Efek saham dan produk partai besar di dunia sempat merosot tajam pada pekan lalu, sehingga menimbulkan kekhawatiran para investor seluruh dunia. Beberapa media barat melaporkan, melesunya pasar modal dunia putaran ini terutama disebabkan oleh kekhawatiran terhadap ekonomi dunia karena melambannya ekonomi Tiongkok.
Meski demikian, sejalan dengan mendalamnya globalisasi ekonomi di dunia, baik pertumbuhan maupun penurunan global tidak mungkin disebabkan oleh hanya satu atau dua negara saja. Oleh sebab itu, Tiongkok bukanlah satu-satunya sumber penyebab merosotnya pasar modal internasional.
Sejak krisis moneter dunia tahun 2008, ekonomi Tiongkok yang selalu beroperasi secara stabil dan sehat telah memberikan kontribusi besar bagi pemulihan ekonomi global serta mendorong rehabilitasi ekonomi dunia. Seperti dilaporkan Financial Times Inggris bahwa, terdapat satu negara yang telah memikul "beban berat" di bidang pertumbuhan ekonomi dunia, yang jauh lebih besar daripada negara lain. Negara yang dimaksud tak lain adalah Tiongkok, yang tercatat sebagai perekonomian terbesar kedua di dunia.
Menurut prediksi IMF, tingkat kontribusi Tiongkok kepada pertumbuhan ekonomi dunia berkisar 27,8 persen, lebih tinggi daripada AS yang tercatat 15,3 persen; sedangkan tingkat kontribusi Tiongkok sepanjang 2015 diperkirakan akan naik menjadi 28,5 persen.
Sementara itu, Tiongkok giat mempercepat restrukturisasi ekonomi dan menyempurnakan mekanisme marketisasi nilai tukar Renminbi, juga mencapai kemajuan besar di bidang proses penyeimbangan kembali ekonomi, sehingga memperlihatkan citra Tiongkok sebagai negara besar yang bertanggungjawab.
Pakar terkait berpendapat, ketika negara-negara Eropa dan Amerika tengah giat melakukan deleverage, yakni mengurangi beban hutang, pertumbuhan mantap dan penyeimbangan kembali ekonomi Tiongkok berperan sebagai Shock Absorber bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Financial Times menunjukkan, tanpa peranan Tiongkok, dunia akan menghadapi lebih banyak krisis yang lebih berat.
Menteri Keuangan Tiongkok, Lou Jiwei pada Juni lalu di Washington menyatakan, tingkat kontribusi Tiongkok terhadap pertumbuhan ekonomi dunia tercatat setinggi 50 persen pada masa krisis moneter dunia, tapi kondisi tersebut tak mungkin berlanjut dalam jangka panjang. Sebagai perekonomian terbesar di dunia, AS harus memikul tanggungjawab lebih besar bagi pemulihan ekonomi dunia.