Para menteri luar negeri ASEAN Jumat lalu mengeluarkan pernyataan singkat berisi prinsip 6 pasal tentang masalah Laut Tiongkok Selatan, dengan demikian dalam derajat tertentu telah menutup sesal gagal dikeluarkannya komunike bersama konferensi menlu ASEAN pekan lalu.
Keenam pasal prinsip tersebut pada dasarnya sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditegakkan dalam Deklarasi Perilaku Para Pihak Laut Tiongkok Selatan, pedoman tindak lanjut untuk pelaksanaan deklarasi tersebut serta dokumen-dokumen politik bilateral antara Tiongkok dengan negara-negara ASEAN yang terkait, dan tidak ada perubahan substansial dibanding dengan isi terkait dalam komunike bersama pertemuan menlu ASEAN tahun lalu. Dengan perkataan lain, Tiongkok tidak keberatan terhadap prinsip-prinsip tersebut.
Menurut laporan yang tersiar, butir-butir pokok dari prinsip-prinsip itu memang sudah tercakup dalam draf komunike bersama yang semula diajukan Kamboja kepada pertemuan menlu ASEAN. Berhubung Filipina dan Vietnam berkeras hendak memasukkan peristiwa Pulau Huangyan dalam komunike bersama dalam rangka upaya untuk mengubah pendirian berat sebelah dari sejumlah negara tertentu menjadi kesepahaman seluruh ASEAN, maka ditolak oleh anggota-anggota lain ASEAN. Pernyataan prinsipal 6 pasal tersebut tetap tidak menerima tuntutan berat sebelah Filipina dan negara-negara lain.
Gagalnya pertemuan menlu ASEAN menghasilkan komunike bersama bukan hal yang diharapkan negara-negara ASEAN maupun Tiongkok. Pada kenyataannya, Filipina dan sejumlah kecil negara lain yang berkeras memaksakan kepentingan dirinya kepada anggota-anggota ASEAN yang lain, bahkan tidak segan-segan mengakibatkan gagal dihasilkannya komunike bersama. Perbuatan mereka itu telah merusak prinsip "kesepakatan melalui musyawarah".
Gagalnya pertemuan menlu ASEAN mencapai komunike bersama lebih-lebih bukan kesalahan Tiongkok. Masalah Laut Tiongkok Selatan terdapat hanya di antara Tiongkok dengan sebagian anggota ASEAN, bukan masalah antara Tiongkok dengan ASEAN. Tiongkok berpendirian menyelesaikan sengketa secara damai melalui perundingan bilateral dengan negara-negara yang mengajukan klaim, dan menentang internasionalisasi masalah Laut Tiongkok Selatan, bukan karena Tiongkok takut akan internasionalisasi. Tiongkok sudah berkali-kali menasehatkan para pihak terkait bahwa internasionalisasi hanya akan memperumit masalah. Internasionalisasi bukan saja tidak akan membantu penyelesaian masalah, sebaliknya akan menimbulkan kerepotan yang tidak perlu antara Tiongkok dan ASEAN, bahkan di dalam butuh ASEAN.
ASEAN kembali lagi ke titik asal setelah berputar satu keliling berkenaan dengan komunike bersama pertemuan menlu yang menyangkut masalah Laut Tiongkok Selatan. Tiongkok sama sekali tidak akan menganggap hal itu sebagai kemenangannya, tapi bagaimanapun ini adalah suatu gejolak yang ditimbulkan oleh beberapa anggota tertentu ASEAN, maka patut direnungkan oleh negara-negara terkait.