PEOPLE'S DAILY: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Selasa (31/12) pukul 09.00 WIB resmi meluncurkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Penerapan SJSN yang akan dioperasikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) itu dikawal oleh 12 Peraturan Pemerintah (PP) dan lima Peraturan Presiden (Perpres). Indonesia menargetkan 176 juta jiwa atau 72 persen penduduk memperoleh manfaat BPJS di awal pendiriannya.
SJSN memperlonggar batas jenis penyakit yang diberikan jaminan, misalnya flu, operasi jantung dan pengobatan kanker telah dimasukkan daftar layanan SJSN. Peserta SJSN diwajibkan membayar 2 persen dari gajinya setiap bulan, sedangkan perusahaan tempat peserta bekerja diharuskan membayar 3 persen. Kelompok miskin akan diberikan tunjangan pemerintah. Perusahaan asuransi swasta juga diizinkan untuk mengikuti SJSN. Pemerintah Indonesia akan melaksanakan 12 PP untuk mendukung penerapan SJSN hingga tahun 2019, maksudnya adalah semua warga terjamin dengan layanan SJSN. Untuk pelaksanaan rencana kesehatan nasional tersebut, semua fasilitas dan perlengkapan pokok medis akan dipersiapkan paling lambat sebelum tahun 2015 mendatang.
Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany adalah salah satu penyusun SJSN. Ia mengatakan bahwa salah satu ciri khas jaminan kesehatan yang baru ini adalah memadukan asuransi sosial dengan penunjangan sosial sehingga distribusi sumber daya kesehatan menjadi lebih seimbang. Seiring dengan pelaksanaan SJSN, permintaan masyarakat terhadap jaminan kesehatan di Indonesia akan naik 50 hingga 100 persen. Belanja pemerintah untuk jaminan kesehatan dalam waktu lima tahun mendatang akan meningkat berkali lipat, sehingga akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan peluang investasi.
Saat ini kondisi kesehatan di Indonesia masih termasuk terbelakang, baik level layanan medis maupun fasilitasnya perlu diperbaiki. Khususnya di daerah pedesaan dan kepulauan terpencil, kondisi kesehatannya lebih tertinggal. Di Indonesia sebagian besar obat-obatan diimpor dari luar negeri mengakibatkan ongkos melambung tinggi dan ini semakin meningkatkan beban bagi kelompok miskin. Saat ini belanja perkapita warga Indonesia untuk pengobatan jauh lebih rendah daripada level merata dunia. Warga yang berpenghasilan lumayan di Indonesia biasanya menerima pengobatan ke Singapura dan Thailand.
Belanja pemerintah Indonesia di bidang jaminan kesehatan terpelihara di level yang rendah sejak lama. Pada tahun 2012, belanja pemerintah Indonesia untuk jaminan kesehatan hanya 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) negerinya. Angka itu adalah yang angka terendah di antara negara-negara anggota ASEAN. Dengan terbatasnya dana, maka mutu layanan medis di Indonesia termasuk tidak memuaskan. Untuk melaksanakan SJSN, Presiden SBY meminta alokasi dana sebesar Rp 25 triliun sebagai dana penghidupan program tersebut.
Ada juga ahli yang meragukan kemapuan pemerintah Indonesia untuk menerapkan program SJSN yang berskala besar. Kini di Indonesia setiap 10 ribu warga hanya terbagi 6 ranjang rumah sakit, atau dapat dilayani oleh 3 dokter. Kedua angka itu tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Pemerintah Indonesia menargetkan penambahan 30 persen ranjang untuk penerapan SJSN. Biasanya perusahaan Indonesia bekerja sama dengan mitra khusus untuk membantu karyawannya menangani asuransi kesehatan. Sekarang asuransi kesehatan itu akan dialihkan ke kerangka jaminan kesehatan yang baru, dan ini tentu akan menimbulkan banyak masalah.