Pejabat seniro Uni Eropa (UE) kemarin (12/6) menyatakan prihatian atas eskalasinya kerusuhan Turki, dan mengharapkan pemerintah Turki mengadakan penyelidikan atas penggunaan kekuatan bersenjata oleh kepolisian dalam penindakan kerusuhan ini. Opini memperkirakan, eskalasi lebih lanjut kerusuhan Turki yang telah berlangsung dua pekan mungkin akan mengganggu proses perundingan bergabungannya Turki dalam UE.
Komisaris Tingkat Tinggi UE untuk Diplomatik dan Keamanan, Catherine Ashton kemarin dalam rapat Parlemen Eropa menunjukkan, selama dua pekan ini, kepolisian Turki menggunakan kekuatan bersenjata yang berlebihan, termasuk pengunaan gas air mata, penyemprot air tekanan tinggi dan peluru karet. Ashton mengharapkan pihak berwenang di Turki dapat segera menginvestigasi hal-hal tersebut, dan menemukan siapa pemimpinnya.
Komisaris UE untuk Perluasan UE, Stefan Fuele kemarin juga memaparkan pendiriannya di depan parlemen Eropa. Dikatakannya, pihaknya sedang cermat mengikuti situasi Turki. Segala tindakan yang berlawanan maupun separatisme akan menimbulkan keprihatian UE.
Stefan Fuele menunjukkan, pemerintah Turki harus mengadakan dialog dan perundingan dengan para pengunjuk rasa demi memecahkan perselisihan. Diungkapkannya pula, belum lama berselang, dia sempat berkontak dengan beberapa demonstran di lapangan Taksim. Menurutnya, demonstran-demonstran tersebut justru ingin memperoleh perdamaian, kebebasan dan kehormatan, mereka bersifat sama dengan kaum muda di seluruh Eropa.
Namun Perdana Menteri Turki, Erdogan menyatakan tidak puas atas pendirian UE, dia berpendapat UE sedang memberlakukan "Standar Ganda". Kerusuhan itu disebabkan oleh renovasi lapangan Taksim kalau dilihat dari permukaan, tapi opini berpendapat, kerusuhan itu disebabkan oleh kekuasaan tegas ala kepala keluarga yang dilaksanakan Erdogan, yang juga bentrokan antara kekuatan sekularis dan konservatif.