Rumah untuk kawin adalah masalah pertama yang harus dihadapi pemuda-pemudi Tiongkok yang ingin menikah. Hari ini aku memperkenalkan sebuah buku novel bahasa Mandarin tentang hal ini kepada anda. Anda yang dapat mengerti bahasa Mandarin, cobalah baca buku ini.
Rumah Untuk Kawin
Penulis: He Luo
ISBN: 9787512500822
Pustaka: International Culture Publishing House
Tahun Penerbitan: 2010-8-1
Isi Pokok:
Cheng Hao dan pacarnya Lin Xiaoluo adalah generasi 1980-an yang giat bekerja di Kota Beijing. Mereka sudah menjalin asmara selama 6 tahun, dan kini sudah sampai waktunya untuk menikah. Orangtua mereka juga sering mendesak mereka membeli rumah untuk berkeluarga. Apakah cinta mereka bisa tahan ujian menghadapi masalah rumah?
Mereka pernah ragu antara menyewa dan membeli rumah untuk menikah, juga pernah bimbang apakah harus meneruskan karir di Beijing atau pulang ke kota kampung. Akan tetapi, akhirnya mereka memilih bersama-sama berjuang untuk membeli rumah hunian di Beijing untuk menikah.
Pernah Lin Xiaoluo menganggap rumah sebagai kebutuhan mutlak untuk menikah. Tapi setelah mengalami lika-liku membeli rumah, ia mendapatkan bahwa perkawinan ataupun ruamh hunian, hanya untuk memberikan cinta sebuah tempat berteduh supaya tidak perlu mengembara lagi.
Cerita pembelian rumah mereka setelah dimuat di BBS Tianya segera mengundang rasa simpati banyak pembaca, dan dimuat ulang di hampir sebuluh ribu BBS internet, juga ramai-ramai dilberitakan oleh media-media lain. Semangat mereka yang berjuang bersama-sama untuk membeli rumah dan mempertahankan cinta telah memberikan semangat bagi semua pemuda generasi 1980-an.
Perkataan Penulis:
"Rumah" , sebuah kata yang hangat, lalu apakah "rumah" itu?
Dalam hemat saya, rumah adalah sebuah tempat berteduh angin dan hujan, adalah sinar lampu yang tak kunjung padam bagi anda, sebuah dapur yang mengepulkan bau sedap masakan, dan sebuah meja makan dengan hidangan-hidangan buatan orang tersayang.
Berbicara tentang berkeluarga, tentu tak bisa lepas dari masalah rumah. Namun, di Beijing di mana kita bekerja mencari nafkah, harga rumah membubung setiap tahun. Keluarga orangtua kami berdua bukan kalangan orang mampu, sehingga tidak mungkin mengharapkan mereka membantu kami membeli rumah di Beijing. Maka membeli rumah seolah impian yang tak akan pernah bisa terkabul.
Demi mempunyai sebuah rumah, kami berdua bekerja keras. Bahkan pada akhir Minggu pun kami mendekam saja di rumah kontrakan demi menghemat belanja, dan mencari penghasilan ekstra di rumah.
Untunglah, perjuangan kami membuahkan hasil. Pada akhirnya kami mempunyai rumah sendiri, meskipun untuk itu kami harus menjadi "budak rumah" yang harus mencicil bunga dan pokok pinjaman kepada bank setiap bulan, tapi kami tetap merasa bahagia.
Dengan memiliki rumah sendiri, saya dan suami lebih gairah memperjuangkan hidup yang bahagia. Kami menulis kalimat berikut sebagai motto: Meski saya hanya seekor keong yang berjuang di kota besar, tapi arah saya tetap ke atas!"
Di dalam buku Rumah Untuk Kawin ini juga terdapat beberapa wanita yang harus berjuang keras mempertahankan hidup seperti saya, juga ada wanita yang menikah dengan orang kaya. Meskipun jalur hidup mereka berbeda, tapi semuanya adalah wanita yang bekerja keras mengejar kebahagiaan.
Marilah kita mencari lagi jawaban pertanayan ini: apakah rumah itu?
Dalam bahasa Inggris, rumah adalah House dan Home, kedua kata ini mirip tapi sebenarnya beda.
Maka, dengan hanya mempunyai House, itu sebenarnya bukanlah rumah. House yang hangat baru dapat disebut rumah, dan kehangatan itu harus dipupuk dengan cinta.
Maka, kata saya, hanya dengan adanya cinta, barulah ada rumah (home).
Buku ini saya sumbangkan kepada semua sahabat yang mempunyai rasa cinta di dalam hati dan sedang berjuang demi rumah untuk keluarga, juga saya sumbangkan kepada mereka yang selalu senyum menghadapi kerasnya kerja demi membeli rumah.
(Edited by Nining)