Dalam satu minggu terakhir, Singapura diselimuti kabut asap yang menyebabkan Indeks Polusi Udara ( PSI ) negara tersebut terus mencapai rekor baru, bahkan pernah menembus angka 400 . Hal ini telah memberi dampak serius dalam pekerjaan dan kehidupan penduduk setempat.
Kabut asap ini diakibatkan oleh pembakaran rumput di tanah garapan kosong di pedesaan Indonesia, negera tetangganya. Tiap tahun dari bulan Juni hingga September, kaum tani di Pulau Sumatera Indonesia selalu membakar rumput di tanah kosong atau hutan , mengakibatkan Singapura yang luasnya hanya 710 kilometer persegi diselimuti kabut asap. Keadaan ini telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun dan menimbulkan kerepotan bagi warga Singapura. Keadaan tahun ini lebih buruk dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dalam kurun waktu satu minggu ini, PSI terus menanjak dan mencapai taraf yang paling memprihatinkan dalam sejarah.
Pemerintah Singapura mengumumkan laporan PSI kepada public setiap tahunnya melalui berbagai media, mengingatkan warga untuk tidak keluar rumah, bahkan membentuk Komite Tingkat Menteri bagi Penanggulangan Kabut Asap, yang secara khusus menangani masalah polusi udara tersebut. Singapura juga mengirim utusan khusus ke Indonesia untuk mengadakan perundingan dengan pihak Indonesia dan aktif menyatakan keinginan untuk membantu Indonesia memadamkan kebakaran hutan.
Akibat kabut asap yang menyelimuti Singapura, sejumlah objek wisata di Singapura kini telah ditutup untuk sementara. Pertunjukan di luar ruangan pun dibatalkan, sehingga jumlah pengunjung di objek-objek wisata berkurang secara signifikan. Pakar berpendapat, apabila kabut asap terus berlangsung, maka akan mendatangkan dampak negatif terhadap industri pariwisata Singapura pada triwulan ketiga, juga akan otomatis mengganggu omset ritel dan industri boga.
Dua krisis kabut asap yang relatif serius dalam sejarah Singapura terjadi pada tahun 1997 dan 2006, terlebih kabut asap tahun 1997 yang berlangsung selama 3 bulan, sehingga memberi dampak besar bagi kehidupan, pekerjaan dan mobilitas warga Singapura. Para pakar berpendapat, jika kabut asap kali ini juga bertahan selama lebih dari 3 bulan seperti pada tahun 1997, maka kerugian ekonomi Singapura diperkirakan akan jauh lebih besar disbanding waktu itu, sebab nilai produksi industri pariwisata saat ini jauh lebih tinggi dibanding tahun 1997.