Wu Yuanxin, seorang perajin kain celup tradisional tingkat nasional. Seumur hidupnya, Wu selalu berkecimpung dalam bidang penelitian, pewarisan, dan inovasi kerajinan kain celup warna biru yang memiliki motif cetak. Ia bahkan juga mendirikan sebuah museum kain celup di Tiongkok dan sekarang ia mendapat sertifikat dari pemerintah sebagai pewaris resmi warisan budaya nonmaterial.
Wu Yuanxin dilahirkan di Kota Nantong, Provinsi Jiangsu, Tiongkok Timur pada tahun 1960. Kota yang tidak seberapa besar itu memiliki pemandangan indah yang dikelilingi oleh beragam pegunungan dan sungai. Kota ini juga merupakan "kampung tekstil" Tiongkok. Sejak dahulu kala, rakyat Kota Nantong sudah mempunyai tradisi menenun dan membuka usaha kain celup. Semasa kecil, Wu Yuanxin setiap harinya jatuh tertidur dan terbangun kembali di tengah suara alat tenun ibunya. Bunyi alat tenun itulah yang menjadi memori yang tak terlupakan dalam benaknya di masa kecil.
"Saya sejak kecil dibesarkan di tengah bunyi alat tenun. Waktu saya akan tidur pada malam hari, bunyi alat tenun yang dikerjakan ibu saya masih belum berhenti. Dan saat pagi hari tiba, bunyi itulah yang membangunkan saya dari mimpi. Pada siang hari ibu melakukan penggarapan, dan hanya menenun kain pada waktu sarapan pagi. Pakaian kami semuanya berasal dari hasil tenunan ibu."
Waktu itu, Tiongkok masih berada pada masa ekonomi terbatas, yang berarti bahan makanan dan kain yang dibutuhkan penduduk kota, semuanya dibeli dengan jumlah yang ditetapkan pemerintah. Wu Yuanxin yang tinggal di pedesaan, tak pernah membeli pakaian, melainkan hanya mengandalkan hasil tenunan ibunya. Wu Yuanxin sama sekali tidak mengira, bahwa suatu hari kelak, hidupnya akan bercokol di usaha kain.
Di kampung halaman Wu Yuanxin, tumbuh satu jenis rumput yang namanya berbunyi "lancao" atau secara harfiah disebut sebagai "rumput biru", yang digunakan sebagai bahan pewarna alami. Menurut tradisi pembuatannya, kain polos warna putih setelah ditenun akan dicelupkan ke dalam bahan pewarna yang terbuat dari rumput biru itu. Tapi sebelum kain dicelup, di atas permukaan kain itu akan dipasang papan klise ukiran terawang dan kemudian bahan rintang celup yang terbuat dari kapur dan tepung kedelai ditabur di atasnya. Dengan bahan-bahan tersebut, di atas permukaan kain itu akan terbentuk motif bunga yang akan dibubuhi setelah kain itu dicelup dalam bahan pewarna biru. Kain ini bernama yinhuabu dalam bahasa Tionghoa, yang mirip sekali dengan kain ikat celup. Dengar-dengar, teknik pembuatan kain seperti ini sudah tersebar di kalangan rakyat Tiongkok sejak Dinasti Tang pada abad ke-7 Masehi.
Di usianya yang ke-17, usai tamat dari sekolah menengah, Wu Yuanxin masuk ke sebuah pabrik cetak dan celup kain setempat. Sejak itulah, Wu berangsur-angsur menguasai berbagai teknik pembuatan kain celup. Antara lain, percetakan klise ukir, desain motif, dan lain sebagainya. Di usianya yang ke-23, Wu Yuanxin masuk ke sebuah sekolah kejuruan untuk mempelajari teknik tekstil, percetakan dan pencelupan. Selama belajar di sekolah itu, Wu menemukan satu kekurangan, yaitu tidak ada orang yang pernah menulis buku tentang sejarah dan proses perkembangan kain celup bernuansa biru. Setelah tamat, Institut Peneltian Barang Kerajinan Tangan untuk Wisatawan setempat, mengundang Wu Yuanxin memangku jabatan sebagai Direktur Kantor Penelitian Teknik Pembuatan Kain Celup Bernuansa Biru. Undangan itu diterimanya dengan senang hati. Sejak itulah, ia ke mana-mana mencari tenaga ahli kain celup bernuansa biru, dan ia kemudian membuka sebuah pabrik kecil yang berfungsi sebagai basis produksi dan uji coba. Ia juga berusaha mencari kain celup bernuansa biru peninggalan zaman kuno di kalangan orang awam, untuk melengkapi bahan penelitiannya tentang kain tersebut dari sudut motif, warna, mutu kain, rasa tangan dan sebagainya.
1 2
|