Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Selasa lalu menyatakan, Indonesia perlu merundingkan kembali kontrak-kontrak usaha pertambangan yang ditandatangani dengan perusahaan-perusahaan pertambangan untuk menjaga kepentingan nasional dan demi kesejahteraan rakyat. Presiden Susilo meminta para gubernur berbagai daerah memeriksa kembali ribuan surat izin usaha pertambangan yang bermasalah dan terdapat celah-celah. Ia menyebut surat-surat izin usaha bermasalah itu sebagai "bom waktu" bagi Indonesia, yang dengan serius mengancam pembangunan ekonomi dan iklim investasi di Indonesia.
Indonesia yang kaya sumber mineral adalah negara utama penghasil timah, tembaga dan batubara, deposit bauksit dan nikel menempati urutan depan dunia. Pada tahun 1990-an, Indonesia menjadi daerah panas investasi mineral internasional. Menteri Energi dan Mineral Indonesia Jero Wacik menyatakan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu mencapai 6,5 persen, migas, batubara dan mineral lain memberikan kontribusi sekitar 30 persen bagi pertumbuhan ekonomi. Presiden Susilo sendiri juga berkali-kali menyatkaan bahwa pengembangan industri mineral tidak bisa kurang untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6 persen.
Namun perkembangan industri mineral Indonesia dalam waktu panjang selama ini menghadapi banyak problem karena kurangnya pembangunan di bidang sistem. Pertama, penyebaran sumber daya mineral tidak merata, perkembangan ekonomi kurang seimbang, infrastruktur di kawasan timur yang memiliki sumber daya melimpah sangat minim, syarat bagi investasi di bidang refinasi hasil tambang masih kurang matang; kedua, wewenang pemberian surat izin usaha pertambangan berada di tangan pemerintah daerah sehingga sejumlah besar modal swasta dan modal asing memasuki sekotr penambangan dengan kebijakan yang menguntungkan. Alhasil, porsi penguasaan badan usaha milik negara Indonesia atas pertambangan menurun dari tahun ke tahun, sementara itu mengakibatkan semakin maraknya fenomena korupsi pemerintah daerah; ketiga, kegiatan penambangan swasta yang tidak tertib menimbulkan kerusakan sangat besar bagi sumber daya mineral dan lingkungan alam Indonesia berhubung tidak memiliki teknologi eksplorasi dan eksploitasi yang maju serta pengawasan dan pengendalian yang seperlunya dari pemerintah; keempat, meski ekspor bijih mineral tunggal selama bertahun-tahun ini telah mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun wajah ekonomi dan sosial daerah-daerah yang kaya mineral tidak mengalami perubahan substansial karenanya, tertinggalnya infrastruktur dan langkanya lapangan kerja tetap belum mengalami perbaikan.
Mengingat kondisi seperti itu, sejak memberlakukan Undang-Undang Mineral dan Batubara yang baru pada tahun 2009, pemerintah mempersiapkan untuk melakukan pemberesan dan pembakuan tuntas atas industri pertambangan dengan menggulirkan serentetan peraturan.
Dalam rapat koordinasi di kantor pusat Pertamina, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan pentingnya energi bagi kehidupan rakyat dan kepentingan investasi. Ia menyatakan bahwa kebijakan tentang perundingan kembali yang digulirkan pemerintah akan bertolak dari optimalisasi kepentingan Indonesia dan prinsip keadilan, agar pemerintah mempunyai kebijakan, strategi dan rencana aksi yang tepat dalam masalah industri pertambangan. Merundingkan kembali kontrak-kontrak pertambangan merupakan langkah penting yang harus dilakukan karena berkaitan dengan perbaikan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.