Penulis: Chong Tien Siong, Awak Media Senior Malaysia
Tahun baru 2022 sudah di ambang pintu. Pandemi COVID-19 masih terus merajalela. Seluruh dunia termasuk Asia Tenggara telah mengalami pukulan berat dari pandemi selama dua tahun ini. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya tingkat cakupan vaksinasi di banyak negara Asia Tenggara, penambahan kasus baru terus melandai, di mana pembatasan perjalanan maupun aktivitas sosial pun mulai diperlonggar, laju pertumbuhan ekonomi sejumlah negara diprediksi akan meningkat pada tahun yang akan datang.
Pada tahun yang baru nanti, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership-RCEP) akan resmi diberlakukan. Perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia ini adalah hasil perundingan selama 8 tahun yang lalu. Sebelumnya Tiongkok secara resmi mengajukan permohonan untuk bergabung dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP), Singapura telah secara terbuka menyatakan dukungannya pada Oktober 2021, sehingga telah menambah unsur yang lebih menguntungkan bagi kemakmuran kawasan ini.
Akan tetapi, ASEAN tetap menghadapi tantangan baru dari geopolitik. Kelompok yang dipimpin oleh AS tengah giat membujuk sekutunya di berbagai sudut dunia untuk membendung kebangkitan Tiongkok, terutama melalui aliansi Australia-Inggris-AS bernama AUKUS. Kemitraan untuk kerja sama militer dan keamanan yang kontroversial tersebut bertujuan membantu Australia membangun armada kapal selam tenaga nuklir, sehingga telah menimbulkan dampak negatif pada kawasan ini, dan telah menggoyahkan kestabilan negara-negara ASEAN dalam hubungan internasional.
Pertama, peluang baru ASEAN
Tahun ini bertepatan dengan peringatan 30 tahun hubungan dialog ASEAN-Tiongkok. Dalam KTT peringatan bulan November lalu, Presiden Tiongkok Xi Jinping secara resmi mengumumkan pembentukan hubungan kemitraan komprehensif dan strategis Tiongkok-ASEAN sebagai tonggak sejarah baru dalam hubungan antara kedua belah pihak. Hal ini akan memberikan daya pendorong yang baru bagi kestabilan perdamaian, kemakmuran dan pembangunan regional maupun dunia.
Penandatanganan RCEP oleh 15 negara Asia-Pasifik memang mempunyai arti simbolis. RCEP mencakup 2,2 miliar jiwa populasi atau 30 persen dari total populasi dunia, dengan agregat ekonomi dan agregat volume perdagangannya meliputi 30 persen dari total dunia. Baik skala maupun kualitasnya menjuarai dunia. Yang sangat menarik perhatian ialah, RCEP mencakup dua pasar besar yang paling potensial, yakni pasar ASEAN dengan populasi 600 juta orang dan pasar Tiongkok dengan populasi sebanyak 1,4 miliar jiwa. Kedua pihak tengah bergandengan tangan menjadi teladan dalam pembinaan hubungan rukun tetangga yang saling menguntungkan dan menang bersama.
RCEP meliputi 20 bab terkait perdagangan, e-commerce dan hak intelektual. Dalam waktu 20 tahun mendatang, setelah pemberlakuan RCEP mulai tahun 2022, sebanyak 90 persen komoditas yang diperdagangkan antar negara penandatangan akan dibebaskan dari tarif bea masuk. Dengan penetrasi yang begitu luas, maka perjanjian tersebut diharapkan akan menciptakan banyak peluang bisnis bagi perusahaan lokal, termasuk UKM yang akan difasilitasi oleh perjanjian RCEP untuk melakukan kontak ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara mitra, sehingga sangat menghemat biaya dan waktu, dan mereka akan menikmati transparansi dan kepastian yang lebih tinggi.
Kamboja yang akan menjabat sebagai ketua bergilir ASEAN pada tahun 2022 sangat menaruh harapan pada RCEP. Perdana Menteri Kamboja Hun Sen baru-baru ini meminta para pemimpin kalangan pengusaha ASEAN untuk sepenuhnya memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas ASEAN yang sudah ada dan RCEP untuk memperluas bisnisnya, karena hal ini akan “mendorong kegiatan perdagangan dan investasi, khususnya penanaman modal asing langsung, dan menciptakan lapangan kerja sehingga meningkatkan pendapatan rakyat dan menstimulus pertumbuhan ekonomi...”
Malaysia juga yakin RCEP akan menciptakan banyak peluang bisnis. Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob menyatakan, RCEP tidak hanya akan menyediakan peluang baru kepada perusahaan Malaysia, tapi juga akan mendorong peluang bisnis regional secara lebih luas memasuki pasar Malaysia dan pasar ASEAN.
Kedua, tantangan baru ASEAN
RCEP pada mulanya juga mencakup India, namun negeri dengan populasi 1,3 miliar jiwa ini selalu bersikap plin-plan dalam perundingan selama 8 tahun yang lalu, dan pada akhirnya tidak menandatangani perjanjian historis tersebut. Negara-negara ASEAN masih terus berupaya membujuk India agar bergabung dalam perjanjian ini, namun ada laporan yang mengutip perkataan pejabat India bahwa pihaknya memprioritaskan kesepakatan dengan AS dan Uni Eropa.
Nyata sekali, AS tengah rajin bermuka manis dan merangkul India, sedangkan India juga aktif ikut serta dalam ‘Dialog Keamanan Kuadrilateral (Quad)’ sebagai tindakan koordinasi dengan AS yang mengalihkan titik berat strateginya pada mekanisme kerja sama keamanan Indo-Pasifik. Quad melibatkan empat negara yakni AS, Australia, Jepang dan India. Pada September 2021, Quad menggelar pertemuan puncak pertama dengan tujuan memicu persaingan geopolitik dan konfrontasi antar kelompok melalui kegiatan diplomatik dan militer. Asas tujuannya dalah untuk membela hegemoni AS di dunia.
Selama satu tahun sejak Presiden Joe Biden berkuasa, AS selalu berusaha meningkatkan pengaruhnya di Asia. Pada September 2021, AUKUS didirikan dalam rangka mengalihkan mekanisme militer AS, Inggris dan Australia ke tatanan ekonomi, agar dapat memperdalam hubungan ekonominya dengan negara-negara Asia Pasifik, sehingga dapat memelihara kepentingan AS dalam persaingan teknologi canggih.
Ketiga, penutup
Meneropong tahun 2022, varian virus Omicron diperkirakan akan terus merajalela dan oleh karena itulah, pencegahan dan penanggulangan pandemi sedikit pun tidak boleh longgar. Negara-negara ASEAN dalam dua tahun yang lalu telah mengumpulkan banyak pengalaman dalam perlawanan pandemi, apa lagi tingkat vaksinasinya berada di taraf yang cukup tinggi. Sekarang hidup bersama virus sudah menjadi hal normal bagi negara-negara ASEAN.
Melepaskan pandangan ke tahun 2022, diharapkan ASEAN dan Tiongkok dapat bergandengan tangan untuk mendorong pemberlakuan RCEP, memelihara persatuan ASEAN dengan menghindari gangguan dari negara luar untuk memelihara posisi ASEAN centris.