Menurut pengumuman situs web Sekretariat Presiden Indonesia, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belakangan ini menandatangani Keppres No.12/2014, secara resmi mencabut keputusan mengenai penggunaan istilah Cina menyebut China dan perantau Tionghoa, memulihkan istilah Tiongkok dan Tionghoa yang digunakan setelah Indonesia merdeka. Ketika kabar ini diumumkan, keturunan Tionghoa di Indonesia sangat gembira.
Istilah Tiongkok dan Tionghoa hanya dipakai dalam bahasa Indonesia, dua kata ini berasal dari dialek Fujian. Pada tahun 1950, ketika Tiongkok dan Indonesia menjalin hubungan diplomatik, dokumen resmi yang ditandatangani kedua pihak menggunakan Republik Rakyat Tiongkok untuk memanggil China, setelah itu semua dokumen pemerintah juga menggunakan istilah ini.
Setelah terjadi peristiwa tanggal 30 September, di Indonesia terjadi aliran anti Tiongkok. Pada tahun 1966, diajukkan rancangan yang melarang penggunaan istilah Tiongkok dan Tionghoa dan diganti dengan istilah Cina yang digunakan pada masa penjajahan Jepang. Pada tanggal 25 Juli 1967, rancangan ini diajukkan secara resmi, tujuannya adalah menghasut kebencian rakyat Indonesia terhadap Tiongkok dan orang Tionghoa di Indonesia. Ternyata, istilah Cina mempunyai makna yang meremehkan, oleh karena itu, keturunan Tionghoa di Indonesia selalu tersinggung karena disebut sebagai orang Cina, dan panggilan ini juga mengakibatkan kontradiksi antar etnis Indonesia. Hal ini merupakan salah satu sebab keturunan Tionghoa diisolasi beberapa kali di Indonesia.
Setelah kekuasaan Soeharto digulingkan pada tahun 1998, Indonesia menyambut era demokrasi dan reformasi, imbauan yang memulihkan status orang Tionghoa semakin tinggi, pemimpin Indonesia juga menyadari bahwa pertentangan antar etnis memberi kerugian bagi politik, ekonomi dan figur internasional Indonesia. Sejak saat itulah Indonesia mulai mencabut serangkaian kebijakan yang diskriminasi terhadap orang Tionghoa agar dapat meredakan kontradiksi antar etnis. Beberapa tahun ini, berbagai lembaga Tionghoa di Indonesia selalu angkat suara untuk istilah ini.
Setelah Keppres ini diumumkan, keturunan Tionghoa di Indonesia sangat gembira. Tapi Indonesia ingin menuju persamaan derajat dan kesatuan bangsa, dan masih perlu menempuh jalan yang panjang. Pelaksanaan keppres ini juga perlu menunggu waktu untuk pemeriksaan. Pertama, istilah Cina ini telah digunakan selama sekitar 50 tahun, bagi generasi muda, mengubah kebiasaan ini akan membutuhkan waktu. Kedua, Keppres tidak mempunyai kuasa hukum yang ketat, maka keppres ini masih perlu diamati. Ketiga, karena pikiran anti Tionghoa telah dimasyarakatkan selama belasan tahun, upaya bersama berbagai etnis di Indonesia sangat dibutuhkan demi mewujudkan kesatuan antar etnis.