Pengadilan Arbitrasi Kasus Arbitrasi LTS yang didirikan atas permintaan Filipina secara sepihak mungkin akan menjatuhkan keputusannya dalam waktu dekat. Sebelumnya, pejabat AS mengatakan, pihak Tiongkok harus menghormati hasil kasus arbitrasi LTS yang diajukan Filipina. Wakil Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada tanggal 28 April lalu bahkan mengatakan, Tiongkok sebagai negara penandatangan Konvensi Hukum Maritim PBB tidak boleh menolak fasal konvensi dan tidak mengakui sifat pengikat keputusan arbitrasi. AS sendiri pernah menolak melaksanakan keputusan terkait pengadilan internasional dan AS juga bukan negara penandatangan Konvensi Hukum Maritim PBB, maka AS tidak berkualifikasi main tuding terhadap Tiongkok.
Pertama, AS pernah menolak melaksanakan keputusan pengadilan internasional mengenai kasus kegiatan militer dan para-militer Nikaragua.
Kedua, AS bukan negara penandatangan Konvensi Hukum Maritim PBB dan mengabaikan sifat kasus arbitrasi LTS yang diajukan Filipina dan fakta pelanggaran hak oleh pengadilan arbitrasi.
Inti sengketa LTS antara Tiongkok dan Filipina ialah masalah kedaulatan wilayah karena Filipina menduduki secara ilegal sejumlah pulau dan terumbu Kepulauan Nansha serta masalah penetapan perbatasan laut. Ini hakekat kasus arbitrasi LTS yang diajukan Filipina. Maksud benar pihak Filipina ilah memveto kedaulatan wilayah dan hak maritim terkait Tiongkok terhadap sejumlah pulau dan terumbu di LTS. Terhadap masalah yang menyangkut kedaulatan wilayah negara, negara manapun di dunia tidak akan menerima konsep penyelesaian dari pihak keitga secara paksaan yang bukan dipilihnya sendiri.
Konvensi Hukum Maritim PBB sama sekali tidak mencakup masalah kedaulatan wilayah, dan mengenai masalah penetapan perbatasan laut, Konvensi Hukum Maritim PBB memperbolehkan negara penandatangan mengesampingkan arbitrasi paksaan atau prosedur penyelesaian paksaan lainnya. Tiongkok dalam pernyataannya pada tahun 2006 menegaskan mengesampingkan prosedur paksaan seperti penetapan perbatasan laut. 30 lebih negara lain juga mengemukakan pernyataan serupa. Pernyataan serupa menjadi bagian yang tak terkurangkan dalam prosedur penyelesaian sengketa yang ditetapkan Konvensi Hukum Maritim PBB dan juga mempunyai efek hukum bagi semua negara penandatangan konvensi tersebut.
Sedangkan, AS tidak saja belum bergabung dalam Konvensi Hukum Maritim PBB malah mengemukakan apa yang disebut "rencana pelayaran bebas" menjelang penandatanganan Konvensi Hukum Maritim PBB pada tahun 1979 untuk melawan hukum internasional, dan di luar Konvensi Hukum Maritim PBB membentuk dan mendominan tata tertib maritim ala AS, dan ini adalah logika hegomonis dan perbuatan hegomonis yang terang-terangan. AS secara selektif memperlakukan keputusan internasional. Oleh karena itu, AS tidak berhak main tuding terhadap Tiongkok.