Mundur diri dari WHO, memaksa pemulihan aktivitas pembelajaran SD dan Sekolah Menengah, tidak mengurangi perkumpulan kolektif, bahkan menantang ahli kesehatan publik dll. Sejak memasuki bulan Juli, serangkaian tindakan yang dilakukan pemerintah AS telah memperumit situasi kekacauan penanggulangan wabah dalam negeri AS, juga memberi dampak negatif kepada pencegahan dan pengendalian pandemi global.
Hari senin kemarin (20/7), The Washington Post telah mengeluarkan laporan yang bertajuk “Krisis yang Mengejutkan Dunia: Reaksi AS terhadap Virus Korona Jenis Baru”. Dikatakan dalam artikel tersebut bahwa sejumlah besar negara sudah mengendalikan wabah melalui upaya penanggulangan wabah covid-19 dalam beberapa bulan lalu, akan tetapi bagi AS, penyebaran virus sudah tak terkendali lagi, penampilan berbagai negara bagian AS ternyata terpecah belah di hadapan wabah, penuh dengan kebencian politik dan perpecahan. Pemerintah AS telah memperlihatkan kegagalan yang mengejutkan di bidang perlawanan wabah.
Artikel tersebut sempat memberi komentar bahwa penanganan lalai AS terhadap virus korona jenis baru diakibatkan beberapa penyebab. Kegagalan pemerintah AS di bidang perlawanan wabah telah mengungkapkan kurangnya kepemimpinan yang koheren di negerinya, polarisasi politik seperti menggali kuburannya sendiri, absensi investasi atas usaha kesehatan publik serta ketidakadilan sosial dan ekonomi dan ketidaksetaraan bangsa yang berlangsung sejak lama itu, telah mengakibatkan jutaan warga AS terinfeksi, dan di antaranya ratusan ribu warga meninggal dunia.
Ahli kesehatan publik menyatakan, kesalahan terbesar pemerintah AS dalam penanganan wabah adalah terburu-buru menghidupkan kembali ekonomi saat virus korona jenis baru telah menyebar drastis di negerinya. Jauh pada awal April, ahli penyakit menular sudah memperingatkan bahwa jalan satu satunya bagi penghidupan kembali secara aman adalah “menekan rata kurva kasus positif”, namun dewasa ini kurva ini tampaknya sedang menekan AS.
“Seandainya ada pedoman kuat dari pemimpin daerah, negara bagian atau negara, mungkin kami berkemampuan untuk menurunkan kurva sampai nol”, tutur Francis Collins, Direktur USA National Institute of Health, “tapi sekarang kurva masih tetap mengalami kenaikan dan saya masih belum melihatnya sampai ke titik tertinggi.”
Dilaporkan The Washington Post, sebelum wabah covid-19 terjadi, lembaga-lembaga kesehatan publik di sejumlah daerah AS sudah mengalami pukulan berat akibat kekurangan tenaga kerja dan pengurangan anggaran belanja.
Asosiasi Pejabat Kesehatan Nasional AS mengatakan, sejak tahun 2008, sudah tercatat sekitar 60 ribu tenaga kesehatan di-PHK, yaitu hampir seperempat dari jumlah total tenaga kerja asosiasinya. Anggaran belanja CDC AS sejak tahun 2003 sudah dikurangi 30%.
Dilaporkan pula dari American Broadcasting Company (ABC) hari Senin kemarin bahwa Gedung Putih berencana untuk mencabut sejumlah besar anggaran belanja penanganan wabah, termasuk CDC dan USA National Institute of Health.
Ahli menyatakan, AS sedang mendekati sebuah persimpangan, sistem kesehatan publiknya kemungkinan akan ambruk akibat beban yang terlalu berat.
Media AS mengatakan, pandemi kali ini sudah terlibat ke dalam gejolak politisasi politik AS.
Donald Trump kerap kali meremehkan ancaman virus dan menyebut “99% kasus positif covid-19 sama sekali tidak fatal”, bahkan dia baru memakai masker di depan publik hingga 11 Juli lalu. Dia malah menyatakan dukungan kepada demonstran yang memprotes penutupan pabrik soal pencegahan wabah oleh gubernur partai Demokratik AS.
Surat kabar AS berkomentar bahwa dalam pimpinan pemerintah Trump, sejumlah besar orang AS berpendapat bahwa para ilmuwan dan media arus utama telah membesar-besarkan keseriusan wabah, bahkan membuat berita seputar pandemi. Pertikaian para ahli dan ilmuwan sudah berkembang menjadi teori konsipirasi, dan sempat menjadi bagian dalam prosedur politik.
Situs web The Daily Beast AS pada 16 Juli lalu melaporkan bahwa, sebuah dokumen yang belum diungkapkan menganjurkan bahwa setidaknya tercatat belasan negara bagian AS seharusnya mengambil tindakan pencegahan dan pengendalian wabah yang lebih ketat, misalnya membatasi perkumpulan massa di bawah 10 orang, dan menutup bar dan gym, serta mewajibkan warga untuk selalu memakai masker.
Dokumen tersebut dikeluarkan pada tanggal 14 Juli lalu, dan sempat dipersiapkan untuk “gugus khusus virus korona jenis baru Gedung Putih”. Dikatakan oleh dokumen tersebut bahwa tercatat 18 negara bagian AS sudah dicantumkan ke dalam “zona merah”, yaitu daerah yang tercatat memiliki lebih dari 100 kasus konfirmasi dalam setiap 100 ribu orang; dokumen tersebut masih mengumumkan nama 11 negara bagian dengan tingkat positif lebih dari 10% dalam pendeteksian asam nukleat, yang juga dicantumkan ke “zona merah”.
Diungkapkan oleh situs web The Daily Beast bahwa dokumen tersebut sudah dibagikan secara intern oleh pemerintah federal AS dan tidak dibuka untuk umum. Direktur Institut Kesehatan Global Universitas Harward Ashish Jha 16 Juli lalu mengatakan, beberapa butir anjuran sangat baik, namun mengapa harus menyembunyikan informasi tersebut kepada warga AS? Ia berpendapat, seharusnya memperbarui informasi dan memublikasikannya kepada umum setiap hari dengan tepat waktu.