapat membunyikan yel-yel yang menggemparkan.


1  2