Oleh: Pierre Baskoro
Apa rasanya disaat kamu harus segera beranjak dari zona amanmu? Mungkin kamu takut, kamu sedih, kamu terasa kosong dan hampa atau mungkin kamu senang dengan tantangan baru yang menantimu di luar zona aman? Hari ini aku harus meninggalkan itu semua dan kembali ke kehidupan sedia kalaku. Alias keluar dari zona aman, meninggalkan segala kenangan yang aku tabung selama di Indonesia. Tidak salah lagi kalau aku katakan aku rindu dan kangen dengan kota nan jauh di sana. Beijing.
Pesawat yang akan kutumpangi mungkin sedang dalam persiapan mekanisme dan 'safety procedure' untuk menempuh perjalanan jauh malam hari ini. Sedangkan koper-koperku sudah siap kutarik dan meninggalkan rumah sederhana milik orangtuaku. Minggu lalu aku sudah resmi undur diri dari sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta. Kehidupan keseharianku akan terulang lagi hanya dalam hitungan jam, menaiki 'subway' dari hujung ke hujung, mengoreksi berita, membuat berita, liputan mungkin dan juga siaran. Berat memang disaat aku akan meninggalkan Indonesia. Rumah pertamaku. Bahasa ibuku. Kubu pertahananku.
Selama di Indonesia banyak sekali yang aku pelajari. Apalagi disaat aku menginjak masuk ke dalam sebuah perusahaan televisi wasta yang terkesan mewah, kepalaku susah untuk diturunkan. Tapi itulah kesan pertamaku disaat pergaulanku dengan rekan-rekan kerjaku dimulai. Dari pencarian gambar, menginjest kaset-kaset kumpulan berita terkini, 'dubbing', dan mengedit berita. Dan terkadang juga ada sekumpulan berita-berita yang berkaitan dengan Tiongkok yang harus segera diliput. Bukan itu inti dari tulisanku hari ini. Tapi rekan-rekanku yang terkesan lucu dan istimewa. Hari pertama kerjaku di stasiun televisi itu disambut oleh sang produser. Dari tatapan dan gelagatnya memang sih terlihat seorang wanita yang terkesan 'sangar' dan galak. Ada 2 orang staf produksi yang siap mengajariku dengan keprofesionalannya dan dipojok sana ada satu reporter andalan untuk acara yang kami pegang.
Hari-hari pertama di media televisi memang bermanfaat untuk mempelajari prosedur-prosedur tahap awal produksi. Dari mencari gambar-gambar berita yang sudah disiapkan dari sang produser sampai penarikkan gambar ke dalam sebuah 'software' dimana video dan dubbingan telah digabung dan siap tayang. Nah, setelah beberapa hari bekerja di sana, mungkin sudah aturan jodoh yang mempertemukan aku dengan 2 kerabat kerja baru. Kedua wanita itu agak bawel dan tidak segan bertanya.
Setelah 2 minggu kami lewati bersama, ternyata grup ini 'fun' banget! Sang produser yang terkesan galak dan 'killer' ternyata berhati lembut! Teman-teman seperjuangan juga sudah bisa menerima satu sama lain. Betah. Senang. 'Enjoy'. Santai. Itulah yang aku rasakan! Sampai di mana aku merasa tidak sabar untuk bertemu mereka di pagi hari, melakukan rutinitas keseharian, apalagi dengan adanya kebiasaan 'yamcha' (Bahasa Kanton yang artinya 'tea time') menjadikan kita semakin lama semakin erat. Walaupun di tengah-tengah 'yamcha'itu aku selalu mulai dengan candaan konyol untuk mencairkan suasana. Oh yah, ritual 'yamcha' itu selalu kita lakukan setelah acara yang kita 'handle' usai tayang.
Beberapa peran yang terlibat dalam kelompok acara televise ini. Miss S, tipe wanita yang tidak perlu melawak saja sudah menjadi lawakan. Lucu, gesit, pintar dan ingin belajar! Mr Z, pria yang tampang luarnya lugu dan tidak berdosa, tapi selalu tampil maksimal dalam kerjaan, dan juga adalah seorang mesin 'dubbing' yang terkadang rem-nya jebol, alias cepat sekali dalam membaca. Miss C, reporter andalan yang kreatif dengan ide-ide menariknya untuk diliput. Tipe wanita yang 'selebor', aktif, 'smart', dan… cantik tentunya! Ada juga Miss M yang juga gesit, pintar dan kreatif. Karena pernah sekali Miss M 'tandem' dengan saya, ide-ide serta pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya sangat berkualitas. Sangat berpotensi untuk menjadi reporter pro! Dan terakhir adalah Miss G, Miss yang super santai dan dikaruniai wajah yang imut. Setiap dari mereka mempunyai kelebihan masing-masing, dan tentunya mereka-mereka ini lucu dan ahli dalam dunia pertelevisian. Sang produser yang terkesan 'killer'pun juga sangat bersahabat, ekspresinya yang lucu dan bersikap tidak menentu (dalam arti kata kadang santai, kadang terburu-buru) membuat saya menjulukinya "Fast and Furious Lady", alias keren!
Setiap sosok mempunyai keunikan dan kelucuannya masing-masing. Itulah yang membuat rasa sayang saya di kelompok ini semakin mendalam. Dan tentunya saya berat untuk meninggalkan kelompok yang bersahabat ini disaat minggu ke-5 saya di stasiun televisi itu. Minggu di mana saya harus berpamitan dan meninggalkan mereka.
Terkadang memang ada sebagian memori yang harus kita 'save' baik-baik dalam otak dan hati kita. Perjalanan jauh yang harus kita tempuh dengan banyak orang, cepat atau lambat akan kita hadapi juga. Perpisahan memang membuat kita semua luluh. Perasaan yang semerawut, kacau, sedih dan tidak berdaya membuat kita sadar akan sebuah janji. Janji di mana kita akan bertemu dan akan bersama-sama lagi dalam 'zona aman' kita. Zona yang tidak tergantikan. Tantangan baru itu mungkin bukan hanya untukku, tapi untuk kita semua. Aku harus angkat kaki sebentar lagi. Kenangan bersama dengan rekan-rekan kerjaku di sini memang singkat, tapi padat! Itulah mengapa selalu saya tekankan waktu-waktu kebersamaan dalam kesenangan kita harus sangat dihargai, karena waktu-waktu itu ada batasnya. Bukankah kita hidup untuk menikmati sekaligus menghargai?
Good luck untuk rekan-rekan kerjaku di Indonesia, hadapi semua tantangan dengan penuh kepercayaan. Tidak sabar rasanya untuk mendengar suara-suara kalian dan hasil karya 'on-cam' kalian yang mengudara! Salam hangat.