Forum Satu Sabuk Satu Jalan untuk Kerja Sama Internasional akan diselenggarakan pada tanggal 14 hingga 15 Mei mendatang, Presiden Indonesia Joko Widodo akan menghadiri forum kali ini. Indonesia adalah negara yang pertama kali diajukan Jalan Sutra Maritim Abad Ke-21 oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping, juga merupakan negara yang sudah mencapai hasil awal dalam pembangunan Satu Sabuk Satu Jalan. Sehubungan hal ini, Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok Soegeng Rahardjo ketika menerima wawancara khusus China Radio International menyatakan, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah proyek simbolik dalam pembangunan Satu Sabuk Satu Jalan, diharapakn inisiatif Tiongkok dapat bergabung dengan strategi Indonesia, agar mendorong konektifitas antara Tiongkok dan Indonesia.
Pada bulan April lalu, kontrak EPC Kereta Cepat Jakarta-Bandung secara resmi ditandatangani. Ini menanda proyek tersebut telah memasuki tahap pelaksanaa. Soegeng berpendapat, proyek tersebut sangat sembolik. Proyek ini adalah proyek yang saling menguntungkan, di samping itu, proyek ini juga dapat menyediakan pengalaman bagi kerja sama kedua negara di masa depan.
Soegeng mengatakan, proyek ini akan menjadi sebuah proyek yang sangat simbolik mengenai kehadiran One Belt One Road di Indonesia, Indonesia mengharapkan ini akan banyak menarik investor Tiongkok ke Indonesia untuk mencari peluang dan menciptakan berbagai kerja sama yang saling menguntungkan antara Tiongkok dan Indonesia.
Dikatakannya pula, Indonesia sedang memfokuskan konektifitas antar pulau, selain itu juga, dalam rangka konektifitas, Indonesia juga membangun berbagai pelabuhan udara di seluruh Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur. Di samping itu, Indonesia juga menargetkan untuk meningkatkan kapasitas produksi, oleh karena itu Indionesia membangun berbagai zona industri, zona erkonomi khusus, khusunya di luar Jawa, karena Jawa sudah cukup berkembang, memberikan efek pembangunan dan konektifitas ini di luar Jawa. Maka tercipatalah peluang kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok, tidak hanya di infrastruktur, tapi juga di berbagai bidang, seperti energi, manufaktur dan lainnya.
Selain konektifitas di bidang infrastruktur, konektifitas di bidang budaya juga sangat penting. Soegeng berpendapat, kalau tercipta suasana saling mengerti, saling memahami antar masyarakat di berbagai negara, maka dapat menciptakan suasana yang damai dan tenteram di kawasan ini.
Soegeng mengatakan, dirinya mengharapkan Tiongkok dan Indonesia dapat melakukan satu kerja sama ke depan, dengan menjunjung tinggi semangat saling mengerti, saling memahami, dan kerja sama ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, baik Indonesia maupun Tiongkok, yang paling penting juga dapat bermanfaat bagi seluruh negara di sekitar Indonesia dan Tiongkok.
Berbicara mengenai gejela deglobalisasi yang termuncul dewasa ini, Soegeng menyatakan, tema forum kali ini yang merupakan "mengintensifkan kerja sama internasional, bersama membangun 'Satu Sabuk Satu Jalan', mewujudkan perkembangan yang saling menguntungkan" justru dengan kuat menentang fenomena tersebut. Negara-negara di kawasan ini harus tetap menghormati norma-norma internasional yang berlaku saat ini, khususnya di bidang perdagangan dan investasi.
Soegeng mengatakan, sejak memasuki era globalisasi menjelang akhir abad ke-20, seluruh negara di dunia itu meyakini bahwa sudah menjadi global village, satu negara berkaitan dnegan negara lainnya, dan sepakat untuk meningkatkan kerja sama berdasarkan saling menguntungkan di bidang perdagangan dan investasi. Namun akhir-akhir ini, dapat melihat terdapat gejala deglobalisasi, oleh karena itu inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan yang bertujuan untuk memperkuat kerja sama ekonomi melalui peningkatkan konektifitas antar negara, dapat dijadikan sebuah kesepakatan bersama antar negara untuk tetap mengedepankan prinsip-prinsip 'Fair and Free, Trade and Investment', sehingga dapat muncul sebuah harapan pertumbuhan secara inklusif di kawasan ini.