Seorang ibu di Beijing baru-baru ini mengeluh kepada temannya bahwa dia sekarang merasa bingung dan minder untuk memberikan bimbingan kepada anaknya yang masih duduk di sekolah dasar mengenai pekerjaan rumah anaknya itu, terutama soal matemateka. Alkisah, suatu hari si bocah tanya soal matemateka kepada ibunya. Melihat soal yang ditanyakan, si ibu tidak juga mengerti, lalu tanya kepada suaminya, langsung dijawab oleh si suami, "Masa soal matemateka SD saja kamu tidak bisa menjawab? Sedikitnya kamu kan S2!". Tapi begitu soal yang ditanyakan itu disodorkan, si ayah yang juga menyandang gelar S2 membacanya berulang-ulang, garuk-garuk kepala dan bergeleng-geleng, menyerah di hadapan persoalan matemateka SD itu. Kedua orangtua itu merasa malu tidak bisa membantu anaknya memecahkan soal matemateka yang ditanyakan itu, tapi mereka juga tidak habis mengerti apa gerangan pendidikan sekarang ini, masa anak SD disuguhi soal yang begitu sulit, bahkan ortu yang berpredikat S2 juga tidak bisa memecahkan.
Soal matemateka yang ditanyakan si anak itu begini: ada tiga kelompok angka yakni 1, 3, 5, 7, 8; lalu 2, 4, 6; dan kelompok ketiga 5, 9. Ketiga kelompok angka ini dibagi dalam kelompok berdasarkan hukum yang sama, pertanyaannya adalah apa hukum itu.
Kedua orangtua si bocah memikirkan soal itu sampai 40 menit masih belum bisa menemukan jawabnya. Akhirnya terpaksa menyerah dan menyuruh si anak tanya kepada guru saja.
Zhao Na, begitu nama ibu anak itu keesokan harinya membawa soal matemateka itu ke kantor untuk ditanyakan kepada rekan-rekan sekerjanya yang semuanya menyandang gelar S1 ke atas, tapi tidak satu pun yang bisa memberikan jawaban. Mereka semua geleng-geleng kepala, dan tidak habis berpikir mengapa anak SD diberi soal matemateka yang begitu sulit.