Perundingan aktual untuk menyusun persetujuan baru mengenai perubahan iklim PBB yang dijadwalkan berlaku pada tahun 2020 diadakan di Bonn, Jerman hari Senin lalu (29/4). Sekitar seribu wakil dari 175 negara dan daerah seluruh dunia akan membahas skala, kerangka, rancangan dan sejumlah topik lainnya dalam persetujuan baru itu. Pembahasan akan berlangsung selama 5 hari.
Menurut definisi Konferensi Perubahan Iklim Durban tahun 2011 yaitu konferensi penandatangan ke-17 Konvensi Kerangka Perubahan Iklim PBB, persetujuan baru ini merupakan protokol yang berlaku bagi semua pihak penandatangan sekaligus mempunyai daya ikat hukum, disusun oleh tim kerja khusus pengefektifan aksi Durban di bawah pimpinan Kovensi, dan rencananya dirampungkan sebelum tahun 2015, mulai berlaku pada tahun 2020, dan akan dijadikan sebagai dasar untuk melaksanakan dan meningkatkan konvensi sesudah tahun 2020, pengurangan emisi gas karbon dan penanggapan perubahan iklim.
Konferensi yang digelar Senin lalu dinamakan Konferensi ke-2 Platform Durban, dan seharusnya menyinggung masalah masa komitmen ke-2 Protokol Kyoto. Dalam konferensi kali ini, Ketua Platform Durban, Harald Dovland menyatakan, pemerintah beberapa negara diharapkan memulai tahap penyusunan isi dari ide persetujuan baru dan mengadakan persiapan bagi tahap pembentukan dokumen tahun depan pada tahun ini.
Pada tahun 2012, yaitu tahun pertama dimulainya pekerjaan tim kerja platform Durban, berbagai pihak mencapai kesepakatan mengenai topik prosedur seperti calon ketua dan rencana kerja.. Pada akhir tahun 2012, Konferensi Perubahan Iklim Doha memutuskan bahwa platform Durban akan mempertimbangkan faktor komposisi persetujuan baru sebelum tahun 2014 dan berupaya menyediakan sebuah rancangan dokumen untuk dirundingkan sebelum Mei tahun 2015.
Dalam konferensi kali ini, berbagai pihak juga akan membahas bagaimana meningkatkan langkah untuk menanggapi perubahan iklim sebelum tahun 2020 untuk merealisasi target membatasi kenaikan suhu rata-rata yang lebih tinggi dua derajat Celsius daripada temperature sebelum industrialisasi.
Meski demikian, sejauh ini, antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang masih terdapat perselisihan mengenai dasar persetujuan baru. Negara-negara berkembang berpendirian agar persetujuan baru tetap mempertahankan prinsip adil dan prinsip kewajiban bersama dengan tanggungjawab berbeda, perlu mempertimbangkan kewajiban sejarah negara-negara maju mengenai perubahan iklim; sedangkan negara-negara maju mencoba membongkar tembok pemisah antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju, dengan menuntut negara-negara berkembang memikul kewajiban pengurangan emisi yang sama atau hampir sama dengan negara-negara maju.
Dalam konferensi yang lalu, Kanada merupakan negara kedua yang mundur dari Protokol Kyoto menyusul AS, menyebabkan situasi perundingan semakin serius.